Waspada Rekayasa Sosial Waria


Oleh : Lisa Agustin (Aktivis Muslimah)

Kaum pelangi mulai beraksi di Kaltim. Bulan Desember yang lalu telah beredar pesan gambar melalui WhatsApp bertuliskan Great Fest Vol.4 Pesta Rakyat Akhir Tahun 2024, Kontes Waria, di Pasar Induk Nenang, Kecamatan Penajam, PPU.

Secara jelas disampaikan akan ada kontes waria (wanita pria) di pesta rakyat akhir tahun tersebut. Hal ini langsung direspon oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), KH Abu Hasan Mubarok, segera mengeluarkan sikap tegas penolakan rencana penyelenggaraan kontes waria tersebut.

”Saya sangat terkejut mendengar kabar ini. Sebagai ketua MUI, saya merasa terpanggil untuk menyampaikan penolakan keras terhadap kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral," tegas KH Abu Hasan Mubarok

Tindak lanjut penolakan itu, MUI PPU telah mengeluarkan imbauan kepada kapolres PPU. Meminta agar Kapolres PPU tidak memberikan izin atas penyelenggaraan kontes waria dan juga meminta untuk tidak memberikan izin pada kegiatan apapun yang memfasilitasi kontes waria di seluruh wilayah PPU.

MUI PPU wajib mengingatkan kepada semua lapisan masyarakat, aparat dan pemerintah akan fatwa MUI No. 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan, yang di antara isi fatwanya adalah bahwa “melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram". (kaltimpost.id, 15/12/2024)

Dalam beberapa event yang melibatkan kaum pelangi (waria/L98TQ), publik seolah dipancing responsnya. Sebagai warga Kaltim, sikap tegas penolakan Ketua MUI terhadap kontes waria di PPU wajib didukung dan diwaspadai oleh Umat Islam. Akan adanya acara kontes waria adalah sebuah musibah, meski tidak jadi terlaksana tetapi ini menunjukkan bahwa mereka sudah mulai berani untuk menunjukkan keberadaan mereka. 

Suatu hal yang sangat berbahaya jika kontes tersebut terjadi, dimana kerusakan tatanan kehidupan penyakit sosial akan semakin berkembang. Penting sekiranya masyarakat aktif mengkritik isu-isu yang ada hubungannya dengan hajat publik, termasuk penyelenggaraan event yang aktivitasnya adalah bermaksiat kepada Allah. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi normalisasi kemaksiyatan yang akan merusak tatanan masyarakat.

Penting juga untuk masyarakat agar mengingatkan dan menasihati orang atau kelompok yang berbuat maksiat. Jika masyarakat hanya diam menyaksikan itu semua, artinya azab Allah menjadi halal kepada negeri ini. Na'udzubillah. Coba bayangkan, apa jadinya jika chat WA acara kontes waria berkedok pesta akhir tahun itu tidak bocor ke publik dan masyarakat malah merespons apatis? Tentu saja ini akan membuka celah terjadinya rekayasa sosial dimana perilaku menyimpang L98TQ seolah menjadi hal lumrah yang harus diterima.

Perlu ditegaskan, bahwa L68TQ bukan bawaan lahir. L68TQ lahir dari HAM sebagaimana kesetaraan dan moderasi beragama yang menjadi dasar pijakan menjamurnya perilaku L68TQ. L68TQ merupakan gerakan politik global yang hanya bisa dilawan dengan kesadaran keimanan dan penerapan syariat Islam kaffah. Sebab selama sistem kapitalisme sekuler yang masih diadopsi oleh negeri ini, penolakan atas kaum waria dianggap intoleransi. Bahkan UU "melindungi" orientasi seksual menyimpang sebagai bagian dari hak asasi dan bagian dari kebebasan berekspresi.

Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, secara tegas melaknat perilaku wanita yang menyerupai lelaki dan lelaki yang menyerupai wanita. Hal ini dengan tegas disampaikan oleh Rasulullah Saw dalam haditsnya, Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari no. 5885).

Laknat ini merupakan ungkapan buruk dan tercela dalam syariat Islam. Dalam masyarakat Islam, tidak pernah ada kontes waria dan sejenisnya karena Islam jelas melarang, negara dalam Islam pun jelas sikapnya berdasarkan syariat Islam.

Oleh karena itu, berdasarkan kacamata syariat Islam, sikap penolakan dan kecaman kepada perilaku L68TQ ini harus terus-menerus diaruskan. Disertai dengan membongkar makar para pengusungnya. Jangan sampai masyarakat memberi mereka panggung dan dukungan untuk mempromosikan kemaksiatan secara luas dan leluasa.

Dalam sejarah, pemerintahan Islam secara tegas menetapkan perbuatan dan sanksi bagi pelaku L98TQ yaitu hukuman mati. Standar hukum dan perbuatan yang diadopsi berdasarkan kepada syariat Islam saja, bukan moderasi. Bahkan semua ulama sepakat dan tidak ada khilafiyah dalam hal ini. 

Walhasil, wajib bagi kaum muslim untuk mengupayakan terwujudnya kepemimpinan Islam yang mengurus masyarakat dengan aturan Allah (Syariat Islam). Hanya dengan kepemimpinan Islam, kaum liberal pengusung HAM, L98TQ, dll bisa dihentikan. Wallahualam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar