KHUTBAH JUM'AT : RAJAB: MOMENTUM UNTUK MENGEMBALIKAN KEMULIAAN UMAT


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ اِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا
اَللّٰهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللّٰهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى  
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ‏
Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’âlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullâh,
Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Taâlâ, sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surat ke-9 at-Taubah ayat 36 dan diperjelas dalam hadits Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam :
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ.

”Setahun ada dua belas bulan. Di antaranya empat bulan haram (mulia): tiga bulan berturut-turut, yaitu Dzulqadah, Dzulhijjah dan Muharram; serta Rajab Mudhar yang berada di antara Jumada dan Syaban.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits tersebut, Nabi menjelaskan bahwa keempat bulan haram itu adalah Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab yang berada di antara Jumada dan Syaban. Bulan-bulan ini memiliki keistimewaan, di mana amal shalih yang dilakukan akan dilipatgandakan pahalanya, sementara kemaksiatan yang terjadi akan membawa dosa yang lebih besar. Oleh karena itu, para ulama menekankan pentingnya memperbanyak amal ibadah serta menjauhi perbuatan dosa pada bulan-bulan ini.
Ini sejalan dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’âlâ di dalam Al Quran surah ke-9 at-Taubah ayat 36:
فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ
“Karena itu janganlah kalian menzalimi diri kalian sendiri pada bulan-bulan itu” (QS. At-Taubah [9]: 36) 
Imam al-Baghawi menjelaskan bahwa maksiat dilarang sepanjang tahun, namun empat bulan haram memiliki keistimewaan karena kemuliaannya di sisi Allah. Beragam amal shalih dianjurkan dan seluruh maksiat harus dihindari karena hukumannya lebih berat. Syaikh Abu Bakar al-Jazairi menegaskan bahwa maksiat di bulan ini adalah keharaman besar. Menjaga diri dari dosa dan memperbanyak amal di bulan Rajab adalah wujud ketakwaan kepada Allah.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullâh,
Selain termasuk dalam bulan-bulan yang dimuliakan dalam Islam, Rajab juga menjadi saksi banyak peristiwa penting yang menunjukkan kemuliaan umat Islam. Pertama, peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam yang terjadi pada tahun kesepuluh Kenabian. Peristiwa ini diabadikan dalam Qur’an surat ke-17 al-Isra ayat 1, di mana umat Islam menerima perintah shalat lima waktu langsung dari Allah Subhanahu Wa Taâlâ melalui Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam Hal ini menjadi bentuk kemuliaan dan anugerah bagi umat Islam.
Kedua, Perang Tabuk yang terjadi pada Bulan Rajab tahun ke-9 H (630 M). Perang ini mempertemukan pasukan Muslim di bawah kepemimpinan Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam dengan pasukan Romawi Timur yang dipimpin Kaisar Heraklius. Meskipun pasukan Romawi tidak muncul di medan perang, keberangkatan pasukan Muslim sejauh 700 km hingga Tabuk menunjukkan keteguhan dan kekuatan kaum Muslim dalam menghadapi ancaman negara adidaya saat itu.
Ketiga, Perang Yarmuk yang berlangsung pada Rajab tahun ke-15 H (636 M) di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dan dipimpin langsung di medan perang oleh Khalid bin Walid. Perang besar ini berlangsung selama enam hari dan berakhir dengan kemenangan telak pasukan Muslim, yang kemudian membuka jalan bagi penaklukan Palestina, Mesir, dan wilayah sekitarnya, sekaligus melemahkan kekuasaan Romawi di wilayah Syam.
Keempat, pembebasan Baitul Maqdis untuk pertama kalinya terjadi pada Rajab tahun ke-15 H (637 M), setelah Perang Yarmuk. Pasukan Muslim yang dipimpin Abu Ubaidah bin al-Jarrah Radhiyallahu ‘anhu mengepung kota tersebut hingga akhirnya Pendeta Sophronius menyerahkan kunci kota kepada Khalifah Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Khalifah Umar menjamin keamanan dan kebebasan beragama bagi penduduk non-Muslim, sesuai Piagam Umar. 
Kelima, pembebasan Baitul Maqdis yang kedua terjadi pada 27 Rajab 583 H (1187 M) di bawah pimpinan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Setelah mengalahkan pasukan Salib, Sultan memberikan amnesti dan perlindungan kepada penduduk non-Muslim, menunjukkan sikap adil dan berperikemanusiaan, berbeda dengan kekejaman pasukan Salib sebelumnya.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullâh,
Namun seiring kemunduran umat Islam, terjadi peristiwa tragis berupa runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada 27 Rajab 1342 H (3 Maret 1924 M). Kejatuhan ini adalah tragedi besar dalam sejarah Islam karena Khilafah merupakan simbol persatuan umat dan penegakan syariah selama lebih dari 1.300 tahun, sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga Utsmaniyah. Pasca keruntuhan Khilafah, dunia Islam terpecah menjadi lebih dari 50 negara lemah, sementara Baitul Maqdis jatuh ke tangan zionis Yahudi. Hingga kini, negara-negara Muslim tak berdaya melawan penjajahan zionis atas Palestina, meskipun mereka memiliki sumber daya dan jumlah yang jauh lebih besar.
Allah Subhanahu Wa Taâlâ telah menetapkan umat Islam sebagai khayru ummah (umat terbaik) sebagaimana disebut dalam QS Ali 'Imran [3]: 110. Namun, kenyataan menunjukkan kondisi umat Islam saat ini justru terpuruk dan menjadi sasaran penindasan, seperti yang terlihat dalam tragedi di Palestina. Untuk mengembalikan posisi sebagai umat terbaik dan membebaskan Baitul Maqdis, umat Islam perlu menegakkan kembali Khilafah. Sejarah membuktikan, setiap pembebasan besar, termasuk Baitul Maqdis, terjadi di bawah kepemimpinan Khilafah yang menyatukan umat dan memimpin perjuangan mereka.
Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam bersabda;
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Imam (Khalifah) itu laksana perisai; orang-orang berperang di belakang dia dan berlindung kepada dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). 
Imam al-Mawardi menegaskan bahwa tugas Khalifah adalah menjaga agama, menegakkan hukum, dan melindungi umat dari musuh. Dengan Khilafah, umat Islam dapat kembali memimpin, melindungi wilayahnya, dan menaklukkan musuh, termasuk membebaskan Baitul Maqdis melalui jihad fi sabilillah. Oleh karena itu, menegakkan Khilafah Islam merupakan kewajiban yang mendesak bagi umat Islam demi mengembalikan kemuliaan dan kejayaan mereka. WalLâhu alam bi ash-shawâb. []

بَارَكَ اللّٰهُ لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللّٰهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللّٰهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ





KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar