Kecelakaan Maut, Efek Tata Kelola Transportasi Semrawut


Oleh: Zahwa Asma Fathiyyah (Mahasiswi STIU Darul Hikmah)

Kecelakaan bisa saja terjadi dimana saja, tak terkecuali di jalan bebas hambatan atau tol. Seperti beberapa waktu lalu, Selasa (04/02/2025) tabrakan beruntun kembali terjadi di gerbang tol Ciawi di Bogor, Jawa Barat. Pihak Jasa Marga selaku badan usaha milik negara (BUMN) pengelola jalan tol dalam keterangan resminya menyebut kecelakaan melibatkan enam kendaraan yakni satu truk dan lima mini bus. Kecelakaan persisnya terjadi di Gerbang Tol (GT) Ciawi 2, KM 41+400 Ruas Tol Jagorawi arah Jakarta pada Selasa (4/2) pukul 23.30 WIB.

Kepala Satuan (Kasat) Lalu Lintas (Lantas) Polres Bogor Kota, Kompol Yudiono, mengonfirmasi kecelakaan diawali truk yang mengangkut galon air mineral yang menabrak mobil yang mengantre pembayaran tol. Pada saat masuk tol, truk hilang kendali lalu menabrak kendaraan yang antre di gate tol. Truk terhenti di gate tol dan sempat terbakar dan segera dipadamkan. Akibat kecelakaan ini, delapan orang meninggal dunia, empat orang mengalami luka berat dan tujuh orang mengalami luka ringan. Termasuk di antara para korban adalah petugas Customer Service Jasa Marga yang sedang bertugas di lapangan. (www.bbc.com, 5/2/2025)

Begitulah salah satu efek semrawutnya tata kelola transportasi dalam sistem kapitalisme. Banyaknya insiden yang terjadi seharusnya menjadi titik kritis bagi pemerintah untuk membenahi tata kelola transportasi, khususnya transportasi darat. Banyaknya jalan berlubang maupun bergelombang sekalipun di jalan bebas hambatan, tidak adanya jalur penghentian darurat yang layak, lampu jalan yang mati dan.lain sebagainya merupakan hal yang harus segera dibenahi oleh pemerintah. 

Akan tetapi pemerintah terlihat abai, seringkali yang banyak dilakukan hanya himbauan kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap jalan berlubang dan bergelombang. Sementara pengguna jalan setiap hari cukup banyak jumlahnya, menggunakan jalan dengan rasa was was karena tidak terjamin keselamatannya. Padahal hak rakyat untuk mendapatkan infrastruktur jalan dan fasilitas publik yang layak dan aman, serta memberikan rasa nyaman. Sayangnya, dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis hal itu menjadi hal yang mustahil.

Selain itu, kondisi pengendara juga menjadi faktor terjadinya kecelakaan. Dilansir dari Beritasatu.com, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyoroti kesejahteraan dan standar keselamatan sopir truk sebagai salah satu penyebab berulangnya kecelakaan maut di jalan tol, seperti yang terjadi di Gerbang Tol (GT) Ciawi, Selasa (4/2/2025) malam.

Menurutnya, Profesi sopir adalah pekerjaan yang paling tidak diminati. Banyak dari mereka memilih menjadi sopir karena tidak memiliki pilihan lain. Mereka bahkan sering kali mendapatkan SIM tanpa melalui ujian yang layak. Hanya sekitar 10% pengemudi yang benar-benar memahami aturan berkendara, baik untuk truk tunggal, gandeng, maupun trailer. Banyak dari mereka yang tidak tahu bagaimana menggunakan gigi yang tepat saat melewati jalan menurun atau menanjak. Bahkan, ada yang menghemat bahan bakar dengan meluncurkan kendaraan dalam posisi netral, tanpa memahami risiko besar yang ditimbulkan.

Upah sopir pun banyak di bawah UMR, sementara jam kerja sangat panjang. Mereka dipekerjakan tanpa memperhitungkan waktu istirahat yang cukup. Begitu selesai satu perjalanan, langsung disuruh berangkat lagi tanpa peduli apakah mereka lelah atau tidak.

Sebagian besar truk yang mengangkut barang bukan milik perusahaan produksi, melainkan milik vendor. Para vendor ini hanya memikirkan target pengiriman tanpa mempertimbangkan kondisi sopir,. 


Pemerintah adalah Penanggungjawab

Sabda Rasul saw. yang diriwayatkan Bukhari,
الإمام راع و هو مسأول عن رعيته
“Pemerintah adalah raa’in dan penanggung jawab urusan rakyatnya”

Maka pemerintah harus memikirkan keselamatan rakyatnya dengan serius, karena itu adalah tanggung jawabnya. Ketika Islam memandang bahwa jalan adalah kebutuhan publik dan memiliki kegunaan untuk masyarakat luas, maka ia membutuhkan perhatian khusus. Pengecekan infrastruktur jalan harus dilakukan berkala untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Sehingga masyarakat dapat bepergian dengan aman.

Islam juga memerintahkan pemerintah untuk melakukan edukasi kepada pengemudi agar mereka memenuhi semua syarat yang berlaku. Sanksi tegas tentunya diberikan bagi siapapun yang melanggar aturan yang sudah negara tetapkan. Pemerintah harus menghilangkan segala bentuk dharar yang akan menimpa rakyatnya. 

Teringat kisah Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu tentang jalan berlubang di Irak. Beliau berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’.

Lalu, bagaimana saat ini? dengan kondisi jalan dan sistem transportasi sekarang? Sudah banyak korban nyawa manusia akibat lalainya pengurusan transportasi dan infrastruktur jalan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, agar insiden kecelakaan maut tidak terulang kembali, sudah selayaknya pemerintah mengganti sistem hingga ke akarnya. Sistem kapitalis saat ini terbukti tidak bisa melahirkan para pemimpin yang bertanggung jawab, khususnya dalam menjamin keselamatan rakyat. Negara harus segera menerapkan sistem Islam dalam bingkai Khilafah yang terbukti mampu melahirkan para pemimpin yang bertanggung jawab serta diridhoi Allah Swt. Wallahu a'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar