Kelangkaan Bahan Bakar Gas Melon, Bukti Nyata Ketidakseriusan Penguasa!


Oleh : Wina

Beberapa waktu terakhir Masyarakat diresahkan dengan kelangkaan gas melon hampir diberbagai kota maupun daerah yang ada di Indonesia. Gas melon yang biasanya di jual bebas di warung warung tapi saat ini sudah tidak ada keberadaannya. Pemerintah membatasi penjualannya. Gas melon ini hanya dijual di pangkalan akibatnya masyarakat diberbagai daerah harus rela antri berjam jam,bahkan seharian penuh hanya untuk mendapatkan melon ini.

Sebelum nya seperti yang disampaikan halaman berita TRIBUNNEWS.COM bahwa sejumlah wilayah di Indonesia mulai merasakan gas elpiji 3 kilogram langka di pasaran.

Lantas apa penyebab gas elpiji 3 kg langka?Diketahui, per 1 Februari 2025, pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual gas elpiji 3 kg.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, pengecer yang ingin tetap menjual elpiji bersubsidi harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina.

Jadi, pengecer kita jadikan pangkalan. Mereka harus mendaftarkan nomor induk perusahaan Pengecer yang ingin menjadi pangkalan dapat mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). 

"Nomor induk perusahaan diterbitkan melalui OSS. Kalau pengecer ingin jadi pangkalan, perseorangan pun boleh daftar," katanya.terlebih dulu," ujar Yuliot di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Bagaimanapun tidak bisa dipungkiri, kelangkaan gas melon sangat menyusahkan rakyat, bagaimana pun gas ini termasuk kebutuhan yang harus ada untuk memasak, kebayang para ibu yang harus memasak untuk keluarganya tapi tidak bisa, akibat kelangkaan gas melon ini para pedagang yang sehari hari menggunakan gas melon ini harus memutar cara bagaimana agar usaha tetep berjalan walau gas melon langka.

Sungguh begitu miris akibat kelelahan seorang ibu sampai meninggal dunia, ditambah pula. Mereka harus rela antri dari pagi buta dengan ratusan warga yang rela kehujanan hanya untuk mendapatkan gas melon. Sungguh pemimpin saat ini begitu dzolim seharusnya pemerintah bisa memberikan cara yang dinamis untuk menyelesaikan kebutuhan akan elpiji yang memang meningkat.

Tak sedikit pula karena kelangkaan gas melon ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu sebagai ladang meraup cuan. Demi untung banyak, mereka tega menjual elpiji dengan harga lebih tinggi. Tentu hal ini memberatkan masyarakat.

Para mafia tentu hanya mengejar keuntungan pribadi. Alih-alih memikirkan nasib rakyat, mereka bahkan senang berpesta di tengah jeritan masyarakat. Bayangkan kondisi masyarakat saat ini, di tengah sulitnya ekonomi.

Mirisnya lagi, kenaikan dan kelangkaan si melon ini tidak terjadi sekali dua kali. Namun, mengapa pemerintah gagal menyediakan kebutuhan pokok akan gas yang murah dan mudah bagi masyarakat? Tampaknya, pemerintah tidak mampu mengatasi masalah persediaan gas, bahkan lebih parah lagi, para pemegang kebijakan seolah kalah dengan para mafia.

Mafia sendiri tidak hanya ada di hulu, tetapi juga ada di hilir. Lahir berbagai kebijakan untuk mengelola SDA, tetapi justru membolehkan pihak asing/swasta melakukan pengelolaan dari hulu hingga hilirnya. Perusahaan-perusahaan asing melakukan pengeboran dan penyulingan, kemudian menjualnya untuk mendapatkan cuan.

Pemegang kebijakan yang tidak mengelola SDA akhirnya membeli hasil jadi dari swasta dan hanya memberikan subsidi kepada masyarakat tidak mampu. Inilah yang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan, terutama para mafia. Akan tetapi, apakah semua masalah ini muncul akibat ulah mafia semata?

Masalah ini jelas tidak muncul begitu saja. Kapitalisme telah memproduksi pribadi-pribadi egois dan memenangkan para kapitalis sebagai penguasa, termasuk para pengusaha. Sekularisme sukses membuang aturan agama dari setiap sendi kehidupan manusia, hingga menjadikan akal sebagai raja pemutus segalanya.

Dalam konteks ini, akal manusia dipakai untuk melakukan kecurangan dan membuat aturan yang malah melanggengkan kekuasaan para kapitalis. Materialisme juga telah mendorong manusia hanya memikirkan keuntungan materi. Akibatnya, pada seluruh kepengurusan rakyat, termasuk pengelolaan SDA, terjadi privatisasi, swastanisasi, hingga dikuasai oleh asing/swasta.

Regulasi yang ada pun bermasalah. Kebutuhan akan gas seharusnya menjadi hak setiap warga negara. Namun nyatanya, negara membedakan antara miskin dan kaya. Negara memberikan subsidi si melon bagi masyarakat miskin, sedangkan bagi masyarakat kaya, negara menjualnya dengan harga berkali-kali lipat. Lebih parah lagi, si melon yang bersubsidi ini rawan menjadi sasaran para mafia. Harganya yang tergolong terjangkau justru dimanfaatkan dengan menaikkan harga setinggi-tingginya.

Segala kekacauan ini terjadi karena negara mengambil kapitalisme, ideologi yang hanya mengunggulkan kepentingan materi. Mereka hanya memikirkan kepentingan golongannya, alih-alih memikirkan kepentingan seluruh masyarakat.


Islam sebagai Pengurus

Islam mewajibkan negara menjalankan perannya sebagai pengurus kebutuhan rakyat. Negara tidak boleh membiarkan satu saja masyarakat terlalaikan kebutuhannya. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini akan mendorong para pemimpin muslim untuk menjalankan amanah sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunah. Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan setiap masyarakat, bukan hanya untuk sebagiannya. Dalam Islam, standar kesejahteraan adalah jika kebutuhan setiap individu sudah tercukupi, salah satunya adalah kebutuhan akan gas untuk keperluan rumah tangga.

Walhasil, negara wajib agar semua masyarakat bisa mendapatkan elpiji dengan harga murah dan cara yang mudah. Di antara beberapa cara Islam dalam memenuhi tuntutan ini adalah sebagai berikut.

Pertama, Islam mengatur harta milik umum berdasarkan hadis, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). 

Negara memiliki hak untuk melakukan pengelolaan SDA, termasuk migas, serta melarang pihak asing/swasta melakukan swastanisasi SDA. Semua SDA akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan disimpan di baitulmal negara dan akan disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan. Dengan aturan ini, negara secara tegas akan menutup pintu bagi mafia.

Kedua, dalam masalah distribusi, negara wajib menjamin sistem distribusi elpiji bisa sampai ke masyarakat dengan aman, jelas, mudah, dan singkat. Negara bisa memberikan gas secara gratis, negara bisa juga menjualnya secara murah atau sesuai harga pasar. Penerapan Islam secara menyeluruh ini akan mendorong setiap orang menjalankan kewajibannya sehingga tidak ada yang berani berbuat curang karena mereka paham bahwa kelak akan diminta pertanggungjawaban.

Apabila masih ada pihak-pihak yang nekat menjadi mafia, negara punya sistem sanksi yang tegas. Hukuman yang diberikan negara akan membuat para mafia itu takut dan insaf. Selain itu, sistem sanksi Islam akan membuat jera agar yang lain tidak berani melakukan kecurangan.

Ketiga, berkaitan dengan konsumsi, negara tidak akan membedakan harga. Siapa pun akan mendapatkan elpiji dengan harga yang sama. Tidak ada masyarakat yang ingin mendapatkan manfaat lebih karena mereka tahu bahwa kebutuhan pokoknya pasti sudah terpenuhi.

Dengan demikian, hanya Islam yang mampu menyelesaikan masalah kelangkaan dengan sempurna. Islam dalam bingkai Khilafah akan menjaga dan mengatur semua kebutuhan masyarakat. Setiap keputusan negara akan dilaksanakan dengan patuh oleh masyarakat atas dorongan takwa, bukan materi. Wallahualam bi ash shawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar