Menghentikan Penderitaan Anak Gaza, Butuh Kekuatan Tentara dan Negara


Oleh: Ferdina Kurniawati (Aktivis Dakwah)

Komisioner Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, pada Minggu (22/12), mengatakan Israel telah melanggar semua peraturan perang di Jalur Gaza.

Lazzarini menyoroti pelanggaran yang terus terjadi di Jalur Gaza, tempat Israel telah melancarkan serangan militer selama 14 bulan terakhir.

Eskalasi selama 24 jam terakhir, semakin banyak warga sipil dilaporkan tewas dan terluka," tulisnya dalam unggahan di akun X miliknya.

"Serangan terhadap sekolah dan rumah sakit telah menjadi hal biasa. Dunia tidak boleh menjadi kebal terhadap ini. Semua perang memiliki aturan, dan semua aturan itu telah dilanggar," ungkapnya.

Ia juga menegaskan bahwa gencatan senjata di Gaza sudah sangat mendesak dan menyerukan penghentian serangan untuk melindungi warga sipil.

Israel melancarkan perang genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023 yang telah menewaskan lebih dari 45.200 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.

Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang di Gaza.


Kondisi Gaza Terutama Amak-anak Makin Mengenaskan

Kaum muslim tidak bisa berharap pada dunia internasional, termasuk para pemimpin mereka yang kerap menjadikan isu Palestina hanya untuk pencitraan dan justru mengambil solusi 2 negara arahan Barat (pengusung kapitalisme) yang jelas tidak bisa menyelesaikan perang ideologi ini.

Sikap Indonesia sendiri direpresentasi oleh pernyataan Presiden Jokowi dan Menlu Retno Marsudi yang berkali-kali menyampaikan kecaman kerasnya atas kebrutalan Zion*s ini, termasuk dalam pidato terakhir Menlu yang disampaikan dalam pada Sidang Majelis Umum PBB, 28-9-2024 lalu. Ia dengan tegas menyatakan, Indonesia akan selalu berdiri bersama Palestina, sekaligus mendesak Dewan Keamanan Tetap PBB untuk mengambil langkah yang konkret demi menyudahi impunitas Zion*s.

Ia juga menyerukan bahwa sudah saatnya pembicaraan terkait two-state solution dilanjutkan karena menurutnya ini adalah jalan terbaik untuk menyudahi konflik panjang antara Israel-Palestina. Selain itu dalam pandangannya, sikap mayoritas negara-negara PBB umumnya mendukung “two-state solution”. Hal ini sebagaimana juga sempat ditegaskan oleh negara-negara Arab dan Uni Eropa (UE) pada Union for The Mediterranean Regional Forum ke-8 pada 10 November 2023 lalu yang menyepakati untuk mewujudkan “solusi dua negara”.

Masalahnya, benarkah konsep two-state solution akan ampuh menyolusi problem Palestina sebagai salah satu pusaran problem dunia ciptaan Barat di kawasan?

Sebagaimana diketahui, konsep “solusi dua negara” sendiri mengacu pada gagasan bahwa solusi paling praktis untuk masalah Palestina dan entitas Yahudi adalah dengan membagi tanah Palestina menjadi dua negara untuk kedua warga. Usulan solusi ini pertama kali digagas 1937 oleh Komisi Peel yang dikirim Inggris ke Palestina untuk menyelidiki motif meningkatnya ketegangan dan kekerasan antara dua komunitas. Ketika itu Palestina berada di bawah kekuasaan Inggris.

Dalam skema solusi ini wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza diberikan kepada warga Arab Palestina, sedangkan wilayah lainnya, yakni sebagian besar garis pantai dan beberapa tanah pertanian paling subur di Galilea diberikan kepada entitas Yahudi. Adapun Kota Yerusalem dalam proposal ini ditetapkan tidak masuk dalam wilayah yang dibagi, tetapi akan ditangani secara terpisah oleh pihak internasional.

Melihat sejarah kehadiran Yahudi dan berdirinya negara Zion*s di Palestina, bisa dipastikan bahwa solusi ini sejatinya merupakan solusi palsu yang terus ditawarkan Barat, terutama Amerika sebagai pemegang kepemimpinan global. Tujuannya adalah demi memperpanjang umur penjajahan, sekaligus agar instabilitas kawasan terus berlanjut hingga bisa membantu Barat (AS) untuk mendikte dan menekan negara-negara Arab melalui isu perbatasan. 

Betapa tidak? Bukankah faktanya keberadaan entitas Yahudi di Palestina benar-benar merupakan penjajahan? Bukankah pula faktanya Zion*s terus berusaha menguasai tanah Palestina secara keseluruhan, bahkan hingga sekarang?

Oleh karenanya, berpikir bahwa “solusi dua negara” bisa diterima rakyat Palestina dan entitas Yahudi Zion*s, hanyalah ilusi yang diada-adakan. Terlebih bagi rakyat Palestina dan umat Islam yang memahami hakikat persoalan, mengamini keberadaan negara bagi entitas Yahudi sama halnya dengan mengakui penjajahan dan kezaliman. Hal ini selain tidak masuk akal, juga menyalahi tuntunan syariat Islam.

Tidak ada keadilan dalam sistem Kapitalisme, bahkan sistem inilah yang telah memberikan jalan pada penjajah Zionis untuk membantai anak anak Gaza. Kaum muslim harus punya agenda sendiri, harus menyatukan pemikiran dan perasaan kemudian menggerakkan pemuda2 di timur Tengah untuk bangkit melawan rezim mereka dan bergerak ke Palestina untuk membebaskan Palestina.


Butuh Tentara dan Kekuatan Negara

Kaum muslim semestinya memahami hakikat persoalan Palestina dengan kacamata Islam. Dalam pandangan syariat, perampasan tanah hak milik umat, meskipun hanya sejengkal, tidak bisa dibiarkan. Terlebih status tanah Palestina adalah tanah wakaf yang pemiliknya adalah umat Islam dunia, terutama sejak perjanjian Umariyah ditetapkan hingga akhir zaman. Merebutnya kembali dari penjajah merupakan perjuangan yang disyariatkan.

Masalahnya, kita tidak bisa berharap umat Islam Palestina akan mampu melawan penjajahan sendirian. Kita juga tidak bisa berharap, para pemimpin Arab dan dunia, bahkan lembaga-lembaga internasional mau dan mampu menekan Zion*s dan mengusir mereka dari kawasan.

Para pemimpin Arab, atas arahan Amerika, justru satu per satu menormalisasi hubungan dengan entitas Zion*s di balik nama Perjanjian Damai Abraham Accord. Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko sudah memilih bergandengan tangan dengan Zion*s. Mereka benar-benar rela melumuri tangan mereka dengan darah umat Islam hanya demi sokongan kekuasaan.

Sesungguhnya, tanpa sokongan AS dan sekutunya, baik dari bangsa-bangsa Barat maupun para pemimpin Arab, entitas Zion*s tidak memiliki kekuatan apa pun. Merekalah yang menyokong kekuatan militer Zion*s sehingga terus-menerus berlaku jemawa atas umat Islam. Alhasil, satu-satunya cara menghadapi mereka adalah dengan mengonsolidasi para pemilik kekuatan militer di negeri-negeri Islam, dan menyerukan jihad global.

Seruan ini memang tampak mustahil muncul dari para pemimpin Islam yang hidup dalam sistem sekuler hari ini. Mereka terlalu sibuk dengan agenda melanggengkan kekuasaan dan perburuan berbagai proyek bancakan demi mengumpulkan materi hingga cukup untuk tujuh turunan. Mereka sama sekali tidak bisa diandalkan untuk menjadi penolong muslim Palestina dan semua korban kezaliman.

Satu-satunya harapan adalah pada kepemimpinan seorang khalifah yang keberadaannya harus diperjuangkan secara bersama dan serius oleh umat Islam. Khalifah dengan sistem negaranya (Khilafah) akan menyatukan seluruh umat Islam dunia dengan landasan akidah Islam. Khilafah akan memobilisasi seluruh potensi umat Islam, termasuk tentaranya untuk membangun kekuatan global. Dengan itulah Khilafah akan mampu mengalahkan entitas Zion*s beserta negara-negara kafir yang membekinginya. Dengan izin Allah, tentara-tentara muslim di bawah komando khalifah akan menghancurkan kekuatan kufur dengan mudah.

Kehadiran Khilafah inilah yang sejatinya sangat ditakuti Amerika dan sekutu-sekutunya. Mereka terus berupaya mencegah kemunculannya dengan melancarkan berbagai proyek, mulai perang global melawan teror, hingga proyek penyesatan politik dan budaya di kalangan umat Islam. Termasuk di antaranya, proyek-proyek deradikalisasi dan penyebaran paham moderasi Islam.

Tentu saja semua upaya mereka akan berakhir sia-sia. Allah Swt. telah menjanjikan bahwa era ini adalah era kembalinya Khilafah Islam. Terlebih pada kenyataannya, perjuangan menegakkan Khilafah sedang terus berjalan, terutama yang dipimpin partai politik Islam ideologis yang tanpa kenal lelah menapaki jalan perjuangan Rasulullah saw., yakni membina umat dengan Islam kafah.

Terbukti, seruan-seruan Khilafah makin menggema di berbagai penjuru dunia tanpa bisa dicegah. Mereka terus berjuang, mengajak umat Islam lainnya untuk berada di jalan yang sama. Mereka adalah cahaya akhir zaman yang siap menyongsong kemenangan, berupa datangnya Khilafah Rasyidah yang tegak di atas minhaj kenabian.

Khilafah inilah yang kelak akan memimpin pasukan membebaskan Palestina dan mengembalikan tanahnya ke pangkuan umat Islam. Bahkan, bukan hanya Palestina, pasukan Khilafah akan menolong kaum muslim tertindas lainnya, seperti Uighur dan Rohingya, dan mengganti kesedihan mereka, serta mengembalikan kemuliaan mereka dan umat Islam sedunia. Sungguh, masa itu sudah dekat sedekat-dekatnya. Wallahu' alam.





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar