Rajab Momentum Persatuan Umat dan Kemenangan Islam


Oleh : Hanum Hanindita, S.Si.

Malam 1 Rajab 1446 H pada tahun ini bertepatan pula dengan momen pergantian tahun 2024 menuju 2025. Hal ini menjadikan malam pergantian tahun tidak hanya bermakna sebagai pergantian tahun baru Masehi, tetapi juga sebagai awal bulan yang mulia dalam Islam. Akhirnya kita pun kembali lagi membuka lembaran baru hari-hari di tahun 2025. Kita pun saat ini tengah berada pada kepemimpinan yang baru setelah belum lama ini dilakukan proses pengangkatan Presiden dan Wapres terpilih untuk masa jabatan 2024-2029. Lantas akankah kepemimpinan yang baru ini membawa perubahan yang nyata dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya? Sementara di belahan dunia lain, akankah tahun baru ini membawa kemerdekaan untuk saudara-saudara muslim yang saat ini sedang terjajah dan terampas hak-haknya?


Dunia Tanpa Perisai

Kenyataannya adalah sistem kapitalisme yang hingga hari ini masih diadopsi oleh banyak negara di dunia, termasuk negeri-negeri muslim, salah satunya Indonesia, semakin hari menampakkan kebobrokannya. Jangan heran, sebab dalam sistem kapitalisme kedaulatan berada di tangan oligarki. Sudah bisa ditebak, dalam kondisi demikian akan lahir banyak kebijakan atau aturan demi kepentingan mereka, bukan untuk kemaslahatan atau kebaikan umat. 

Padahal jauh sebelum kapitalisme menguasai dunia, ada satu ideologi yang begitu harum namanya sampai ke seluruh dunia, dimana kekuatannya mengalahkan negara-negara manapun. Landasan ideologi tersebut bahkan mampu menyatukan 2/3 belahan dunia dalam satu kepemimpinan, dimana kejayaannya begitu terkenal seantero dunia. Itulah ideologi Islam dalam bingkai Khilafah. Khilafah berdiri kokoh menjadi perisai (junnah) dan pengurus (ra'in) umat. Kemuliaan Islam terjaga di tempat tertingginya. Harta dan nyawa kaum muslim terjaga. Rakyat pun hidup penuh berkah dan sejahtera.

Namun, saat ini kekuatan tersebut tengah terkubur. Kekuatan ini runtuh karena adanya pengkhianantan dan konspirasi. Hal ini dimulai dari runtuhnya Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki yang merupakan Khilafah terakhir umat Islam. Sejak saat itu, Mustafa Kemal laknatullah mengubah Turki menjadi negara sekuler.

Keruntuhan Khilafah sendiri menjadi tragedi yang sangat memilukan dan menyakitkan bagi umat, sebab ini juga sekaligus menjadi momen hilangnya perisai dan pengurus umat, yang selama ini melindungi dan membela mereka. Tanpa perisai itu tidak ada yang menjaga dari kerusakan akidah. Darah kaum muslim tak lagi berharga. Wilayah dan harta umat Islam direnggut paksa dan dibagi-bagi oleh para penjajah dengan serakah. Umat betul-betul telah kehilangan penjaganya. Kini mereka terlantar, tertindas, terkoyak-koyak dan terhinakan. Ajaran Islam selalu menjadi sasaran kebencian. Kehormatan umat Islam jatuh di titik yang paling rendah.

Paling tidak, ada tiga hal yang terjadi secara signifikan kepada nasib Islam dan kaum muslim yang hidup tanpa naungan Khilafah.

Pertama, hilangnya persatuan dan kesatuan umat Islam di seluruh dunia. Karena hilangnya satu kepemimpinan, Umat Islam terpecah belah menjadi negara kebangsaan yang amat banyak dan dibatasi wilayah yang tidak boleh dilanggar. 

Akibat batas ini, segala tragedi kemanusiaan yang menimpa kaum muslim, bukanlah menjadi urusan kaum muslim di belahan dunia lainnya. Umat Islam jadi saling abai satu sama lain. 

Saudara kita di belahan bumi yang lain seperti muslim di Palestina terus mendapatkan penyiksaan dan perlakuan keji dari musuh-musuh Islam. Namun, karena nasionalisme dan batas negara kita tidak mampu memberikan pertolongan dan perlindungan yang nyata. Tidak ada keadilan dalam sistem sekularisme kapitalisme untuk muslim di Palestina. Sistem inilah yang telah memberikan jalan pada penjajah Zionis untuk membantai muslim di sana, bahkan sampai anak-anak Gaza.

Kalaupun ada sekelompok umat yang sadar bahwa kita adalah umat yang satu, tidak ada yang bisa dilakukan selain ikut merasa marah, mengecam, sedih, dan mendoakan atas apa yang menimpa mereka.

Ini baru di Palestina, nasib yang sama juga menimpa kaum muslim lainnya seperti di India, Rohingya, Uighur dan masih banyak lagi di wilayah lainnya.

Kedua, tidak adanya penerapan Islam secara kafah dalam bingkai negara. Keagungan serta kemuliaan Islam dan umatnya itu akan terlihat ketika aturan Islam diterapkan secara kafah dalam sistem kenegaraan. Namun karena asas negara yang digunakan adalah sekularisme kapitalisme, maka sistem pemerintahan dan kepemimpinan bukanlah berasal dari Al- Khaliq Al- Mudabbir, melainkan sistem buatan manusia, sebagai makhluk yang serba terbatas. Aturan ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, dan politik dibuat bebas tanpa batas. 

Semua kebijakan yang lahir pun, hanya berpihak elite tertentu saja. Sekularisme kapitalisme menjadikan penguasa hanya menjadi regulator dan fasilitaor yang meniscayakan memberikan kebebasan pada para pemilik modal raksasa untuk menguasai kekayaan negara. Akibatnya kebijakan yang lahir menguntungkan mereka namun menindas rakyat jelata.

Kezaliman dan ketidakadilan akhirnya terjadi dimana-mana dan selalu rakyat kecil yang menjadi korbannya. Umat Islam harus menghadapi berbagai persoalan hampir di seluruh aspek kehidupan. Mulai dari tingginya biaya pendidikan dengan kualitas yang masih jauh dari harapan serta ouput generasi yang kering iman dan miskin moral. Kemudian masalah kesehatan yang juga berbiaya sangat tinggi. Kebijakan pajak di awal 2025 pun tak kalah ngeri. PPN 12 % sudah pasti akan makin menyengsarakan rakyat. Di sisi lain pengusaha besar khususnya asing malah diberi keringanan pajak dengan alasan menarik investor yang akan berdampak pada pembangunan negara. Padahal pembangunan itu juga tidak seutuhnya menguntungkan rakyat, tetapi menguntungkan para kapital serakah.

Ketiga, menghalangi perluasan dakwah Islam. Jangankan untuk memperluas penyebaran Islam secara kafah, agama Islam saat ini selalu dijadikan tertuduh di berbagai kesempatan. Tidak hanya itu, penistaan agama dan simbol-simbol Islam terus terjadi oleh mereka yang membenci Islam dan dakwah. Pelakunya pun terus bebas tanpa beban. Sepak terjang para pembenci Islam pun semakin parah, mereka terus melabeli Islam dengan sebutan radikal dan teroris. 

Arus toleransi dan moderasi Islam juga terus digencarkan untuk menghilangkan jati diri muslim sejati dan juga mengacak- ngacak hukum Islam. Hal yang membuat semakin menyedihkan adalah kebencian terhadap ajaran Islam dan dakwah justru banyak ditampakkan oleh sesama orang yang mengaku muslim.


Dunia Dengan Islam

Keadaan yang sangat berbeda ketika dulu Islam memimpin dunia dan menjadi mercusuar peradaban. Umat Islam berada dalam satu kesatuan dan mendapatkan perlindungan harta dan nyawa. Penerapan Islam secara kafah melahirkan keadilan, kesejahteraan, keamanan dan kehidupan yang harmonis di seluruh level masyarakat, bahkan orang-orang nonmuslim yang menjadi bagian dari warga negara Khilafah pun merasakannya. Dakwah Islam juga tersebar di berbagai belahan dunia. Cahaya Islam benar-benar menembus dan menerangi segala penjuru.

Kehebatan peradaban itu disebabkan Islam meletakkan dasar-dasar kepercayaan dan keyakinan hanyalah pada Allah Swt., bukan pada harta, hawa nafsu, atau kemegahan. Semua aktivitas hanyalah untuk Allah Swt.. Ketundukan dan penghambaan hanya kepada Allah Swt., bukan dengan makhluk. Inilah kekuatan akidah.
 
Karena itu, tak heran bila akhirnya kekuatan Islam yang berakar dari akidah serta berporos pada Al-quran mampu menaklukkan berbagai wilayah negara. Di mulai dari masa Rasulullah, kemudian diteruskan di masa Khulafaur Rasyidin, hingga masa tabiin dan munculnya berbagai Kekhilafahan Islam di sejumlah negara, seperti Khilafah Abbasiyah, Umayyah, dan Utsmaniyah. Dari kekuatan itu pula, umat Islam mampu membentuk peradaban gemilang di wilayah kekuasaan Islam tersebut dan disegani posisinya oleh negara-negara di dunia.


Saatnya Berjuang Untuk Perubahan

Kini setidaknya telah satu abad Daulah Khilafah hilang dari tengah-tengah umat. Musuh-musuh Islam membuat pemimpin negeri-negeri muslim tunduk di kaki mereka dan hanya memperjuangkan kepentingan penjajah. Kebutuhan dan kepentingan rakyat diabaikan. Segala dokumentasi yang berhubungan dengan kejayaan Islam telah lama dimusnahkan. Umat Islam hanya mencukupkan agama sebatas ibadah ritual saja. Begitulah kondisi sebagian umat Islam saat ini. Sungguh sangat menyedihkan.

Oleh karena itu sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa berbagai kesengsaraan, kezaliman, keterpurukan, penderitaan dan ketidakadilan ini akibat tidak adanya junnah (perisai) yang melindungi kaum muslim. Sudah saatnya kaum muslim sadar dan bangkit dari keterpurukan ini. Ini adalah saat yang tepat untuk menyampaikan dan menyadarkan umat untuk bergerak dan berjuang melakukan perubahan. Segeralah Kita menyongsong kebangkitan. Kemenangan dan kebangkitan adalah suatu keniscayaan, karena janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah bagi kita yang yakin.

Momen Rajab harus menjadi pengingat semangat perjuangan kaum muslim dalam menjaga tingginya kalimat Allah di muka bumi. Tercatat banyak peristiwa penting di bulan Rajab yang mencerminkan betapa gigihnya mereka dalam membela Islam. Di antara peristiwa penting itu, salah satunya adalah pembebasan Baitul Maqdis pada 27 Rajab 583 H, di bawah kepemimpinan Salahuddin Al-Ayyubi. Bersama pasukan umat Islam, Salahuddin Al-Ayyubi mengepung Kota Yerusalem untuk membebaskan Baitul Maqdis yang sebelumnya dikuasai oleh Tentara Salib selama 88 tahun. Peristiwa bersejarah ini menandai kembalinya azan dan salat Jumat di masjid Al-Aqsa.

Perjuangan kaum muslim harus kita jadikan teladan untuk berjuang pula dalam mengembalikan kemuliaan Islam yang kini tengah tenggelam. Kewajiban menegakkannya kembali membutuhkan usaha besar umat Islam dan harus menjadi agenda bersama yang diprioritaskan dan diperjuangkan dengan upaya terbaik sepanjang tahun.

Sudah saatnya para pengemban dakwah Islam untuk bangkit dan bersungguh-sungguh berjuang dalam mewujudkan janji Allah Swt. berupa kembalinya Khilafah Islam ala minhajin nubuwwah. Karena sesungguhnya pertolongan Allah Swt. itu juga harus kita raih dengan tekad kuat dan keikhlasan dalam berjuang, tidak hanya berdiam diri. Sungguh, kita pasti tidak menginginkan hidup tanpa keberkahan. Jadikan Rajab ini sebagai pembuktian diri dalam mempersembahkan amalan dan perjuangan terbaik, hanya untuk Allah Swt. demi tegaknya dienul Islam. Wallahua'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar