Oleh : Silvy Anggra, M.M
Potret Krisis Kesejahteraan dan Profesionalisme
Awal tahun 2025 menjadi masa penuh tantangan bagi dunia pendidikan tinggi Indonesia. Kebijakan pemerintah terkait penghapusan tunjangan kinerja (tukin) dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) telah memicu gelombang reaksi dari para tenaga pendidik di perguruan tinggi. Langkah ini dinilai bukan hanya berdampak pada kesejahteraan dosen, tetapi juga dapat mengurangi motivasi mereka dalam menjalankan tugas tridharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Salah satu bentuk protes yang menarik perhatian publik adalah pengiriman 60 karangan bunga oleh dosen ke berbagai instansi pemerintah. Aksi ini dilakukan sebagai simbol kekecewaan mereka atas tunjangan kinerja yang tidak dibayarkan selama lima tahun terakhir. Para dosen menilai kebijakan ini mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap hak-hak mereka sebagai ASN yang telah bekerja keras dalam mendukung kemajuan pendidikan tinggi.
Menurut laporan Kompas.com, para dosen menuntut agar pemerintah segera memberikan kejelasan dan solusi atas permasalahan ini. Mereka berharap kebijakan yang menyangkut kesejahteraan tenaga pendidik dapat diambil dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kualitas pendidikan nasional.
Selain itu, perubahan nomenklatur di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga menambah kompleksitas masalah. Seperti dilaporkan oleh Klikpendidikan.id, perubahan ini memerlukan penyesuaian regulasi administratif, yang menyebabkan pencairan tunjangan kinerja dosen batal dilaksanakan pada tahun 2025. Sekretaris Jenderal Kementerian mengakui bahwa proses penyesuaian ini membutuhkan waktu, tetapi pihaknya berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan tersebut secepat mungkin.
Tantangan Baru untuk Calon Mahasiswa dengan KIP Kuliah 2025
Di sisi lain, dunia pendidikan tinggi juga menghadapi tantangan lain dengan dibukanya pendaftaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah 2025. Hanya tujuh kategori calon mahasiswa yang dapat mendaftar program ini, dengan persyaratan ketat, seperti kepemilikan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN), dan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Selain itu, mereka harus berasal dari keluarga kurang mampu yang dibuktikan dengan dokumen seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Menurut laporan Tempo.co, pembatasan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa tidak semua siswa dari keluarga kurang mampu akan memiliki akses ke pendidikan tinggi, terutama bagi mereka yang kesulitan memenuhi persyaratan administratif.
Berikut adalah artikel yang sudah diperbarui dengan tambahan dalil dari Al-Qur'an dan Hadis yang relevan untuk mendukung konsep pendidikan dalam Islam.
Pendidikan Islam: Pilar Utama Membangun Generasi Peradaban
Pendidikan adalah salah satu elemen terpenting dalam membangun peradaban Islam. Sebagai pengemban amanah, para pendidik, termasuk guru dan dosen, memiliki tugas strategis dalam membentuk syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) generasi penerus. Dalam Islam, pendidikan tidak hanya bertujuan mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk fikriyah (pola fikir) dan nafsiyah (pola sikap).
Islam memandang pendidikan sebagai hak fundamental bagi seluruh rakyat. Negara dalam sistem Islam berkewajiban menyediakan pendidikan gratis untuk semua tingkatan, termasuk pendidikan tinggi. Hal ini tercermin dalam kebijakan kekhilafahan, yang menjadi contoh nyata penerapan sistem pendidikan Islam.
Pada masa Kekhilafahan Abbasiyah, misalnya, terdapat institusi pendidikan terkenal seperti Baitul Hikmah di Baghdad. Selain menjadi pusat keilmuan dan penerjemahan karya-karya dari berbagai peradaban, institusi ini menyediakan pendidikan gratis bagi para pelajar, baik Muslim maupun non-Muslim.
Di Andalusia, Kekhilafahan Umayyah mendirikan universitas-universitas seperti Universitas Cordoba, yang tidak hanya memberikan pendidikan gratis, tetapi juga menyediakan fasilitas asrama, perpustakaan, dan dana untuk para pelajar. Andalusia dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia pada masa itu, dengan ribuan pelajar dari berbagai wilayah datang untuk menimba ilmu.
“Katakanlah, ‘Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?’” (QS. Az-Zumar: 9).
Ayat ini menggarisbawahi pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia dan mendorong umat Islam untuk terus belajar. Pendidikan dalam Islam bukan hanya untuk menciptakan generasi yang cerdas, tetapi juga untuk membedakan antara yang berilmu dan yang tidak berilmu.
Kurikulum Islam yang Komprehensif
Kurikulum pendidikan Islam dirancang untuk menghasilkan individu yang memahami fikrah (pemikiran) Islam dan mampu mengaplikasikannya. Kurikulum ini mencakup ilmu syar’i, seperti fikih dan tafsir, serta ilmu duniawi seperti matematika, kedokteran, dan astronomi.
Pada masa Kekhilafahan Abbasiyah, misalnya, para cendekiawan seperti Al-Khawarizmi (bapak aljabar), Ibn Sina (bapak kedokteran modern), dan Al-Farabi (filosof Muslim) muncul berkat dukungan penuh negara terhadap pendidikan. Negara memberikan fasilitas penelitian, pembiayaan penuh, dan pengakuan yang tinggi kepada para ilmuwan dan pendidik.
"Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)
Hadis ini menegaskan kewajiban menuntut ilmu bagi setiap Muslim, baik pria maupun wanita. Hal ini menunjukkan betapa besar perhatian Islam terhadap pendidikan yang meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk umat.
Kesejahteraan Pendidik dalam Islam
Islam memberikan perhatian besar terhadap kesejahteraan pendidik. Dalam system islam, pendidik harus diberi penghargaan tinggi karena tanggung jawab mereka yang besar. Negara Islam menjamin gaji yang mencukupi kebutuhan hidup pendidik, sehingga mereka dapat fokus mengajar dan mengembangkan ilmu tanpa terbebani masalah ekonomi.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa para pendidik pada masa kekhilafahan mendapatkan gaji yang sangat besar. Di era Kekhilafahan Abbasiyah, guru-guru di sekolah-sekolah umum (madrasah) digaji langsung dari Baitul Mal. Bahkan, mereka diberikan bonus dan fasilitas tambahan, seperti tempat tinggal dan perlengkapan mengajar.
Pada masa Kekhilafahan Utsmaniyah, pendidik juga mendapatkan perlakuan istimewa. Negara menyediakan asrama bagi guru, membangun perpustakaan yang lengkap, dan memberi dana riset untuk mendukung inovasi. Hal ini membuat pendidikan berkembang pesat dan menjadi salah satu faktor utama kekuatan peradaban Islam.
"Dan katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.’" (QS. Taha: 114)
Ayat ini menunjukkan pentingnya pendidikan dan ilmu dalam kehidupan seorang Muslim, serta doa yang harus dipanjatkan untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat. Dalam hal ini, para pendidik juga berhak mendapatkan penghargaan atas usaha mereka dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada umat.
Negara sebagai Penjamin Pendidikan
Sumber pemasukan negara yang besar dalam sistem Islam menjadi dasar kuat untuk menjamin pendidikan gratis dan kesejahteraan pendidik. Pemasukan ini berasal dari:
Zakat, yang dialokasikan untuk kemaslahatan umat, termasuk pendidikan.
Kharaj, pajak atas tanah yang menghasilkan pemasukan besar.
Fai’ dan Ghanimah, kekayaan dari hasil perang dan pengelolaan sumber daya alam.
Sistem ini memastikan bahwa pendidikan tidak menjadi beban individu, tetapi tanggung jawab negara sebagai pelayan rakyat (raa’in). Dengan demikian, negara mampu menciptakan sistem pendidikan yang merata, berkualitas, dan bebas biaya.
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)
Hadis ini mengingatkan bahwa negara sebagai pemimpin rakyat harus bertanggung jawab atas kesejahteraan warganya, termasuk dalam menyediakan pendidikan yang layak dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Solusi Islam terhadap Krisis Pendidikan Modern
Krisis pendidikan saat ini, seperti penghapusan tunjangan kinerja dosen di Indonesia, mencerminkan kegagalan sistem kapitalisme dalam memenuhi hak-hak dasar pendidik dan masyarakat. Sistem ini memandang pendidikan sebagai komoditas ekonomi, sehingga banyak pendidik tidak sejahtera, dan akses pendidikan menjadi terbatas bagi masyarakat menengah ke bawah.
Islam memberikan solusi menyeluruh dengan mengintegrasikan pendidikan ke dalam sistem kehidupan yang berbasis syariat. Dengan penerapan syariat secara kaffah, negara didalam Islam mampu menciptakan sistem pendidikan yang unggul, mencetak generasi pemimpin, dan memberikan kesejahteraan kepada pendidik.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar