Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah memberi tahu Kongres tentang keputusannya untuk menjual senjata senilai USD8 miliar (lebih dari Rp129,7 triliun) ke Israel. Langkah tersebut mengabaikan kondisi Gaza, di mana lebih dari 45.000 orang telah tewas sejak perang brutal militer Zionis dimulai 7 Oktober 2023. Keputusan pemerintah Biden itu diungkap dua pejabat Washington, dengan menambahkan bahwa Amerika tetap mendukung Israel di tengah perangnya melawan Hamas yang sudah lebih dari setahun. Kesepakatan itu memerlukan persetujuan dari DPR dan komite Senat dan mencakup amunisi untuk jet tempur dan helikopter serang serta peluru artileri. Paket itu juga mencakup bom berdiameter kecil dan hulu ledak, menurut kedua sumber tersebut. (SINDOnews, 5/1/2025).
Sungguh hal itu jauh dari janjinya saat kampanye pemilu beberapa waktu lalu yang telah sanggup mengecoh warga muslim di sana untuk memberikan hak suaranya dan memilih dia. Janji tinggallah janji, apalagi di sistem kapitalisme janji saat kampanye dihalalkan sebagaimana penjual barang/jasa saat mempromosikan barang/jasa dagangannya.
Padahal para pengunjuk rasa telah berbulan-bulan menuntut embargo senjata terhadap Israel, tetapi kebijakan AS sebagian besar tetap tidak berubah. Pada bulan Agustus, AS menyetujui penjualan jet tempur dan peralatan militer lainnya senilai USD20 miliar ke Israel. Pemerintahan Biden mengatakan bahwa mereka membantu sekutunya mempertahankan diri dari kelompok militan yang didukung Iran seperti Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman. (Reuters, 5/1/2025).
Mahkamah Pidana Internasional juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin entitas Zion*s Yahudi Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant. Mereka dituduh telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Entitas Zion*s Yahudi juga tengah menghadapi gugatan kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya dalam perang di wilayah kantong Palestina itu.
Berbagai seruan internasional untuk menghentikan genosida di Gaza masih saja tidak mempan untuk menghentikan kebrutalan entitas Zion*s Yahudi. PBB tidak hanya bicara selaku organisasi internasional dengan resolusinya, tetapi badan-badan di bawahnya juga merilis data dan pernyataan demi menghentikan serangan entitas Zion*s Yahudi dan dampak buruk yang ditimbulkannya.
Hanya saja, solusi yang diserukan dunia internasional bagi krisis Palestina masih sebatas solusi dua negara. Seolah-olah tidak ada solusi lain yang lebih mampu menuntaskan krisis di sana. Sedangkan krisis Palestina sudah melebihi batas kemanusiaan dan terkategori genosida.
Serangan Zion*s Yahudi terhadap fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit menegaskan bahwa mereka tidak hanya menyasar Hamas, tetapi memang menargetkan pembantaian warga sipil dengan korban terbesar adalah kalangan perempuan dan anak-anak. Serangan kepada Hamas sekadar dalih untuk terus melakukan pembantaian.
Dalam rangka menyolusi krisis Palestina, semua pihak semestinya fokus dengan fakta terjadinya gelombang migrasi warga Yahudi ke Palestina sebagai cikal bakal berdirinya entitas Zion*s Yahudi. Juga tindakan perampasan dan pengusiran yang Zion*s Yahudi lakukan terhadap warga muslim Palestina dari rumah-rumah mereka, sebagai konsekuensi peningkatan jumlah warga Yahudi. Oleh karenanya, solusi atas krisis Palestina adalah merebut kembali tanah dan rumah warga muslim Palestina dari tangan Yahudi, bukan malah menawarkan untuk berbagi tanah dengan penjajah.
Selanjutnya, dibutuhkan aktivitas jihad untuk merebut tanah Palestina tersebut. Juga pengiriman bantuan militer dari negeri-negeri muslim, terutama yang lokasinya terdekat. Sayang, yang terjadi malah sebaliknya. Negeri-negeri muslim menormalisasi hubungan dengan entitas Zion*s Yahudi. Ini tentu saja mengkhianati persaudaraan seakidah dengan warga muslim Palestina.
Status tanah Palestina adalah tanah kharajiyah yang menjadi milik kaum muslim hingga hari kiamat. Untuk itu, sungguh tidak layak tanah Palestina dikuasai kafir penjajah. Miris, para pemimpin negeri muslim malah menyetujui solusi dua negara bagi Palestina. Ini adalah pengkhianatan terhadap kewajiban menjaga Palestina sebagai tanah milik kaum muslim.
Melihat kondisi Gaza maupun Palestina seluruhnya, kaum muslim tidak bisa mengharapkan solusi dari dunia internasional. Mereka hanya sibuk mengecam dan sebatas mengirimkan bantuan, tanpa ada satu pun yang bersedia mengirimkan bantuan tentara untuk melawan entitas Zion*s Yahudi.
Para pemimpin negeri muslim pun nyatanya hanya menjadikan isu Palestina sekadar pencitraan sebagai topeng untuk menunjukkan empati pada Palestina. Namun, mereka menyetujui solusi dua negara untuk Palestina. Ini menunjukkan bahwa keberpihakan mereka tidak tulus untuk kemaslahatan tanah para Nabi itu karena solusi tersebut adalah arahan Barat. Pantaslah jika perang ideologi di Palestina hingga kini tidak kunjung usai.
Kaum muslim harus sadar bahwa keadilan bagi Palestina maupun kaum muslim di seluruh dunia mustahil diperoleh dari sistem kapitalisme yang memang lahir dari rahim musuh-musuh Islam. Terlebih, sistem kapitalisme inilah yang telah memberikan jalan pada penjajah Zion*s untuk membantai warga Gaza.
Ini sebagaimana firman Allah SWT.,
ÙˆَÙ„َÙ†ْ تَرْضٰÙ‰ عَÙ†ْÙƒَ الْÙŠَÙ‡ُÙˆْدُ ÙˆَÙ„َا النَّصٰرٰÙ‰ ØَتّٰÙ‰ تَتَّبِعَ Ù…ِÙ„َّتَÙ‡ُÙ…ْ ۗ Ù‚ُÙ„ْ اِÙ†َّ Ù‡ُدَÙ‰ اللّٰÙ‡ِ Ù‡ُÙˆَ الْÙ‡ُدٰÙ‰ ۗ ÙˆَÙ„َئِÙ†ِ اتَّبَعْتَ اَÙ‡ْÙˆَآØ¡َÙ‡ُÙ…ْ بَعْدَ الَّØ°ِÙŠْ جَآØ¡َÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْعِÙ„ْÙ…ِ ۙ Ù…َا Ù„َـكَ Ù…ِÙ†َ اللّٰÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَّÙ„ِÙŠٍّ ÙˆَّÙ„َا Ù†َصِÙŠْرٍ
"Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah." (QS. Al-Baqarah: 120).
Oleh sebab itu, kaum muslim harus punya agenda sendiri, yakni dengan menyatukan pemikiran dan perasaan seluruh dunia Islam. Juga membangkitkan pemikiran dan kebutuhan mereka akan penerapan syariat Islam kaffah melalui cita-cita tegaknya Khilafah.
Selanjutnya, kebangkitan ideologi Islam yang semula masih tertidur dalam diri umat akan menggerakkan pemuda-pemuda terkhusus di Timur Tengah untuk bangkit melawan rezim di negeri mereka masing-masing agar bergerak mengirimkan tentara ke Palestina untuk membebaskan wilayah tersebut dari pendudukan kafir penjajah Zion*s Yahudi.
Agenda besar ini jangan sampai dibajak oleh Barat yang malah akan memperburuk kondisi kaum muslim, di Palestina maupun di seluruh dunia. Sungguh, aktivitas membangkitkan umat ini hanya bisa dilakukan oleh partai politik Islam ideologis. Partai tersebut akan memimpin umat serta melakukan pembinaan kepada para pemuda dengan tsaqafah Islam dan pemahaman Islam politik sehingga menjadikan mereka sebagai sosok-sosok yang berkepribadian Islam dengan memiliki pola pikir (akliah) dan pola sikap (nafsiah) Islam. Semua itu sebagai bekal untuk melahirkan kader-kader dakwah mumpuni dalam rangka mengantarkan umat menuju perubahan hakiki.
Para pemuda kader dakwah itu harus menuntut tegaknya Khilafah. Mereka juga akan mengangkat seorang khalifah untuk memimpin kaum muslim dalam membebaskan Palestina. Khilafah akan berperan menjadi junnah (perisai) bagi umat. Tidak hanya warga Palestina yang bisa dibebaskan dari konflik dan penjajahan di negerinya, tetapi juga warga di negeri-negeri muslim lain seperti Sudan, Lebanon, Myanmar, Suriah, dan Yaman. Mari kita bersama-sama mewujudkannya dengan mengkaji Islam Kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis.
Wallahua'lam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar