Oleh : Hikmah
Penemuan pagar laut misterius di Tangerang, Banten belum kunjung mendapatkan penyelesaian. Keberadaan pagar laut di Tangerang telah dilaporkan oleh warga kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten sejak 14 Agustus 2024. Namun, kasus ini baru muncul ke permukaan 2024 akhir. Pembangunan pagar laut telah memakan sebanyak 16 desa di 6 kecamatan di wilayah pesisir Tangerang. Berdasarkan data Bhumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), total wilayah laut yang masuk area pagar laut mencapai 537,5 hektare (SINDOnews, 9/1/2025).
Lebih mengejutkan lagi, ternyata kawasan tersebut sudah dikapling-kapling dan sudah memiliki HGB (Hak Guna Bangunan). Menurut Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, total ada 263 HGB milik dua perusahaan. Padahal ini merupakan pelanggaran terhadap putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 yang melarang pemanfaatan ruang untuk HGB di atas perairan.
Terungkap pula ternyata pemagaran dan pengkaplingan kawasan laut sudah terjadi di sejumlah kawasan di Tanah Air. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membeberkan, total ada 169 kasus yang membentang dari Batam hingga Surabaya. Bahkan di Sidoarjo, laut yang sudah dikapling-kapling mencapai 657 hektare.
Negara Abai Melindungi
Melihat kondisi ini wajar jika masyarakat mempertanyakan peran negara dalam menjaga kedaulatan wilayah dan melindungi kepentingan warganya. Mengapa pemasangan pagar laut dan pengkaplingan tersebut bisa terjadi secara luas? Mengapa pula para pemilik kapling tersebut bisa mendapatkan HGB maupun Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas laut? Padahal Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan larangan terhadap hal tersebut.
Dari hasil investigasi Ombudsman yang mulai dijalankaDarin sejak Agustus 2024 hingga kini menunjukkan, pagar laut terbukti mendatangkan kerugian yang cukup signifikan bagi nelayan. Terhitung ada 3.888 nelayan yang biasa mencari ikan di kawasan sekitar pagar laut berdiri.
Mereka terpaksa mengeluarkan biaya bahan bakar lebih besar karena harus memutar. Hasil tangkap menurun karena waktu perjalanan lebih panjang dan daerah tangkap karena keberadaan pagar laut. Kerugian nelayan sekitar Rp 100.000 per hari. Jika hari kerja rata-rata 20 hari per bulan, kerugian 3.888 nelayan mencapai sekitar Rp 7,7 miliar.
Secara lingkungan, menurut Walhi, konstruksi pagar bambu di Laut Pantura tidak bermanfaat untuk mencegah abrasi laut sebagaimana klaim sebagian orang. Malah pagar-pagar itu dapat mengakibatkan sejumlah kerusakan alam, seperti menghambat laju arus laut, memicu kekeruhan air laut, juga dapat menimbulkan penumpukan sedimen akibat terhalang pagar bambu yang menancap di pasir.
Rakyat mengkhawatirkan adanya kesepakatan jahat pejabat dengan para pengusaha. Akibatnya, terjadi pembiaran proses pemagaran, bahkan sampai terbitnya HGB dan SHM atas kawasan laut tersebut. Bahkan sampai hari ini tidak ada instansi atau pejabat terkait yang menyatakan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Masyarakat semakin cemas jika kejadian ini makin meluas dengan mengatas namakan Proyek Strategis Nasional (PSN). Dimana PSN ini juga menjadi sumber konflik lahan. Berulangnya kasus lahan, termasuk di kawasan perairan di negeri ini adalah karena ketidak jelasan perlindungan terhadap kepemilikan lahan. Akibatnya, sering terjadi kasus penyerobotan lahan warga, baik oleh warga lainnya, oleh perusahaan, ataupun oleh negara.
Faktor lain yang mengakibatkan konflik lahan, termasuk privatisasi kawasan publik, adalah permufakatan jahat penguasa dengan kaum kapitalis. Para penguasa menjadi pemburu keuntungan. Mereka berkolusi dengan pengusaha jahat untuk keuntungan pribadi. Mereka mengkhianati rakyat mereka sendiri.
Faktor lain yang mengakibatkan konflik lahan, termasuk privatisasi kawasan publik, adalah permufakatan jahat penguasa dengan kaum kapitalis. Para penguasa menjadi pemburu keuntungan. Mereka berkolusi dengan pengusaha jahat untuk keuntungan pribadi. Mereka mengkhianati rakyat mereka sendiri.
Disamping itu, terjadi pengkhianatan yang perlu disaksikan di negeri ini. Banyak kebijakan penguasa khianat yang justru menguasakan kepemilikan umum (seperti pertambangan, hutan, kawasan laut, dll.) kepada para pengusaha. Bahkan tidak jarang warga diusir dari tempat tinggal mereka atau mereka di paksa menerima kompensasi yang tidak adil.
Islam telah menjelaskan kepemilikan dengan rinci dan jelas bahwa kepemilikan di bagi menjadi tiga, yakni milik pribadi, milik umum, dan milik negara. Islam pun memberikan perlindungan atas kepemilikan lahan tersebut. Perlindungan atas hak milik ini pernah disampaikan oleh Nabi saw. Rasulullah bersabda "Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yakni air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram."
Pesan Rasulullah saw. di atas menunjukkan bahwa syariat Islam menetapkan kawasan laut sebagai milik umum sehingga tidak boleh dikuasai oleh perorangan atau pihak swasta. Laut adalah area yang dibutuhkan oleh banyak orang, seperti untuk mencari hasil laut, pelayaran untuk kapal penumpang dan kapal perdagangan, dsb.
Membatasi kepentingan umum untuk memanfaatkan kawasan laut, seperti dengan pemagaran, adalah kezaliman. Negara jelas tidak boleh mengeluarkan peizinan bagi sebagian orang atau pihak swasta untuk menguasai sebagian kawasan laut. Karenanya, hal itu akan menyebabkan akses masyarakat umum untuk memanfaatkan laut menjadi terhalang.
Kawasan yang merupakan milik umum, termasuk kawasan laut, terbuka untuk dimanfaatkan oleh siapa saja. Ini persis sebagaimana Mina yang diizinkan oleh Nabi saw. bagi siapa saja yang datang ke sana untuk menunaikan ibadah haji. Sabda Rasulullah saw., “Mina adalah tempat singgah bagi siapa saja yang datang lebih dahulu.” (HR At-Tirmidzi).
Oleh sebab itu, pembatasan akses masyarakat terhadap kawasan milik umum, seperti laut, adalah haram. Apalagi jika hal tersebut mengakibatkan banyak nya kerugian bagi masyarakat umum, Negara berkewajiban untuk mencegah terjadinya kemudaratan atau kerugian apa pun yang menimpa rakyat.
Khilafah Menjaga Kedaulatan
Negara Islam (Khilafah) merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh untuk mengurus urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan dalam pandangan Islam itu di tangan syariat, bukan di tangan manusia. Syariatlah yang seharusnya memimpin, bukan (hawa nafsu) manusia. Semua perilaku, ucapan, dan kebijakan penguasa wajib tunduk pada syariat Islam. Kedaulatan penuh ini membuat Khilafah tidak akan tunduk pada pihak manapun. Khilafah hanya tunduk pada ketentuan syariat Islam.
Islam memberikan keadilan dan keamanan. Islam telah menata kepemilikan dengan adil dan saksama yang berasal dari Zat Yang Maha Adil. Islam juga membangun sistem ekonomi berasaskan iman dan takwa yang bertujuan menciptakan keberkahan bagi kaum muslim.
Islam pun menerapkan bahwa para penguasa haruslah orang-orang pilihan dengan iman dan takwa. Dengan demikian, mereka tidak akan pernah mau menerima suap, melakukan kolusi dan korupsi, apalagi mengintimidasi dan menondas rakyat. Mereka melayani rakyat dengan mengharap keridhoan Allah Swt. saja
Syariat Islam yang agung ini tidak mungkin terwujud dalam sistem kapitalisme yang menyengsarakan.hanya dengan khilafah islamiyah Syariat Islam yang agung ini bisa terlaksana dengan sempurna dalam institusi pemerintahan Islam secara kaffah.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar