Kapitalisasi Pendidikan Berujung Perundungan Siswa


Oleh : Amey Nur Azizah (Pegiat Literasi)

Pendidikan yang layak adalah impian semua orang tua. Pendidikan tinggi tentu juga cita-cita semua orang. Namun, tidak sedikit hari ini yang mengalami kesulitan dalam menempuh Pendidikan. Biaya Pendidikan yang tidak murah merupakan salah satu kendala yang menjadi penyebab anak putus sekolah. Tak hanya itu, bahkan perundungan juga bisa terjadi disebabkan masalah ini. Seperti halnya yang terjadi pada Seorang anak SD berinisial MA dihukum belajar di lantai oleh gurunya karena belum membayar tunggakan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama 3 bulan dengan total biaya Rp 180.000. Kamelia mengatakan, salah satu penyebab tunggakan tersebut adalah karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) di tahun akhir 2024 belum cair. Sementara itu, dia tidak memiliki uang untuk membayar. (Kompas.com, 11-1-2025)

Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai tindakan guru sekolah dasar (SD) yang meminta siswanya duduk di lantai karena menunggak biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan. Hetifah menjelaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang bermartabat sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memaparkan bahwa secara psikologis anak, tindakan tersebut tentu dapat berdampak buruk pada kepercayaan diri dan kesehatan mental sang anak. (Kompas.com, 12 Januari 2025)

Pendidikan memang seharusnya menjadi hak setiap rakyat. Namun dalam sistem kapitalisme, tampak bahwa negara tidak hadir secara nyata dalam mengurusnya. Salah satu buktinya terlihat dari kurangnya sarana dan prasarana pendidikan.

Selain itu, negara juga menyerahkan urusan pendidikan ini pada pihak swasta yang berorientasi mencari keuntungan. Dan Ini adalah tanda adanya kapitalisasi dalam bidang Pendidikan. Sehingga pendidikan hari ini justru menjadi ladang bisnis. 

Sebagai contoh, banyak sekolah swasta menetapkan biaya SPP yang tidak murah, bahkan bisa dikatakan mahal. Maka wajar jika ada kasus perundungan seperti yang dialami oleh siswa SD berinisal MA. Karena ketidakmampuan orang tua untuk membayar biaya sekolah. Dan kasus dihukumnya siswa tidak akan terjadi ketika pendidikan itu bisa diakses secara gratis oleh semua siswa.

Berbeda dengan Islam. Islam menetapkan bahwa pendidikan adalah kewajiban negara, yang termasuk dalam layanan publik yang bahkan ditanggung langsung oleh negara. Negara akan menyediakan layanan gratis untuk semua warga negara Khilafah, baik untuk siswa kaya maupun miskin, baik bagi siswa yang cerdas atau tidak.

Bagaimana bisa Islam mampu mewujudkannya? Hal ini dapat terwujud dalam sistem Islam karena Islam memiliki sumber dana yang banyak. Dana untuk pendidikan diambilkan dari pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan umum salah satunya diambil dari sumber daya alam yang dikelola oleh negara. Namun keuntungannya nanti akan menjadi dana yang digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, salah satunya membiayai semua sarana dan prasarana pendidikan dan juga untuk mewujudkan guru yang berkualitas.

Dengan layanan pendidikan sesuai dengan sistem Islam, tidak akan ada kasus siswa dihukum karena keterlambatan soal biaya. Wallahualam bissawab. []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar