Kontes Waria Mengundang Murka


Oleh : Reshi Umi Hani (Aktivis Dakwah)

Rencana penyelenggaraan kontes waria yang dikabarkan akan digelar pada Kamis, 26 Desember 2024, telah menuai kecaman dari beberapa pihak, termasuk nya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan tegas menolak rencana tersebut. MUI PPU, telah mengeluarkan imbauan kepada kapolres PPU, meminta agar kepolisian tidak memberikan izin atas penyelenggaraan kontes waria tersebut. Selain itu, MUI juga akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai fatwa MUI yang melarang aktivitas seksual sesama jenis.  

Akan adanya acara kontes waria adalah sebuah musibah, meski tidak jadi terlaksana tetapi ini menunjukkan bahwa mereka sudah mulai berani untuk menunjukkan keberadaan mereka. 

Slamet Sugianto, selaku Direktur Pusat Kajian dan Analisis Data, mengatakan bahwa “Gerakan ini sifatnya internasional, bukan lokal. Perkembangan transpuan L687 merupakan dampak penerapan kapitalisme yang sangat mengkhawatirkan,” ungkapnya. 

Suatu hal yang sangat berbahaya jika hal demikian terjadi di mana kerusakan tatanan kehidupan penyakit sosial akan semakin berkembang di masyarakat. 

Meski demikian, masih saja ada pihak-pihak yang mendukung keberadaan kaum L98T dengan dalih kebebasan ala demokrasi dan HAM. Realitas ini menunjukkan adanya perang pemikiran. Tujuannya tidak lain adalah untuk menimbulkan keraguan di tengah kaum muslim.

Jika rekayasa sosial semacam ini dilakukan masif dan konsisten, cenderung akan menurunkan tingkat penolakan, dari yang tadinya sangat menolak, kemudian ragu-ragu, berubah menjadi mendiamkan dan memaklumi, hingga pada akhirnya yang terburuk adalah berubah haluan menjadi setuju. 

Perlu ditegaskan, L68T bukan bawaan lahir. Istilah ‘gen gay’ yang sering disebut sebagai gen yang dapat menentukan orientasi seksual seorang menjadi gay dibantah oleh banyak penelitian ilmiah. Para ilmuwan tidak pernah berhasil menemukan gen homoseksual tersebut. Artinya, ‘gen gay’ hanyalah akal-akalan saja untuk membenarkan tindakan L98T.

Sayangnya, tidak berhenti sampai di situ, masih ada konsep HAM, kesetaraan, dan moderasi beragama yang menjadi dasar pijakan menjamurnya perilaku L98T. Kecaman atas “kaum pelangi” ini dianggap tidak pantas sebab pilihan orientasi seksual mereka secara personal dilindungi negara. Negara tidak melarang warganya menjadi waria dan sejenisnya. Itu dianggap sebagai hak asasi, bagian dari kebebasan berekspresi. Parahnya, ada yang menyebut L98T adalah fitrah. 

Sangat jelas bahwa ada upaya sistemis untuk menjajah kaum muslim secara pemikiran, mengaburkan identitas mereka untuk kemudian memenangkan hawa nafsu, bukan memutuskan suatu perkara berdasarkan hukum syarak.

Betapa tidak, L98T merupakan agenda global yang sengaja dirancang untuk menghilangkan identitas Islam dari diri kaum muslim. Penyebaran isu ini dilakukan dengan soft power, pelan tetapi pasti, volume kecil tetapi bertenaga. Hal itu terlihat dari upaya Barat dalam mendukung penyebaran L98T ke seluruh dunia dengan melegalkan perkawinan sesama jenis, seperti di Belanda, Spanyol, Argentina, Norwegia, Portugal, Prancis, dan Amerika Serikat.

Allah Swt. menciptakan manusia dengan fitrahnya, yaitu naluri (garizah), kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyah), dan akal. Sedangkan L98T yang diembus-embuskan sesungguhnya menyalahi fitrah manusia dalam hal ini naluri melestarikan keturunan (garizah na’u).

Islam dengan tegas menetapkan perbuatan dan sanksi bagi pelaku L98T. Tidak tanggung-tanggung, pelaku homoseksual dijatuhi hukuman mati. Semua ulama sepakat dan tidak ada khilafiyah dalam hal ini.

Dalam perspektif hukum Islam, definisi perbuatan seorang hamba sangat mudah dihukumi sebab standar penentu halal atau haram suatu perbuatan adalah syariat Islam, bukan berdasarkan subjektivitas atau hawa nafsu.

Walhasil, wajib bagi kaum muslim mengupayakan tegaknya sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah. Hanya dengan sistem inilah taji kaum liberal pengusung L98T dapat tanggal, tamat tanpa jejak. 

Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar