PENGUASA PALAK RAKYAT DENGAN PAJAK


Oleh : Anita SP

Dilansir dari DUTA.TV, penunggak pajak kendaraan bakal dikejar ke rumah. Dari total 165 juta kendaraan terdaftar, 96 juta unit kendaraan pajaknya tak dibayarkan.

Menurut keterangan dari Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan yang dilansir laman Korlantas.“Tingkat kepatuhan masyarakat ini dalam pengesahan STNK pendaftaran kendaraan bermotor masih sangat rendah. (8 November 2024). Maka Rencananya, tim pembina Samsat ini akan mendatangi rumah pemilik kendaraan penunggak pajak sebelum akhir tahun melalui pendekatan soft power.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membebaskan mobil listrik impor dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Dan aturan ini berlaku mulai 15 Februari 2024 kemarin. (Jakarta, CNBC Indonesia )

Besaran pajak yang ditanggung pemerintah mencapai 100%. Artinya selama kurun waktu Januari-Desember 2024, pembelian mobil listrik tidak dikenakan PPnBM.

Selain itu Menteri Keuangan (Menkeu) secara resmi juga memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 31 Desember 2025 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PMK No. 130/PMK.010/2020. Menurut beliau langkah ini diambil untuk menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia di tengah penerapan pajak minimum global 15 persen oleh berbagai negara.


Memberi Beban Rakyat, Membelai Kapitalis

Jelas sudah bahwa ada perlakuan yang sangat berbeda dari pemerintah dalam hal pajak. Terhadap rakyat kecil, pemerintah berlaku tegas dan keras. Rakyat dikejar agar membayar pajak kendaraan bermotor. Jika menunggak, mereka akan ditagih petugas langsung pintu kepintu. Namun, terhadap pengusaha justru pemerintah bersikap lembut dan sangat fleksibel. Para pengusaha diberi fasilitas pembebasan pajak, yaitu bebas PPnBM dan tax holiday. Bukan hoax hal ini merupakan ketidakadilan yang terpampang dengan nyata.

Selama ini rakyat berada dalam kondisi yang sudah sangat senpit karena sulitnya lapangan pekerjaan, maraknya PHK, upah rendah, harga-harga yang membumbung tinggi, dan biaya layanan publik (pendidikan, kesehatan, dan transportasi) yang mahal. Dalam kondisi yang demikian, rakyat masih ditekan dengan banyaknya pungutan pajak dan tarif pajak yang makin tinggi. Tercatat ada pajak pusat (PPh, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai) dan pajak daerah (Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Air, BPHTB, Pajak Hotel, Pajak Hiburan, dan lainnya). Akibatnya, beban hidup rakyat makin berat.

Rakyat dari kalangan pekerja terpaksa menerima gaji yang tidak utuh karena banyaknya potongan, seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (JKK & JKm), BPJS Jaminan Pensiun, dan iuran Tapera. belum lagi PPN setiap kali membeli barang, adanya retribusi parkir, dan lainnya. Banyak sekali pungutan pajak yg dibebankan kepada rakyat miskin. Akibatnya, rakyat miskin makin kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan kehidupan mereka jauh dari gambaran sejahtera.

Begitu juga pelaku UMKM pun tidak luput dari pungutan berbagai pajak. Akibatnya, usaha mereka sulit berkembang bahkan gulung tikar. 

Sebaliknya, para pengusaha yang sudah kaya raya malah diberi keringanan pajak. Ada tax holiday, tax allowance, dan sunset policy yang memanjakan para pengusaha besar, utamanya pemodal asing. Dengan dalih ramah investasi agar mudah mendatangkan investasi asing, berbagai insentif perpajakan diberikan pada investor. Tampak bahwa kebijakan perpajakan di negeri ini berpihak pada para pengusaha besar (kapitalis) dan tidak berpihak pada rakyat jelata.

Dari sisi pemungutan, pajak membebani rakyat kecil. Namun, dari sisi distribusi, dana pajak tidak dirasakan manfaatnya oleh rakyat kecil. Selama ini, pajak menjadi sumber pemasukan utama di negeri ini. Namun pada faktanya rakyat tidak meraskan kesejahteraan sedikit pun.

Alih alih sejahtera masyarakat malah harus membayar mahal lagu untuk pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Pihak yang menikmati “kesejahteraan” dari dana pajak hanya para pejabat dan pengusaha kapitalis yang menjadi penyokongnya. Para pejabat dan wakil rakyat pun bergelimang kemewahan dengan gaji dan tunjangan yang besar serta berbagai fasilitas. Sedangkan para kapitalis menikmati proyek-proyek besar dengan keuntungan fantastis yang dibiayai dana pajak. Inilah realitas pajak dalam kapitalisme yang demikian zalim pada rakyat.


Kesengsaraan Akibat Pajak dalam Sistem Kapitalis

Dalam sistem kapitalisme, pajak menjadi sumber pemasukan utama negara. Di Indonesia, kondisinya pun demikian. 

Negara dalam sistem kapitalisme menyerahkan kekayaan SDA pada swasta lokal maupun asing dan hanya mendapat dividen yang sangat kecil. Untuk membiayai kebutuhan negara, pemerintah menggenjot penerimaan pajak. Rakyat dikejar-kejar pajak, bahkan nyaris semua aspek dalam kehidupan dipajaki. Ini dilakukan demi mencapai target penerimaan pajak yang terus naik setiap tahunnya. Miris, kekayaan alam milik rakyat diberikan pada swasta kapitalis, tetapi rakyat justru dipaksa membayar pajak dalam jumlah besar.

Akibatnya, kehidupan rakyat makin sulit. Sedangkan para pengusaha kapitalis makin kaya raya. Gap pendapatan antara orang-orang kaya dengan rakyat miskin makin besar. 

Miris, inilah gambaran penerapan pajak dalam sistem kapitalisme yang menyengsarakan rakyat. Negara berposisi sebagai pemalak yang membebani rakyat dengan aneka pajak. Ini tidak lepas dari posisi penguasa dalam kapitalisme yang berposisi sebagai regulator. Ini sungguh berbeda dengan pengaturan dalam sistem Islam.


Sistem Ekonomi Islam Menyejahterakan

Bagaimana Di dalam sistem Islam ?, Di dalam Sistem Islam Penguasa berposisi sebagai ra’in (pengurus) terhadap urusan rakyat. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw., “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).

Negara Islam (Khilafah) menjalankan politik ekonomi Islam, yaitu memenuhi kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan) tiap individu dan mewujudkan kemampuan rakyat untuk memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier). Negara menerapkan sistem ekonomi Islam di bidang industri, pertanian, dan perdagangan sehingga mampu membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Dengan demikian, rakyat laki-laki dewasa bisa bekerja untuk menafkahi keluarganya sehingga mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan dengan layak.

Adapun pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan negara secara gratis dan berkualitas sehingga semua rakyat bisa menikmatinya tanpa biaya. Negara juga menyediakan fasilitas publik seperti transportasi, bahan bakar minyak, listrik, gas, dan lainnya dengan murah bahkan gratis sehingga rakyat mudah mengaksesnya. Dengan riayah (pengurusan) oleh Khilafah ini terwujudlah kesejahteraan pada tiap-tiap individu rakyat.

Negara Khilafah bisa mewujudkan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat tersebut karena memiliki APBN berupa baitulmal yang sumber pemasukannya luar biasa besar. 

Negeri-negeri muslim dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa, termasuk pertambangan yang terkategori kepemilikan umum. Dari sektor ini saja, dengan pengelolaan oleh negara berdasarkan syariat, akan memberikan hasil yang luar biasa nilainya secara ekonomi. Dengan penerimaan baitulmal yang luar biasa besarnya, terutama dari sektor pertambangan, Khilafah akan mampu membiayai belanja negara dan pembangunan tanpa mengalami defisit (berutang) dan tanpa memungut pajak.

Dengan demikian, Khilafah tidak akan menetapkan target pajak tahunan. Khilafah juga tidak akan memajaki rakyat seperti penguasa kapitalis hari ini. Memang ada salah satu pemasukan negara yang disebut pajak (dharibah), tetapi penerapannya jauh berbeda dengan pajak dalam kapitalisme.

Pajak di dalam sistem Islam hanya dipungut ketika kas negara kosong, sedangkan pada saat yang sama ada kebutuhan rakyat yang harus dipenuhi. Pajak tidak boleh dipungut ketika di baitulmal ada harta. Kebutuhan yang dipenuhi dengan memungut zakat adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi, akan menyebabkan terjadinya dharar, sedangkan dharar harus dihilangkan. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh ada bahaya (dharar) dan saling membahayakan.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad). Pajak tidak dipungut terus-menerus atau tahunan. Ketika kebutuhan dana sudah tercukupi, pemungutan pajak dihentikan.

Selain itu, pajak di dalam sistem Islam hanya dipungut dari laki-laki muslim kaya saja, sedangkan perempuan, anak-anak, orang miskin, dan nonmuslim tidak dipungut pajak. Dengan demikian, pemungutan pajak di dalam sistem Islam tidak akan menimbulkan kezaliman. Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar