Kecelakaan Yang Berulang Karena Jaminan Negara Atas Keselamatan Hilang


Oleh : Fithriyati Ummu Thoriq (Revowriter)

Lagi lagi terjadi Kecelakaan di jalan tol. Kali ini terjadi di tol ciawi. Kecelakaan truk di Gerbang Tol (GT) Ciawi, Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, menyebabkan delapan orang tewas dan 11 luka-luka pada Rabu dini hari, 5 Februari 2025. Dalam kecelakaan tersebut, enam unit kendaraan mengalami kerusakan. Tiga kendaraan rusak terbakar dan tiga lainnya ringsek. Bangunan gerbang tol juga hancur. Pada saat itu sebuah truk dengan muatan galon, yang melaju dari arah Ciawi menuju Jakarta, mengalami rem blong di gerbang tol. (Tempo.co)

Bukan kali ini saja kecelakaan terjadi di ruas jalan tol. Pada November 2024, di tol Cipularang sebuah truk yg remnya blong juga menabrak 19 mobil secara beruntun. Dan masih banyak lagi peristiwa serupa yang pernah terjadi. Tentu harusnya menjadi pertanyaan kita, kenapa hal itu terjadi? Dimana letak kesalahannya? Faktor manusianya, infrastrukturnya, alat transportasinya atau bahkan penguasanya?

Tentu persoalan ini tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Tapi setiap komponen saling berkaitan. Sopir yang mengantuk, rem yang blong, tonase yang melebihi muatan, jalan yang berlubang atau licin menjadi penyebab seringnya terjadi kecelakaan. Sopir yang mengantuk dikarenakan beban kerja yang tinggi, harus mengejar setoran atau barang yang harus cepat sampai menjadikan sopirnya harus kerja dengan cepat. Belum lagi kurangnya perawatan kendaraan, kadang ada onderdil yang harusnya diganti tapi ditunda karena mahalnya biaya perawatan. Terkadang ditemui jalan yang rusak sehingga semakin memperlambat waktu tempuh. Ini akan semakin membuat biaya perjalanan menjadi bertambah.

Faktor faktor diatas sebenarnya tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Dimana asas ekonomi sistem ini adalah bagaimana meraih keuntungan sebanyak banyaknya dengan modal yang sekecil kecilnya. Maka tidak heran bila distribusi barang harus dilakukan dengan cepat agar biaya pendistribusian juga bisa ditekan. Padahal sopir di jalan juga menghadapi pungli liar, biaya masuk jalan tol yang mahal serta biaya bahan bakar yang tidak sedikit pula. Disini jelas ada hal hal yang melibatkan pemerintah sebagai raain(pengurus) rakyat seperti penyediaan infrastruktur yang layak, penjualan bahan bakar yang murah dan tidak perlu antri, penyediaan modal transportasi yang lain jalan. Sayangnya, itu minim terjadi di sistem kapitalisme saat ini.

Berbeda dalam sistem islam, dimana pemerintah benar-benar hadir untuk mengurus rakyat dengan benar. Misalnya menjamin tersedianya bahan bakar yang murah bahkan gratis sehingga tidak perlu antri, akan melarang kendaraan yang tidak laik jalan untuk berhenti beroperasi dan menggantinya dengan kendaraan yang layak jalan untuk menghindari terjadinya kecelakaan karena moda transportasinya. Seandainya masih layak jalan tapi perlu ganti onderdil, pemerintah akan menyediakan dengan harga terjangkau. 

Pemerintah juga akan selalu melakukan pemeliharaan infrastruktur berupa jalan jalan yang layak agar distribusi barang juga lancar jika jalannya bagus dan mudah serta murah untuk diakses rakyat. Bahkan ada ucapan terkenal dari khalifah Umar bin Khatab yaitu “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta'ala, “Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?". Umar bin Khatab sadar betul sebagai pejabat dia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT terhadap kepemimpinannya.

Itulah sekelumit gambaran jika islam diterapkan. Negara akan mengelola dengan benar fasilitas yang digunakan oleh masyarakat karena itu merupakan kepemilikan umum yang pengelolaannya dilakukan oleh negara, tapi penggunaannya dikembalikan kepada rakyat. Maka Negara tidak akan menguasakan fasilitas umum seperti jalan arteri, jalan tol dan SPBU kepada swasta. 

Dengan begitu kesejahteraan rakyat akan tercapai sempurna. Tidakkah ini kerinduan yang harusnya kita impian bersama? Wallahu a'lam bisshowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar