Mampukah Kapitalis Mewujudkan Ketahanan Pangan Daerah Hingga Nasional


Oleh : Auliah, S.Pd (Aktivis Dakwah)

Secara umum, sektor pertanian memiliki potensi yang sangat besar. Pertanian menjadi kekuatan ekonomi Indonesia termasuk di Provinsi Jambi. Sektor pertanian berperan penting dalam menyediakan pangan, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung industri terkait. Dengan meningkatnya produksi pertanian, ketersediaan pangan dalam negeri terjamin, sehingga mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat ketahanan pangan. hanya saja melihat negara ini mengadopsi system kapitalis barat. Akankah semua ini terealisasikan sesuai rencana? Mengingat berbagai tantangan yang dihadapi seperti, pergeseran tenaga kerja, adanya alih fungsi lahan, rendahnya tingkat produktivitas petani, dan hambatan lainnya.

Mengutip dari pidato perdana presiden Prabowo, beliau menekankan pada swasembada pangan dan energy, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya Indonnesia harus segera meningkatkan ketahanan pangan ditengah ketidakpastian global saat ini.

Merilis dari jpnn.com, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono mengatakan optimistis Provinsi Jambi dapat berperan besar dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.

Kementrian pertanian telah memberikan bantuan sebesar 68,8 Miliar untuk mendukung program brigade pangan di jambi. pemerintah menyediakan 20000 hektare lahan ditambah 5000 hektare lahan oleh gubernur Jambi, sehingga total ada 25000 hektare lahan rawa yang akan diubah menjadi lahan pertanian. Dengan memanfaatkan program brigade pangan yang sudah terbentuk 68 keloimpok rencana akan ditingkatkan menjadi 100 kelompok, ungkap wamentan.


Bertumpu pada Kebijakan Kapitalis

Pemerintah memang sudah menetapkan beberapa kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, hanya saja masih berkutat pada hal teknis seperti pengadaan alat dan bahan, serta lahan saja tanpa ada pemahaman yang mendalam terkait pendistribusian produksi. Sering terjadi kebijakan yang seakan tidak memihak pada rakyat, sebagai contoh Pada tahun 2022, saat angka produksi beras di atas kebutuhan nasional, pemerintah malah mengimpor sebanyak 429 ribu ton beras. Dari sini sebenarnya terlihat bahwa persoalan utama sektor pertanian bukan pada aspek produksi, melainkan distribusinya.

Jika dianalisis lebih mendalam, yang menjadi sebab kegagalan kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah dasar pijakannya yang masih bertumpu pada kapitalis Sistem politik ekonomi pangan yang bercorak kapitalistik itu telah jelas dan terbukti menjadi pangkal ketahanan pangan sulit terwujud.

Sistem politik kapitalisme menjadikan peran negara sebatas regulator dan fasilitator. Negara jadi tidak memiliki tanggung jawab untuk mengurus urusan rakyatnya dan senantiasa menyerahkan berbagai urusan rakyat pada korporasi. Jika sudah diserahkan kepada swasta, maka orientasi kebijakan bukan lagi pada kemaslahatan rakyat melainkan pada keuntungan perusahaan. Selain itu, system kapitalis ini juga bekerja bukan untuk rakyat, tetapi untuk oligarki. Tidak heran, berbagai kebijakan akan menguntungkan segelintir elit dan menzalimi rakyat banyak.

Kondisi ini menjadi makin buruk akibat adanya paradigma bisnis ala kebijakan kapitalistik. Pembangunan infrastruktur untuk mendukung distribusi pun berfokus pada kemaslahatan korporasi. Buktinya, pembangunan infrastruktur banyak di perkotaan tetapi minim di perdesaan. Sedangkan, sebagian besar tanaman pangan ditanam di perdesaan yang jauh dari akses pasar. Belum lagi subsidi BBM yang semakin minim, tentu berdampak pada distribusi yang makin sulit dan mahal.
Tidak hanya itu, sistem ekonomi kapitalisme menyerahkan faktor harga pada mekanisme pasar sehingga akan memicu munculnya korporasi-korporasi raksasa yang bermodal besar. Akibatnya, seluruh rantai pasok mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi dikuasai oleh korporasi-korporasi besar. Praktik oligopoli pada beras dan gula, misalnya, telah menyebabkan harga jadi tidak stabil dan rakyat pun kesulitan dalam mengaksesnya. Melihat kondisi ini, mampukah mewujudkan ketahanan pangan dalam waktu sesingkat-singkatnya kurleb 4 atau 5 tahun?

Cara Islam mewujudkan ketahanan pangan Islam memiliki sudut pandang yang berbeda dengan kapitalis dalam mewujudkan ketahanan pangan. Dalam system ekonomi islam, tujuan utamanya tertumpu pada pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Ngara berperan sentral dalam seluruh urusan rakyat. pemimpin atau Khalifah bertanggung jawab penuh dalam mengurusi umatnya. Sebagaimana hadist Rasulullah : "Imam (khalifah) adalah ra’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Dalam daulah islam, penyaluran benih akan disalurkan secara mandiri, tanpa melibatkan pihak swasta agar tidak terjadi korporasi, jika kemungkinan swasta terlibat, keterlibatannya hanya sebatas teknis disertai dengan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Dengan begitu, para petani bisa mendapatkan benih berkualitas. Selain itu program penyuluhan pertanian dan kesejahteraan petani akan dilakukan dengan serius. Khilafah akan menjaga agar tidak ada lagi alih fungsi lahan pertanian sesuai kehendak korporasi, terlebih jika lahan tersebut masih produktif.

Negara juga berperan dalam kepemilikan lahan, Khilafah menjamin seluruh lahan pertanian berproduksi secara optimal dan kemudahan kepemilikan tanah akan ditegakkan. Dengan begitu, para petani akan mudah memiliki tanah menurut mekanisme ihya’ al-mawat, yaitu syariat dalam memakmurkan dan memanfaatkan bumi untuk kepentingan kemaslahatan manusiaRasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah hak miliknya.” (HR Bukhari).

Lahan pertanian Bukan hanya dikuasai oleh orang perorang untuk disewakan karena dalam khilafah penyewaan lahan pertanian haram hukumnya. Sebagai mana sabda Rasulullah : ”Barangsiapa yang mempunyai lahan pertanian, maka hendaklah dia menanaminya, atau dia berikan lahan itu kepada saudaranya. Jika dia tidak mau, maka hendaklah dia menahan lahannya.” (HR Bukhari, no. 2216).

Barangsiapa yang memiliki lahan, hendaklah dia menanaminya, atau diserahkan kepada saudaranya agar dia tanami, janganlah menyewakan lahan itu dengan sepertiga atau seperempat [dari hasil panennya] atau dengan upah berupa bahan makanan tertentu.” (HR Abu Dawud, no. 3397).

Pada aspek distribusi dan pemasarannya, negara akan mengawasi muamalah antara penjual dan pembeli agar tidak terjadi kecurangan dan terwujud harga yang wajar. Negara juga akan melarang penimbunan, riba, kartel, dan menegakkan sistem sanksi Islam yang menjerakan. Begitu pula pembangunan infrastruktur dalam rangka menunjang distribusi, dilakukan berdasarkan kemaslahatan rakyat, bukan korporasi.

Dengan demikian, kecil kemungkinan ketahanan pangan akan terpenuhi jika hanya bertumpu pada system kapitalis semata karena begitu banyak kepentingan diatas kepentingan rakyat sehingga kepentingan utama untuk kebutuhan rakyat pun terabaikan. Wallahua’lam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar