Oleh: Wulan Safariyah (Aktivis Dakwah)
Negri ini masih sering dilanda bencana, memasuki awal Januari 2025, hujan dengan intensitas ringan hingga tinggi terus melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi cuaca ini menyebabkan bencana banjir terjadi diberbagai wilayah Indonesia.
Diberikan, bencana banjir bandang terjadi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, dilaporkan satu orang meninggal dunia dan tiga warga mengalami luka-luka. Banjir yang melanda Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, terjadi sejak Jumat yang disebabkan hujan intensitas lebat. (CNNIndonesia.com, Sabtu (4/1/2025)
Banjir juga terjadi di Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau Sumatera, hujan deras mengakibatkan banjir yang meluas ke berbagai wilayah. Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, menjadi salah satu daerah yang terdampak cukup parah.
Menurut Abdul Muhari Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, hujan intensitas tinggi pada Kamis (9/1) merendam 470 rumah di Kecamatan Ujan Mas, sementara Jumat (10/1), banjir di Kecamatan Benakat akibat luapan Sungai Benakat dan Sungai Lematang berdampak pada 361 rumah. Dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu (11/1/2025).
Banjir bandang juga menerjang Dusun Peh, Desa Gunung Sari, Kecamatan Maesan, Bondowoso pada Kamis (9/1/2025). Kedatangan air bercampur lumpur yang disertai ranting kayu itu meluap hingga ke ruas jalan raya dan sejumlah permukiman warga. Data BPBD Bondowoso mencatat sedikitnya ada 12 rumah warga yang hanyut tersapu oleh banjir bandang tersebut. (Beritasatu.com, Kamis (9/1/2025)
Lemahnya Mitigasi
Secara geografis, Indonesia merupakan negara dengan banyak potensi bencana, salah satunya banjir. Bencana banjir menjadi musibah yang terjadi setiap tahun. Sadar dengan potensi wilayah ini, semestinya pemerintah melaksanakan upaya antisipasi yang serius dalam menyiapkan mitigasi bencana banjir, baik itu sebelum, saat dan setelah bencana terjadi, agar resiko yang disebabkan oleh banjir tidak berakibat kerusakan yang sangat besar, hingga membahayakan nyawa masyarakat.
Karena itu, keberadaan mitigasi sangat penting sebagai alat ukur membaca awal terjadinya bencana. Mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi risiko bencana. Program mitigasi dapat dilakukan melalui pembangunan secara fisik, penyadaran, maupun peningkatan kemampuan menghadapi bencana yang terjadi.
Mitigasi bencana bertujuan agar mampu meminimalisir risiko bencana, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko bencana, dan juga meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana, serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana.
Bencana banjir merupakan fenomena yang terus berulang, penyebabnya karena curah hujan yang terus meningkat saat musim hujan. Bahkan, teknologi sudah bisa memperkirakan waktu terjadinya hujan dengan curah hujan yang tinggi. Sehingga masyarakat dan pemerintah harusnya bisa berjaga-jaga. Salah satunya dengan melakukan mitigasi struktural yaitu upaya untuk mengurangi kerentanan bencana dengan membangun bangunan yang tahan bencana agar bisa mencegah meluasnya bencana banjir.
Nyatanya, dalam penanganan bencana banjir masih banyak permasalahan yang belum dilakukan mitigasi secara serius dan sungguh-sungguh. Faktanya masih banyak masyarakat yang terdampak dan bencana banjir masih terus berulang.
Hal ini menunjukkan belum maksimalnya fungsi riayah (pengurusan) negara pada rakyat. Lemahnya mitigasi bencana menjadi tanda negara tidak menjadi raa’in (pemelihara urusan rakyat). Suatu keniscayaan dalam sistem kapitalis sekuler, telah menyingkirkan tugas utama negara sebagai pelayan rakyat. Negara saat ini hanya sebagai regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal, sehingga abai pada rakyat.
Bencana ini juga akibat pembangunan ala kapitalisme yang memberi ruang kebebasan bagi oligarki mengubah lahan serapan menjadi lahan bisnis, abai atas keselamatan rakyat dan kerusakan alam, karena hanya mengejar pertumbuhan ekonomi.
Pernyataan Presiden tentang pembukaan lahan sawit (deforestasi) tidak membahayakan dapat dijadikan sebagai landasan pembukaan lahan, meski para ahli sudah menyatakan deforestasi atau kegiatan penebangan pohon secara besar-besaran yang menyebabkan hilangnya hutan secara permanen ini akan mengakibatkan berbagai masalah termasuk terjadinya bencana banjir.
Solusi Islam
Dalam Islam, Negara wajib menghindarkan rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana. Negara akan melakukan perencanaan matang dalam membangun kota/desa dan berorientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat. Negara membangun kota berbasis mitigasi bencana.
Islam telah mengatur konservasi agar ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Islam juga mengharuskan adanya pemetaan wilayah sesuai potensi bencana berdasarkan letak geografisnya, sehingga akan membangun tata ruang yang berbasis mitigasi bencana, sehingga aman untuk manusia dan alam.
Selain itu, Islam juga menjamin ketersediaan dana dalam menaggulangi bencana. Negara memiliki sumber pemasukan yang beragam. Jika ada kebutuhan dana untuk kepoentingan rakyat, negara akan menyediakan secara langsung dari berbagai pos penerimaan yang ada seperti Ghanimah, Fai', Kharaj, Jizyah, harta kepemilikan umum, dsb.
Semua dilakukan oleh negara, karena Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) rakyat, termasuk dalam menghadapi bencana. Sehingga negara harus menjaga nasib rakyat termasuk saat terjadi bencana.
Demikianlah, kekuasaan di dalam Islam disandarkan pada sumber hukum Islam yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Nabi Muhammad Saw bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]
“Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (Hr.Bukhari dan Muslim)
Wallahu'alam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar