Oleh : Siti Wahidah (Aktivis Muslimah)
Di akhir tahun 2024, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% akan diberlakukan awal tahun 2025.
Kenaikan PPN 12% ini tentu saja akan semakin menambah beban hidup masyarakat, pasalnya saat ini masyarakat sedang mengalami masa sulit yakni menurunnya daya beli barang dan jasa.
Dengan kenaikan PPN 12% tersebut tentu saja akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga barang dan jasa, hal ini akan berimbas pada daya beli masyarakat secara luas.
Pemerintah beralasan dengan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% akan mampu mendukung jalannya pembangunan, menekan defisit anggaran negara dan menambah penerimaan dan pendapatan negara.
Dikutip dari Kontan.co.id. (27/12/2024), mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia (SI), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), HMI se-Jakarta dan Politeknik Negeri Media Kreatif menggelar aksi unjuk rasa turun ke jalan menolak kebijakan kenaikan PPN 12% di samping patung Arjuna Wijaya Gambir Jakarta Pusat.
Meskipun banyak elemen masyarakat yang turun ke jalan menolak kenaikan PPN 12% ini, tapi pemerintah tetap memberlakukan kenaikan PPN 12% ini.
Hal ini disebabkan oleh sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan di berbagai negara termasuk Indonesia, sistem kapitalisme ini lebih mengutamakan kepentingan korporasi (pengusaha yang bermodal besar) dibandingkan dengan kepentingan masyarakat.
Pendapatan negara dalam sistem kapitalisme ini hanya mengandalkan pajak dan utang saja, sementara sumber daya alam milik negara yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat malah diberikan dan dikuasai oleh swasta dan asing.
Ketika pendapatan negara hanya mengandalkan pajak, maka hakikatnya rakyat yang membiayai sendiri kebutuhannya, itu artinya negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat. Dalam sistem kapitalisme ini, negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator yang hanya melayani kepentingan para pemilik modal.
Rakyat hanya menjadi sasaran berbagai pungutan pajak yang bersifat wajib sebagai konsekuensi posisinya sebagai warga negara. Sementara para pemilik modal besar mendapatkan keringanan dengan alasan untuk meningkatkan investasi, pemerintah berasumsi investasi akan membuka lapangan kerja dan bermanfaat untuk rakyat. Namun, kenyatanya tidak seperti itu.
Dampak dari kenaikan PPN ini berpotensi memicu inflasi karena harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan, padahal sebelum pajak dinaikkan saja ekonomi rakyat sudah terpuruk.
Dalam Islam, pajak bukanlah sumber pemasukkan negara. Islam memiliki sumber pendapatan yang sangat banyak dan beragam.
Negara yang menerapkan aturan Islam tidak akan menyerahkan sumber daya alam kepada pengusaha swasta, baik lokal maupun asing dan tidak akan membiarkan mereka mengambil keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Negara akan mengelola sendiri sumber daya alamnya dan hasilnya akan digunakan untuk kepentingan rakyatnya dengan demikian negara tidak memerlukan pungutan pajak dari rakyatnya. Karena dari hasil sumber daya alam yang melimpah yang dikelola sendiri oleh negara sudah mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya.
Pajak di dalam Islam dijadikan alternatif terakhir sumber pendapatan negara, itu pun hanya dalam kondisi tertentu saja ketika kondisi Baitul mal dalam keadaan kosong.
Sistem politik dan ekonomi Islam khilafah akan mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Penguasa di dalam Islam memposisikan dirinya sebagai ra'in (pengurus) terhadap urusan rakyat. Dan mengharamkan penguasa untuk menyentuh harta rakyat.
Penguasa berkewajiban mengelola harta rakyat untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas umum dan layanan yang akan memudahkan hidup rakyat.
Semua itu akan terwujud hanya dengan kembali kepada syariat Islam, dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah Islam).
Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar