Oleh : Wahyuni M. (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Pemerintah Indonesia akan meluncurkan program Layanan pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) sebagai hadiah ulang tahun bagi masyarakat yang dimulai pada 10 Februari 2025. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui deteksi dini berbagai penyakit.
PKG tersedia bagi anak usia 0-6 tahun dan masyarakat usia 18 tahun ke atas. Pemeriksaan mencakup skrining untuk penyakit bawaan lahir, obesitas, diabetes, kesehatan gigi serta deteksi dini kanker seperti kanker payudara dan serviks. Masyarakat dapat memanfaatkan layanan ini di puskesmas dan klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan pada hari ulang tahun mereka atau hingga 30 hari setelahnya. Untuk mendaftar, masyarakat dapat menggunakan aplikasi Satu Sehat Mobile. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemeriksaan kesehatan rutin dan mendukung upaya preventif terhadap berbagai penyakit di Indonesia. Dalam program tersebut dianggarkan sebanyak Rp 4,7 triliun yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara atau APBN dan anggaran pendapatan belanja daerah atau APBD dengan porsi terbesar dari pemerintah.
Kebijakan ini seolah pro rakyat di tengah berbagai kebijakan yang membawa kezaliman yang jauh lebih besar, seperti kenaikan harga listrik, gas, BBM dan susahnya mendapatkan layanan publik yang menjadi hak rakyat. Kebijakan ini makin terasa sebagai kebijakan populis ketika melihat realita pelayanan kesehatan di Indonesia hari ini. Di antaranya adalah kurangnya faskes, terlebih di daerah 3T juga kurangnya SDM dan sarana prasarana. Belum lagi terkait infrastruktur untuk mencapai fasilitas kesehatan.
Memang benar pelaksanaan dilakukan secara bertahap. Namun, melihat tingginya angka korupsi dan keberpihakan pembangunan untuk kalangan tertentu, rawan terjadi berbagai persoalan yang akan menghambat terwujudnya program ini. Terlebih sistem hari ini menggunakan sistem kapitalisme yang jelas membuat peran negara hanya sebagai fasilitator dan regulator. Sumber pemasukan yang notabene dari utang dan pajak sehingga banyak risiko gagalnya program untuk rakyat ini. Kalaupun tetap berjalan maka rakyat akan mendapat tambahan beban.
Negara tidak memastikan tiap-tiap rakyat bisa mengakses layanan kesehatan. Negara merasa sudah cukup memberikan jaminan kesehatan dengan membentuk BPJS Kesehatan dan membiarkan rakyat membiayai layanan kesehatan dengan membayar iuran ditambah saat ini dengan PKG. Negara justru membuka pintu lebar-lebar bagi para kapitalis (swasta) untuk menguasai sektor kesehatan, mulai dari industri obat, alat kesehatan, hingga jaringan apotek dan rumah sakit.
Kesehatan adalah layanan publik dan hak warga negara yang merupakan kewajiban negara. Artinya, negara berkewajiban menjalankan salah satu kebutuhan pokok masyarakat ini secara optimal, baik dari sisi pembiayaan, pembangunan, hingga pelayanan. Khilafah tidak akan menjadikan kesehatan sebagai komoditas layaknya perdagangan. Islam menetapkan negara harus menyediakan secara gratis dan berkualitas untuk semua warga negara baik kaya maupun miskin, muslim maupun nonmuslim. Ini adalah wujud peran negara sebagai raa’in dan junnah.
Pembiayaan kesehatan berasal dari baitul mal bagian kepemilikan umum. Negara memiliki sumber pemasukan yang sangat besar sehingga akan mampu memenuhi kebutuhan biaya pemeliharaan kesehatan rakyat. Negara juga sangat memperhatikan upaya promotif preventif sehingga upaya optimal ini akan mampu menekan angka kesakitan.
Konsep layanan mudah, cepat dan profesional akan menjadi pedoman negara dalam memberikan layanan kesehatan pada rakyat, sehingga rakyat mendapat layanan terbaik.
Para pemimpin dalam sistem Khilafah dikenal gemar mewakafkan hartanya untuk kepentingan umat, termasuk di bidang kesehatan. Salah satu contohnya adalah Saifuddin Qalawun (673 H/1284 M), yang mewakafkan hartanya guna membiayai operasional tahunan Rumah Sakit Al-Manshuri Al-Kabir, termasuk gaji para tenaga medis. Rumah sakit ini bahkan memiliki petugas khusus yang setiap hari berkeliling untuk memberikan motivasi kepada pasien.
Menurut Dr. Ragib As-Sirjani dalam Masterpieces of Awqaf in Islamic Civilization, rumah sakit berbasis wakaf berkembang pesat di era Khilafah Abbasiyah. Para khalifah mengundang dokter-dokter senior untuk bekerja di rumah sakit tersebut serta mewakafkan buku-buku medis agar dapat dimanfaatkan oleh dokter muda.
Terdapat Rumah Sakit Al-Adhdi di Baghdad yang memberikan layanan pengobatan gratis bagi seluruh penduduk. Pasien akan mendapatkan perawatan optimal termasuk pakaian bersih, asupan gizi yang baik, obat-obatan yang diperlukan serta bantuan transportasi setelah sembuh.
Rumah sakit dalam sistem Khilafah juga berfungsi sebagai pusat pendidikan kedokteran, dengan aula besar untuk perkuliahan serta perpustakaan dengan koleksi buku yang kaya. Rumah Sakit Ibnu Thulun di Kairo misalnya, memiliki lebih dari 100 ribu buku medis.
Semua ini mencerminkan tanggung jawab pemimpin dalam Khilafah terhadap kesehatan rakyatnya. Negara menjamin layanan kesehatan yang menyeluruh, memastikan bahwa setiap individu mendapatkan akses yang layak tanpa terkecuali.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar