Oleh: Ferdina Kurniawati (Aktivis Dakwah)
Tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 5,78 persen di tahun 2024 atau mengalami penurunan sebesar 0,33 persen dibandingkan dengan data penduduk miskin pada 2023.
“Terjadi penurunan persentase tingkat kemiskinan dari 6,11 persen di 2023, menurun hingga 5,78 pada 2024,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Timur Sri Wahyuni di Samarinda, Jumat.
Sekda Sri Wahyuni mengungkapkan tingkat kemiskinan di kabupaten dan kota tertinggi terjadi pada Kabupaten Mahakam Ulu, dan Kutai Barat berada di atas rata-rata provinsi dan nasional, diikuti Paser dan Kutai Timur pada angka 9 persen.
Namun jika dilihat dari jumlah penduduk, Kabupaten Kutai Kartanegara mencatatkan angka kemiskinan yang cukup tinggi sebanyak 62.360 jiwa. Selanjutnya Samarinda mencapai 42.840 jiwa.
“Sementara di Kutai Timur jumlah penduduk miskin sebanyak 37,780 jiwa,” paparnya.
Meski begitu, lanjut Sri Wahyuni, untuk kemiskinan ekstrem, mengacu data dari Badan Pusat Statistik, Kaltim secara nasional tercatat memiliki angka kemiskinan ekstrem terendah setelah Provinsi Bali dan Kepulauan Riau pada 2024.
Pemerintahan baru Presiden Prabowo dan Wapres Gibran pada tahun 2029 menargetkan angka kemiskinan nasional sebesar 6 persen dan tahun 2026 kemiskinan ekstrem ditargetkan nol persen.
Sri Wahyuni meminta permasalahan data kemiskinan perlu mendapat perhatian, termasuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstreem (P3KE) yang menjadi poin penting dalam subtansi penanganan kemiskinan yang tepat sasaran.
“Melalui rakor diharapkan kabupaten dan kota dapat memberikan informasi perkembangan terakhir terkait verifikasi dan validasi data kemiskinan,” ujarnya.
Data tersebut nanti dapat disepakati dan menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan penanganan kemiskinan provinsi serta kabupaten/kota se-Kaltim.
Pemerintahan baru RI era Prabowo menargetkan penurunan kemiskinan ekstrem di Indonesia menjadi 0% pada 2026. Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko mengatakan, kemiskinan ekstrem tahun ini sebesar 0,8% dan ditargetkan menjadi 0% pada 2026. Sedangkan angka kemiskinan dari 9,03% pada tahun ini, ditargetkan menjadi 5% pada 2029.
Jika berbicara standar garis kemiskinan yang ditetapkan pemerintah, pada Maret 2024, sebesar Rp582.932 per kapita per bulan dan garis kemiskinan pangannya sebesar Rp433.906 per kapita per bulan. Artinya, orang berpenghasilan Rp600.000 per bulan tidak bisa dikatakan miskin, padahal harga pangan pokok semakin mahal. Belum lagi biaya tarif air, listrik, BBM, dan segala jenis pajak, tentu semua itu makin membebani rakyat miskin. Melihat itu semua, pengentasan kemiskinan adalah delusi.
Kapitalisme Mustahil Mengentaskan Kemiskinan
Target pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, juga swasembada pangan dan energi, patut diragukan keberhasilannya. Sebabnya, pemerintah masih menggunakan sistem kapitalisme dalam mengatur perekonomian dan pemerintahannya. Setidaknya ada lima hal yang bisa dibahas dalam kaitannya dengan sistem ekonomi kapitalisme yang mustahil mengentaskan kemiskinan.
Pertama, sistem ekonomi kapitalisme menempatkan negara sebagai pihak yang tidak bisa berbuat apa-apa selain membuat regulasi. Rakyat tidak akan terpenuhi seluruh kebutuhannya karena negara tidak mengurusi kebutuhan umat. Hubungan negara dengan rakyat hanya sebatas hubungan dagang seperti antara penjual dan pembeli. Rakyat membeli sejumlah kebutuhan dengan membayar pajak, sedangkan pemerintah menjual sejumlah kebutuhan. Jika mekanismenya demikian, pengentasan kemiskinan akan sulit diberantas mengingat tidak semua rakyat mampu membeli barang/kebutuhan hidup.
Kedua, sistem ekonomi kapitalisme menciptakan korporatokrasi yakni pemerintahan yang dikuasai oleh pemilik modal. Dalam hal ini, pemegang keputusan tertingginya adalah para pemilik modal alias pengusaha besar. Regulasi yang ditetapkan tidak akan mampu melindungi rakyat dari keburukan termasuk kemiskinan karena pengendalinya adalah pemilik modal. Sebagai contoh, UU Cipta Kerja yang disahkan di atas penolakan mayoritas masyarakat begitu nyata berpihak pada keuntungan korporasi. Hal ini misalnya pasal yang mengatur formulasi upah buruh, yang menyebabkan buruh makin rendah upahnya.
Ketiga, pembangunan bertumpu pada investasi. Alasan pemerintah tidak bisa menaikkan UMR lebih dari 5% pada 2025 adalah terkait dengan stabilitas perusahaan yang bisa berimplikasi pada menurunnya investasi. Sebabnya, upah adalah salah satu faktor yang memengaruhi masuknya investasi ke negeri ini. Jika upah ditekan, hal itu dianggap mampu meningkatkan investasi.
Hanya saja, saat investasi terus dikejar dengan alasan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, pada kenyataannya tidak signifikan menciptakan lapangan kerja. Bahkan kerusakan alam akibat pembangunan infrastruktur demi mengejar investasi jauh lebih besar daripada terbukanya lapangan pekerjaan. Lebih parah lagi, PHK pun makin tinggi. Adapun angka pengangguran yang menurun akibat banyaknya para buruh pabrik yang di-PHK, masuk ke sektor nonformal. Buktinya, sektor pertanian dan perdagangan semakin tinggi angka penyerapan tenaga kerjanya.
Keempat, sistem ekonomi kapitalisme meliberalisasi semua sektor termasuk SDA. Kekayaan SDA yang seharusnya dikelola oleh negara justru diserahkan atau dikelola oleh asing. Nomina keuntungan hanya akan mengalir pada segelintir orang saja, khususnya pemodal. SDA tambang, gas, minyak, hingga potensi kelautan, semuanya dikuasai swasta. Inilah yang menyebabkan kemiskinan makin tinggi karena mayoritas rakyat makin sulit mengakses kebutuhan hidupnya. Lebih jauh, swasembada energi dan pangan juga makin sulit terwujud jika negara masih saja meliberalisasi semua sektor.
Kelima, kapitalisme menyebabkan kapitalisasi terjadi di segala sektor termasuk pertanian dari hulu ke hilir. Penguasaan saprotan, mulai dari pupuk, bibit atau benih, pestisida, alat pertanian semuanya juga dikuasai swasta. Di sisi lain, kebijakan pertanian benar-benar tidak memihak petani. Hal ini misalnya alih fungsi lahan pertanian dan pengurangan subsidi saprotan. Inilah yang menyebabkan para petani miskin.
Pengentasan kemiskinan bukan hanya mustahil terwujud di Indonesia, tetapi juga di dunia secara global. Sebabnya, kepemimpinan dunia hari ini dikendalikan oleh sistem ekonomi kapitalisme. Realitasnya, negara-negara supermakmur adalah pihak yang menciptakan kemiskinan global. Mereka adalah negara-negara kapitalis yang rakus dan hanya fokus pada keuntungan tanpa memedulikan dampaknya bagi masyarakat dunia.
Oleh karena itu, dunia jangan berharap pada negara-negara maju sebab mereka sama sekali tidak menginginkan kedamaian bagi umat manusia. Perang yang terjadi di Ukraina dan genosida di Gaza Palestina bahkan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan negara-negara supermakmur yang rakus sehingga bisa melakukan segala cara untuk mempertahankan hegemoninya.
Sistem Ekonomi Islam
Umat membutuhkan ekonomi yang lahir dari aturan dari Allah Swt., yaitu sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam tidak hanya membawa umat pada kebaikan tetapi juga pada keberkahan yang mustahil diberikan oleh sistem ekonomi kapitalisme.
Sistem ekonomi Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam mengurus urusan umat. Hubungan rakyat dengan penguasa adalah pelayan dan tuannya. Penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya. Inilah sebaik-baik hubungan yang akan melahirkan kesejahteraan dan keadilan. Pemerintah dengan visinya melayani umat, mampu menyelesaikan seluruh persoalan umat, termasuk kemiskinan.
Mekanisme sistem ekonomi Islam dalam memberantas kemiskinan, pertama adalah dengan menjamin kebutuhan primer. Islam menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Terpenuhinya ketiga kebutuhan tersebut adalah standar kategori kesejahteraan seseorang. Pengukurannya individu per individu, bukan per kapita.
Adapun mekanisme jaminan pemenuhan kebutuhan primer dalam Islam, yakni pertama, Islam mewajibkan setiap kepala keluarga untuk bekerja. Kedua, mewajibkan kerabat dekat membantu saudaranya jika ada kerabatnya yang tidak mampu bekerja karena keterbatasannya seperti sakit atau cacat. Ketiga, mewajibkan negara membantu rakyat miskin jika kerabatnya tidak mampu. Keempat, mewajibkan kaum muslim membantu jika kas baitulmal kosong, bisa dengan secara langsung dari kaum muslim yang kaya ataupun negara mewajibkan dharibah (pungutan temporal) pada orang kaya laki-laki muslim saja. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, lalu di antara mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan Allah SWT terlepas dari mereka.” (HR Ahmad).
Kedua, regulasi kepemilikan. Syariat telah mengatur masalah kepemilikan ini sedemikian rupa sehingga akan mampu mencegah kemiskinan. Regulasi kepemilikan tersebut mencakup tiga aspek, yakni jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan mekanisme distribusi kekayaan di tengah-tengah umat.
Jenis kepemilikan sendiri dibagi tiga, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Harta kepemilikan umum seperti SDA melimpah haram dikuasai swasta (lokal/asing). Untuk pengelolaan kepemilikan, terbagi dua cara, yakni pengembangan kepemilikan dan penggunaan harta. Islam melarang seseorang untuk melakukan riba. Di dalam sistem ekonomi Islam, aktivitas riba hilang dan harta tidak menumpuk pada segelintir orang seperti yang terjadi saat ini.
Terkait dengan distribusi kekayaan di tengah umat, Islam menganggapnya sebagai kunci keberhasilan pengentasan kemiskinan. Islam menetapkan bahwa yang menjadi pengendali distribusi harta adalah negara sehingga negara wajib mendistribusikan harta pada yang membutuhkan.
Ketiga, sistem keuangan yang stabil. Baitulmal memiliki mekanisme yang kuat agar pemasukan melimpah dan pengeluaran sesuai dengan prioritas. Pemasukan baitulmal dari fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan sedekah. Hal ini tentu berbeda dengan saat ini, yakni kondisi kas negara yang lemah karena pemasukannya bertumpu pada pajak dan ditambal dengan utang luar negeri. Wajar saja sampai kapan pun tidak akan bisa mensejahterakan. Begitu pun pengeluarannya, baitulmal menggunakan skala prioritas umat, bukan prioritas pemilik modal seperti yang terjadi saat ini.
Keempat, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan. SDA yang dikelola mandiri dan kebijakan negara yang independen akan mampu menghasilkan banyak lapangan pekerjaan bagi rakyat. Bukan hanya lapangan pekerjaan, tetapi juga insentif yang layak bagi mereka. Dengan begitu, para buruh pabrik dan tani bisa mendapatkan upah yang layak sesuai dengan manfaat tenaga yang diberikan oleh mereka.
Kelima, menyediakan akses pendidikan. Masalah kemiskinan erat kaitannya dengan kualitas SDM yang rendah, baik dari sisi kepribadian maupun keterampilannya. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pendidikan yang berkualitas dan menjangkau seluruh rakyat. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi negara. Sedangkan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam beserta kekuatan baitulmalnya akan mampu mewujudkan sistem pendidikan terbaik dan berkualitas.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar