Oleh: Saffana Afra (Aktivis Mahasiswa)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, program cek kesehatan gratis akan mulai diluncurkan pada pekan kedua Februari 2025. Sebanyak 10.000 puskesmas dan 20.000 klinik swasta akan dilibatkan dalam program tersebut. Sebelumnya, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Dedek Prayudi mengatakan, program cek kesehatan gratis ini akan digelar secara bertahap mulai Februari 2025 dengan menargetkan 60 juta orang. Selama lima tahun ke depan, diharapkan 200 juta warga negara dapat terlayani program. (beritasatu.com).
Kebijakan cek kesehatan gratis yang dicanangkan pemerintah menjadi harapan besar bagi masyarakat, terutama di tengah situasi di mana terus munculnya berbagai kebijakan lain yang dianggap memberatkan rakyat. Misalnya, kenaikan harga listrik, gas, BBM, dan kesulitan mengakses layanan publik yang seharusnya menjadi hak warga negara. Kebijakan ini pun semakin terasa sebagai kebijakan populis ketika melihat realita pelayanan kesehatan di Indonesia hari ini. Pelayanan kesehatan hari ini yang masih jauh dari kata ideal, kesehatan di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan besar.
Salah satu isu utama adalah kurangnya fasilitas kesehatan (faskes) yang memadai. Di banyak daerah terutama daerah 3T, rumah sakit atau puskesmas yang ada sangat terbatas dan sering kali tidak dapat memberikan pelayanan yang optimal. Di samping itu, kurangnya sumber daya manusia (SDM) seperti tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya juga menjadi masalah serius. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis pun sering kali terhambat oleh kurangnya pelatihan dan fasilitas yang memadai. Faktor infrastruktur juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Akses menuju fasilitas kesehatan di banyak daerah sulit dijangkau, baik karena keterbatasan transportasi maupun kondisi geografis yang menantang.
Meski pemerintah berupaya melaksanakan kebijakan ini secara bertahap, tantangan besar masih tetap ada. Melihat tingginya angka korupsi di banyak sektor pembangunan, banyak pihak yang meragukan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan kebijakan ini. Kebijakan yang terlihat sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat ini dapat saja terganjal oleh praktik-praktik yang lebih menguntungkan pihak tertentu yang memiliki akses terhadap proyek-proyek pembangunan.
Terlebih sistem hari ini menggunakan sistem kapitalisme, sistem yang sejatinya rusak dan merusak. Dalam sistem ini, negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator, bukan sebagai aktor utama yang bertanggung jawab langsung terhadap kesejahteraan rakyat. Selain itu, sistem pendanaan yang bergantung pada utang dan pajak membuat pembiayaan sektor kesehatan rentan terhadap defisit anggaran. Dengan sumber pemasukan yang terbatas, ada risiko besar bahwa program kesehatan ini bisa gagal terwujud atau justru membebani rakyat dengan biaya tambahan yang semakin meningkat.
Lantas apakah bisa mewujudkan layanan kesehatan yang optimal? Yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat dan memiliki kualitas unggul? Jawabannya BISA, tapi hanya bisa terwujud dengan sistem Islam, bukan dengan sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini.
Dalam pandangan Islam, kesehatan merupakan hak dasar bagi setiap warga negara, dan negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa semua rakyat, kaya maupun miskin, muslim maupun non-muslim, tanpa terkecuali, mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Prinsip ini menjadikan kesehatan sebagai layanan publik yang harus disediakan negara secara gratis dan berkualitas. Ini adalah wujud peran negara sebagai raa’in (pemimpin) dan junnah (pelindung).
Konsep pembiayaan kesehatan dalam negara Islam juga berbeda dengan sistem kapitalisme yang berlaku saat ini. Dalam pandangan Islam, pembiayaan kesehatan harus bersumber dari baitulmal bagian kepemilikan umum, yang merupakan harta kekayaan negara yang dikelola untuk kepentingan umum. Dengan pengelolaan yang baik, negara memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi biaya pemeliharaan kesehatan seluruh rakyat. Sumber pemasukan negara yang sangat besar dari berbagai sektor ekonomi dapat dimanfaatkan untuk membiayai sektor kesehatan tanpa perlu bergantung pada utang atau pajak yang membebani rakyat.
Lebih dari itu, Islam juga mendorong negara untuk mengutamakan upaya promotif dan preventif dalam bidang kesehatan. Artinya, negara tidak hanya berfokus pada pengobatan ketika penyakit sudah muncul, tetapi juga harus mengedepankan upaya pencegahan dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hidup sehat. Program-program kesehatan yang bersifat edukatif dan promotif ini dapat menekan angka kesakitan dan mengurangi beban biaya perawatan medis jangka panjang.
Konsep layanan kesehatan yang mudah, cepat, dan profesional juga harus menjadi pedoman bagi negara dalam memberikan pelayanan kepada rakyat. Layanan yang tidak hanya terjangkau, tetapi juga berkualitas, akan memastikan bahwa rakyat memperoleh pelayanan terbaik. Negara harus memastikan bahwa fasilitas kesehatan tersebar merata di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil, dengan sistem yang efisien dan transparan. Selain itu, tenaga medis harus diberi pendidikan dan pelatihan yang memadai dan didukung oleh sarana prasarana yang cukup untuk memberikan pelayanan yang maksimal. Dengan sistem Islam ini, yang biasa disebut dengan Khilafah, negara dapat mewujudkan sistem kesehatan yang tidak hanya adil dan merata, tetapi juga berkelanjutan.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar