Oleh : Arini Fatma Rahmayanti
Dunia pendidikan semakin kehilangan arah, bukannya fokus mencetak generasi yang cerdas, institusi pendidikan malah sibuk melakukan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan dunia pendidikan, baru-baru ini dikabarkan bahwa kampus akan mengelola tambang.
Dilansir dari KOMPAS.com, Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP). Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025). Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya.
Selain itu, dilansir dari CNN Indonesia, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid mempertanyakan dasar kampus yang mendukung usulan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi dalam perubahan keempat RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Fathul mengaku kurang bisa memahami pola pikir kampus yang justru merespons positif usulan ini dan menyatakan siap mengelola tambang, padahal butuh modal besar untuk bisa melakukannya.
selain itu, dilansir dari NUSAKATA.COM, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Andreas Hugo Pereira, menegaskan bahwa parlemen tidak akan sembarangan memberikan izin kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Meski DPR telah mengakomodasi hal tersebut dalam revisi keempat Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), pemberian izin akan melalui pertimbangan yang matang.
Hasil yang didapatkan dari tambang memang tidak main-main, salah satu tambang di indonesial yakni PT freeport MC Moran pada tahun 2023 menghasilkan tembaga 1,65 miliar pound serta 1,97 juta ounces emas dan meraup laba bersih Pp 48,79 triliun pada 2023 (jakarta, CNBC Indonesia). Tidak terbayang seberapa besar keuntungan yang didapat oleh perusahan tambang tersebut yang telah memproduksi dan mengelola sejak tahun 1972. itu baru satu tambang belum lagi tambang lainnya, maka seandainya hasil tambang tersebut dipergunakan untuk membiayai biaya pendidikan yang ada di indonesia, tentu anak-anak bisa mengenyam pendidikan tingkat tinggi dengan gratis. namun, merupakan sebuah kesalah apabila tambang di kelola oleh sewasta, ormas ataupun kampus.
Tambang adalah harta milik umum alias harta milik rakyat, maka jika tambang dikelola oleh pihak-pihak tertentu seperti swasta, dan ormas maka sudah dipastikan hasilnya akan masuk ke kantong-kantong mereka.
Prinsip seperti itu lahir dari ideologi kapitalisme, ideologi yang hanya berorientasi materi atau keuntungan, maka apabila kampus ikutan untuk mengelola, liberalisasi sumber daya alam akan semakit meluas, dampaknya akan semakin tidak adanya pemerataan, dan kesejahtraan untuk rakyat.
Pengelolaan SDA yang benar hanyalah ada dalam sistem islam. Dalam islam tambang merupakan harta milik umum sebab hasil tambang yang jumlahnya melimpah dan dapat memenuhi hajat hidup orang banyak, maka haram dimiliki oleh pribadi atau swasta.
Rasulullah SAW. bersabda : “kaum muslimim berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). Sehingga negaralah yang memiliki kewajiban mengeksplor, mengekploitasi, hingga mengelola hasil tambang, dan hasilnya digunakan untuk sebesar-bearnya kemakmuran rakyat.
Dalam pendistribusian hasil tambang terdapat dua mekanisme yakni langsung dan tidak langsung. Distribusi secara langsung rakyat mendapatkan subsidi energi seperti BBM, migas, listrik, dan sejenisnya. yang diberikan secara gratis atau negara menjual kepada rakyat dengan harga biaya produksi. Distribusi secara tidak langsung, yaitu rakyat berhak mendapatkan kebutuhan umum publik secara gratis, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. beginilah mekanisme yang benar dalam mengelola tambang, dan mekanisme ini hanya ada dalam sistem islam yang diterapkan secara kaffah.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar