Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Presiden Donald Trump menegaskan pada Senin (10/2/2025) bahwa perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas harus dibatalkan jika Hamas tidak membebaskan semua sandera yang masih mereka tahan di Jalur Gaza pada tengah hari Sabtu — meskipun dia juga mengatakan keputusan itu akan berada di tangan Israel. Trump memberikan pernyataan ini setelah Hamas mengumumkan akan menunda pembebasan sandera lebih lanjut. (Liputan6 online, 11/2/2025). Trump lupa, bahwa dalam salah satu pernyataannya sudah mengisyaratkan bahwa kesepakatan tersebut tidak akan berlangsung lama.
Adapun alasan Hamas melakukan demikian tersebab di tengah kesepakatan gencatan senjata di wilayah Gaza yang resmi berlaku 19 Januari 2025, invasi dan penghancuran pemukiman warga Palestina di Tepi Barat justru terus berlanjut. Berbagai media asing seperti Al-Wafa, Al Jazeera, Anadolu, Middle East Monitor, BBC, dan France24 terus melaporkan perkembangan situasi krisis ini—yang dari hari ke hari eskalasinya tampak makin meningkat.
Pihak Zion*s beralasan operasi itu mereka lakukan untuk membendung kelompok taktis bersenjata yang mereka tuduh didukung oleh Iran. Oleh karenanya, atas nama operasi antiterorisme, tentara Zion*s terus membombardir pemukiman penduduk, termasuk kamp pengungsian yang ada di Jenin dan Tulkarem. Bangunan masjid, bahkan rumah sakit pun tidak luput dari serangan brutal Zion*s hingga korban dari kalangan sipil pun terus berjatuhan.
Kantor berita Anadolu Ajansi dan Meadle East Monitor (4/2/2025) menyebutkan bahwa selama dua minggu terakhir, telah terjadi 2.161 serangan di berbagai wilayah Tepi Barat. Serangan tersebut antara lain berupa aksi bersenjata, perampasan tanah, eksekusi di lapangan, hingga perusakan properti milik warga sipil Palestina.
Mirisnya, serangan ini bukan hanya dilakukan oleh kalangan tentara, tetapi juga oleh para pemukim ilegal Yahudi yang juga bersenjata. Mereka disebut-sebut sedang berusaha membangun 10 pos baru di berbagai wilayah Tepi Barat, seperti Tubas, Nablus, Qalqilya, Ramallah, dan Bethlehem.
Tercatat, dalam dua minggu terakhir jumlah korban tewas di Tepi Barat Palestina sudah mencapai 70 orang. Sementara itu, jumlah warga sipil Palestina yang terusir dari tempat tinggal mereka sudah mencapai lebih dari 26 ribu orang. Jumlah ini berarti menambah panjang daftar korban kejahatan Zion*s di Tepi Barat yang sejak okupasi Gaza pada Oktober 2023 sudah mencapai hampir 900 orang dan mengusir ratusan ribu warga lainnya dari rumah-rumah mereka.
Hal ini tentu saja mudah dipahami. Selama ini Zion*s Yahudi dikenal keras kepala dan kerap ingkar janji. Allah SWT. berfirman:
وَلَتَجِدَنَّهُمْ اَحْرَصَ النَّا سِ عَلٰى حَيٰوةٍ ۛ وَ مِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْا ۛ يَوَدُّ اَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ اَ لْفَ سَنَةٍ ۚ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهٖ مِنَ الْعَذَا بِ اَنْ يُّعَمَّرَ ۗ وَا للّٰهُ بَصِيْرٌ بِۢمَا يَعْمَلُوْنَ
"Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 96).
Pihak Zion*s menerima opsi gencatan senjata diduga karena terpaksa. Mereka butuh nafas baru di tengah kekalahan telak dan memalukan atas agresinya ke Gaza yang berlangsung lebih dari setahun dan nyatanya tidak menghasilkan apa-apa.
Begitu pun dengan Amerika. Perannya dalam menggagas gencatan senjata tentu bukan karena AS benar-benar menginginkan perdamaian di sana. Siapa pun tahu jika selama ini AS-lah yang menjadi penyokong utama eksistensi negara ilegal Yahudi di Palestina. Bahkan, dalam operasi militer Zion*s di Gaza, AS terkonfirmasi turut serta menanamkan saham besar demi target politik dan ekonomi masa depan mereka di Gaza.
Mengenai hal ini, laporan penelitian Stockholm International Peace Research Institute mengungkap bahwa AS telah memasok 69% kebutuhan senjata Israel periode 2019–2023. Bahkan sejak 7 Oktober 2023, AS telah menghabiskan lebih dari USD22 miliar (sekitar Rp356,8 triliun) untuk mendukung operasi militer Israel di Gaza, Lebanon, dan Suriah.
Kenyataan ini sudah seharusnya sudah cukup membuat dunia membuka mata, siapa sebenarnya pengkhianat. Acap kali gencatan senjata diminta, acap kali itu pula dikhianati yang kemudian diakhiri dengan retorika bahwa merekalah yang dikhianati. Sebagaimana acap kali pula mereka melakukan serangan brutal dengan alasan pembelaan diri. Padahal dunia tahu siapa sebenarnya penjajah. Dia adalah bangsa yang tidak memiliki tanah tetapi dengan pongahnya merebut tanah dari bangsa yang dengan sukarela merangkulnya disaat seluruh dunia mengucilkannya.
Tidak ada jalan lain untuk mengakhiri semua ini, selain jihad dan Khilafah. Bukan gencatan senjata, bukan solusi dua negara, bukan retorika, bukan bantuan kemanusiaan, bukan pula dengan pemindahan warga Palestina ke negara lain.
Umat Islam butuh kepemimpinan politik adidaya yang hanya berkhidmat untuk mengurus dan menjaga rakyatnya, sekaligus berkhidmat demi kemuliaan Islam dan umatnya. Itulah institusi politik Khilafah yang diwariskan oleh Rasulullah Saw. dan para khalifah setelahnya. Institusi ini akan menyatukan miliaran umat Islam di berbagai belahan dunia berdasarkan kesatuan akidah dan syariatnya.
Kabar kehadiran Khilafah pada akhir zaman ini begitu menakutkan negara-negara penjajah. Ia bagaikan mimpi buruk yang mengancam hegemoni mereka, hingga mereka berupaya dengan berbagai cara untuk menghalangi penegakannya. Namun, apa pun yang dilakukan Firaun demi mengubah mimpinya, sama sekali tidak mampu mencegah datangnya Musa. Demikian pula dengan kedatangan Khilafah. Musuh-musuh Islam tidak akan mampu menolak tegaknya Khilafah karena telah dijanjikan oleh Allah SWT.
Institusi Khilafah inilah yang kelak akan memobilisasi kekuatan umat Islam dunia di bawah komandonya. Khilafah pula yang akan memimpin pembebasan Palestina dengan mengerahkan tentara beserta segala kekuatan yang dimilikinya. Khilafah yang akan datang kelak, dipastikan akan menghadirkan Khaibar kedua di Palestina, hingga bangsa turunan babon dan kera itu akan mati atau terusir dengan terhina.
Tentu saja perjuangan menegakkan institusi Khilafah bukan perjuangan mudah. Prasyaratnya adalah munculnya kesadaran yang benar di tengah umat tentang hakikat Islam sebagai ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan, sekaligus ideologi yang menjadi versus bagi kapitalisme—yang diemban oleh negara adidaya—hingga nantinya menjadi ideologi global.
Seluruh krisis yang terjadi di dunia, khususnya dunia Islam, termasuk penjajahan Zion*s di Palestina, adalah akibat bercokolnya ideologi kapitalisme yang diemban negara Barat, Amerika, dan sekutunya. Mereka berkehendak melemahkan kepemimpinan umat Islam dengan menciptakan krisis berkepanjangan di negeri-negeri Islam, memecah kekuatan mereka, merebut kekayaan mereka, serta mengangkangi kedaulatan mereka.
Allah SWT. berfirman:
وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَآءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَآءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَـكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ
"Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah." (QS. Al-Baqarah: 120).
Semua derita ini bisa menimpa umat setelah mereka berhasil menumbangkan institusi penerap hukum Islam sekaligus pemersatu umat, yakni institusi politik Khilafah pada 28 Rajab 1342 H, bertepatan dengan 3 Maret 1924. Padahal, Khilafah inilah yang ditakuti lawan dan selama belasan abad telah memimpin umat dengan syariat Islam hingga berhasil meraih puncak kejayaannya sebagai negara pertama dan adidaya.
Oleh karenanya, urgensi mengembalikan Khilafah yang akan menegakkan syariat secara kafah tidak bisa lagi ditunda-tunda. Dalam hal ini dibutuhkan peran partai politik ideologis yang concern berjuang dengan ikhlas di tengah umat. Parpol ini akan fokus dalam dakwah untuk menancapkan pemikiran-pemikiran Islam dan memimpin umat berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut untuk menapaki jalan perubahan ke arah terwujudnya sistem Islam.
Parpol Islam ideologis ini juga akan bekerja secara masif dan terstruktur di berbagai wilayah yang ada umat Islam demi mengonsolidasi kesadaran dan kekuatan mereka demi satu tujuan. Kader-kadernya akan bergerak sesuai dengan yang Rasulullah Saw. contohkan sebelum tegaknya Daulah Islam, yakni fokus mendakwahkan pemikiran-pemikiran Islam tanpa kekerasan.
Sungguh, masa depan Palestina dan dunia hanya ada pada Islam dan Khilafah. Oleh sebab itu, mari kita terus menggelorakan pembelaan dengan jalan mendukung dan bekerja bersama parpol ideologi Islam yang bekerja siang dan malam mewujudkan Khilafah janji Allah dan bisyarah Rasulullah Saw.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar