Ketika Rakyat Dipalak Pajak


Oleh : Diana Damai P. S, Hut

Gejolak penolakan kenaikan pajak kian meluas dan menggema, tak hanya aksi poling di sosial media kali ini ditunjukkan oleh mahasiswa Samarinda Kaltim. 

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Samarinda juga menggelar aksi kegiatan Refleksi Akhir Tahun dengan Tema "Kilas Balik 2024" di Taman Samarendah. Puluhan kader HMI memadati aksi dan membentangkan spanduk di sepanjang jalan Taman Samarendah serta berorasi mengisi kegiatan tersebut. Syahril Saili, Ketua Umum HMI Cabang Samarinda, mengungkapkan kegiatan tersebut adalah bentuk kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah terkait naiknya PPN 12% yang berdampak pada masyarakat kecil. 

Sungguh merupakan kebijakan pajak yang tidak bijak di tengah masyarakat yang semakin susah dan terlilit berbagai masalah. Meski diklaim kenaikan pajak hanya diberlakukan untuk barang jasa mewah, tetap saja akan memberi pengaruh pada kebutuhan lain dan perputaran ekonomi di masyarakat. 
 
Klasifikasi barang mewah dan premium juga makin berkembang meluas mencakup bahan pokok pangan seperti beras premium, minyak goreng, tepung hingga air mineral yang selama ini banyak dikonsumsi oleh kalangan masyarakat luas ini disinyalir juga terikut kenaikan pajak 12%, hal ini tentunya akan makin meresahkan dan memperluas efek middle income trap yang kini sudah melanda di negara kita.

Kenaikan pajak menjadi fenomena rutin tahunan di setiap pergantian kekuasaan,seolah tak bisa dihindari di negara kita yang menganut sistem kapitalis. Karena dalam sistem ini pajak merupakan salah satu sumber pemasukan negara menjadi harapan utama penopang pembiayaan berbagai pemenuhan kebutuhan rakyat dan kinerja aparat negara. Padahal ketika pajak menjadi sumber pendapatan negara, maka hakekatnya rakyat membiayai sendiri kebutuhannya akan berbagai layanan yang menjadi kebutuhan publik. Artinya negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat. Padahal sejatinya negara dibentuk untuk bisa menjalankan amanah kekuasaan dari rakyat, memenuhi seluruh kebutuhan dan pelayanan publik yang memang membutuhkan peran pemimpin untuk bisa dipenuhi secara adil dan merata.

Namun sayangnya negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator bila untuk urusan kebutuhan dan kepentingan rakyat,namun sangat loyal dan total dalam melayani kepentingan para pengusaha korporasi dan pemilik modal. Bahkan banyak kebijakan pajak yang memberikan keringanan pajak hanya 2% bahkan penghapusan pajak pada para pengusaha dengan alasan untuk meningkatkan investasi dan mendorong ekonomi. Sebaliknya rakyat biasa akan terabaikan dan menjadi sasaran berbagai pungutan negara yang bersifat wajib, memaksa dan merata di semua barang konsumsi dan jasa. 


Sistem Ekonomi Islam Mensejahterakan 

Hal ini sangat berbeda dengan sistem ekonomi Islam dalam mengatur pendapatan negara. 

Islam memandang pajak (dharibah) sebagai alternatif terakhir sumber pendapatan negara, itu pun hanya dalam kondisi tertentu ketika kas negara sedang difisit dan hanya dibebankan pada kalangan tertentu yaitu orang orang yang memiliki kelebihan kekayaan diatas standar umum. 

Karena sifatnya insidental maka tidak akan ada pajak yang menyasar sektor sektor jasa dan baràng barang konsumsi rakyat. Hal ini akan menjaga stabilitas ekonomi kaum menengah ke bawah dan bahkan mendorong pertumbuhan ekonomi yang masif merata. 

Islam mengatur agar negara memiliki sumber pendapatan yang banyak dan beragam. Salah satunya dengan mengelola sumberdaya alam yang melimpah secara langsung oleh negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat melalui lembaga baitul maal untuk membiayai berbagai proyek insfrastruktur layanan publik. Selain itu masih ada 6 sumber pemasukan lainnya yang bisa diupayakan oleh negara tanpa perlu mengusik income dan kekayaan rakyat dengan pajak. 

Dengan pengaturan sistem politik dan ekonomi Islam yang akan menggerakkan semua ekonomi negara dan membuka lapangan kerja secara luas Khilafah akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. 

Islam sangat menjaga agar harta individu rakyat bisa terjaga bahkan berkembang untuk menopang kehidupan keluarga. Hal ini dibutuhkan peran penguasa yang amanah sebagai pelayan rakyat karenanya Islam menetapkan penguasa sebagai rain dan junnah, dan mengharamkan penguasa untuk menyentuh harta rakyat. 

Kewajiban penguasa adalah mengelola harta yang menjadi hak rakyat untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas umum dan layanan sehingga akan memudahkan hidup rakyat. Bukan membebani hidup rakyat dengan berbagai jenis pajak. 

Wallahu'alam bishowab





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar