Oleh: Zulfi Nindyatami, S.Pd.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah dilaksanakan di beberapa kota di Indonesia, baik kota besar seperti Jakarta maupun kota kecil seperti Purwakarta. Sejak awal masuk tahun ajaran baru program ini mulai dilaksanakan sedikit demi sedikit. Namun, dibalik itu, timbul banyak kontroversi di masyarakat juga pemerintahan.
Faktanya banyak komentar-komentar masyarakat yang memandang tidak efektif terhadap program ini. Berdasarkan data survei dari Center of Economic and Law Studies (Celios) tahun 2024, mayoritas responden, yaitu 59%, tidak setuju dengan program makan bergizi gratis. Masyarakat khawatir penyaluran MBG ini tidak tepat sasaran. Adapun penyalahgunaan dana alokasi yang menggiurkan banyak pihak menjadi ladang berbagai oknum untuk dimanfaatkan, (17/01/2025, https://goodstats.id).
Pada pembiayaan MBG pemerintah menurunkan biaya dari Rp 15.000 per porsi menjadi Rp 10.000. Hal ini banyak menuai kontra. Menurut ahli gizi dari IPB University, Ali Khosam menyatakan bahwa dengan anggaran sebesar itu akan sulit memenuhi kebutuhan gizi seimbang bagi anak-anak dan ibu hamil. Sri Iriyanti, Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Jayapura, menegaskan di Jayapura biaya untuk memenuhi standar kebutuhan gizi seimbang minimal Rp 20.000. Hal ini tentu cukup jauh dari kebijakan pemerintah. Selain itu, MBG juga membuat para penyedia makanan merasa tertekan dengan biaya sekecil itu, (17/01/2025, www.detiknews.com).
Pembiayaan program MBG tidak hanya dibebankan dari APBN, namun juga dari berbagai pihak. Beberapa anggota DPR menyarankan untuk keikutsertaan APBD dalam memenuhi anggaran tersebut. Pemerintah telah menetapkan anggaran sebesar RP. 71 Triliun untuk program MBG selama 6 bulan yakni hingga Juni 2025 dari APBN. Adapun rencana penambahan anggaran Rp. 140 Triliun pada Juli atau Agustus 2025. Namun, angka ini masih di bilang minimal dalam memenuhi kebutuhan gizi 82,9 juta pelajar, belum termasuk ibu hamil dan menyusui. Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamuddin mengusulkan tambahan anggaran dapat dibuka dari zakat, infak, sedekah (ZIS). Namun, usulan tersebut menuai pro dan kontra, terlebih zakat merupakan rukun islam yang sudah jelas aturannya menurut syariat. Sehingga, tidak bisa generalisasi penerima zakat yang dimaksudkan pada MBG, (17/01/2025, https://tempo.co).
Terjadi keracunan massal 40 siswa di SDN Dukuh 03 Sukoharjo setelah menyantap MBG, pada tanggal 16 Januari 2025 kemarin. Kasus ini langsung ditangani oleh Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana. Menurutnya ada kesalahan dalam teknik pengolahan makanan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) , sehingga harus ditarik dan diganti dengan menu baru. Sejumlah siswa yang keracunan dibawa ke puskesmas terdekat dan ditangani oleh petugas. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menyatakan bahwa harus adanya langkah preventif yang terukur pada program MBG ini, (17/01/2025), https://tempo.co).
Sederet fakta terkait program Makan Bergizi Gratis memunculkan banyak polemik di masyarakat. Mulai dari anggaran pembiayaan, kualitas, dan penerima manfaat program tersebut. Pemerintah mencanangkan program ini untuk menekan angka stunting di Indonesia yang menduduki peringkat ke-115 negara dari 151 negara. Namun, program yang belum matang dari segala sisi ini dapat membahayakan negara. Terlebih Indonesia saat ini sedang dalam krisis ekonomi. Jika pemerintah terus melanjutkan program ini di tengah banyaknya krisis, ini akan menjadi boomerang bagi pemerintahan saat ini.
Ekspetasi masyarakat yang tinggi membuat pemerintah kewalahan dalam mengoptimalkan program MBG di awal pemerintahannya. Apabila terlalu banyak pihak luar terlibat dan tidak jelas regulasinya, maka akan timbul ketidakjelasan. Sejumlah pihak yang ingin terlibat pun tidak serta merta tanpa imbalan, maka negara harus merencanakan anggaran untuk pihak-pihak yang terlibat. Seperti pembangunan dapur umum, pegawai juru masak, kelogistikan dan lain-lain. Hal ini, dapat membebani keuangan negara yang sedang tidak baik-baik saja. Belum akhirnya oknum-oknum yang menyalahgunakan anggaran sebagai lahan basah terjadinya tindak pidana korupsi.
Inilah potret buram sistem kapitalisme dalam memenuhi ekspetasi masyarakat. Pemerintah terlalu memaksakan dalam merencanakan program. Mereka terburu-buru untuk meyakinkan masyarakat dalam penerapan sistem ini. Sistem yang jauh dari agama inilah menggunakan asas manfaat sebagai dasar pelaksanaan kebijakan. Mereka memanfaatkan peluang ekspetasi masyarakat di tengah-tengah kebutuhan pokok meningkat dan angka stunting meningkat.
Apabila jalan buntu yang dipakai akan timbul masalah baru yang harus pemerintah hadapi. Masalah yang besar dan terdesak menurut sistem kapitalis ialah dari segi ekonomi. Tidak akan optimal program Makan Bergizi Gratis jika dilakukan dalam kondisi krisis ekonomi. Pihak-pihak yang terlibat pun berpikir keras, untuk melanjutkan dan mempertahankan program tersebut. Di sisi lain, pembangunan nasional juga membutuhkan perhatian khusus. Alih-alih ingin mengejar kepercayaan masyarakat, namun faktanya jauh dari harapan.
Berbeda dengan sistem yang melibatkan seluruh aktivitas dengan ibadah yakni sistem islam. Dalam sistem islam pemerintah adalah pelayan umat (raa'in) dalam menyejahterakan masyarakat. Islam mengatur segala program untuk membantu masyarakat dalam memenuhi segala kebutuhan secara detail. Islam mengharamkan jaminan kualitas pemenuhan gizi anak bergantung pada orang-orang kafir (investasi). Pengaturan islam dalam memenuhi kebutuhan gizi dapat dimulai dari keluarga. Dimana negara harus memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan bagi pencari nafkah (kepala keluarga) untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan hingga papan. Artinya negara bertanggungjawab penuh atas kelayakan pekerjaan rakyatnya. Selanjutnya, negara memastikan tidak adanya rakyat yang kelaparan.
Islam juga mengatur dalam pengelolaan distribusi pangan yang tidak bergantung pada investor asing serta impor. Negara dapat membangun secara mandiri dalam food suply chain tanpa bergantung pada swasta/asing (17/01/2025, https://muslimahnews.net). Negara wajib menjamin segala kebutuhan masyarakat terutama para generasi penerus. Kesehatan dan gizi seimbang sangat diperhatikan dalam islam, pemilihan makanan yang halal dan toyyib sudah menjadi kebiasaan masyarakat islam. Hal ini, pastinya didukung oleh negara yang menyediakan kebutuhan dengan sebaik mungkin.
Inilah sistem islam yang mengatur segala kehidupan masyarakat secara komprehensif. Pemenuhan gizi yang melibatkan kesejahteraan keluarga, kelayakan pekerjaan hingga terhindar dari pembiayaan para investor asing/swasta. Sehingga kesejahteraan tidak hanya dirasakan oleh individu saja, namun juga negara dengan penerapan sistem islam. Kehidupan yang gemilang akan dirasakan oleh seluruh penghuni bumi tanpa terkecuali. Maka dari itu, sudah saatnya kita kembali pada aturan yang melibatkan agama dalam seluruh aspek kehidupan yakni dengan kepemimpinan islam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar