Maraknya Korupsi, Bukti Kegagalan Kapitalisme Demokrasi


Oleh: Yulia Putbuha

Permasalahan korupsi di Indonesia hingga kini belum menemukan solusi yang fundamental. Terbukti dari makin menjamurnya korupsi diberbagai bidang, baik pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan publik, yang tentu saja sangat merugikan negara.

Dalam acara World Government Summit 2025 yang dilakukan secara daring, Kamis (13/2/2025). Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi. Prabowo mengatakan, tindak korupsi yang marak terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. (Kumparan.com, 17/02/25)


Kapitalisme - Demokrasi Membuka Peluang pada Oligarki

Tindakan korupsi yang sudah ditahap stadium akut ini diakui oleh Presiden Prabowo Subianto. Namun, mirisnya pernyataan untuk menghapus korupsi tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Penerapan sistem yang ada saat ini telah membuka peluang terjadinya korupsi secara sistemik, pada berbagai bidang dan level jabatan serta para pemilik modal yang mendapat proyek dari negara. 

Kapitalisme - demokrasi membuka keran besar kepada para oligarki untuk mengalirkan modalnya pada pemilihan wakil rakyat dan pejabat, sehingga siapa pun yang menjadi pemimpin akan mudah disetir oleh mereka para pemilik modal. Begitupun dengan aturan yang dibuat, hanya akan menguntungkan para pemilik modal, akhirnya negara lemah di hadapan para oligarki. 

Semua kebijakan negara dibuat untuk menguntungkan pemilik modal. Sementara pejabat negara, memanfaatkan kekuasaannya untuk mengembalikan modalnya dengan cara-cara yang curang seperti korupsi. Akhirnya rakyat menjadi korban. Korupsi telah merenggut hak-hak dasar rakyat untuk memperoleh penghidupan atau pelayanan publik yang layak. 


Penerapan Sistem Islam Menutup Rapat Celah Korupsi

Sistem Islam tidak memberi peluang kepada siapapun untuk melakukan tindakan korupsi. Sistem Islam akan menutup rapat celah korupsi, bahkan kemungkinan korupsi menjadi nol. Hal ini dapat terwujud karena penerapan sanksi dalam sistem Islam tegas dan membuat jera bagi siapa pun. 

Sistem Islam memiliki mekanisme yang berbeda dalam jawajir (pencegahan) dan jawadir. Secara jawajir sistem Islam akan mencegah terjadinya korupsi diawali dengan pengangkatan berdasarkan kualifikasi dan rekrutmen bukan koneksitas, nepotisme ataupun praktik balas budi. Pegawai negara juga akan dipilih langsung oleh khalifah bukan oleh rakyat.

Pegawai negara wajib memiliki kapabilitas, kemampuan dan keahlian akan lebih diutamakan. Tidak seperti dalam sistem saat ini, pegawai negara diangkat karena ada modal. Rasulullah SAW pernah bersabda: "Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat". (HR.Bukhari)

Selain itu, pegawai negara harus memiliki kepribadian Islam (Syakhsiyah Islamiyah) agar tertanam rasa takut ketika melakukan suatu kemaksiatan. Untuk membentuk pribadi yang bersyakhsiyah islamiyah didapat dari sistem pendidikan Islam. 

Sistem pendidikan Islam akan membentuk pola pikir dan pola sikap anak didik berlandaskan syariat Islam. Dengan demikian, maka akan terbentuk pribadi-pribadi yang bersyakhsiyah Islam dan akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan perbuatannya, seperti tidak amanah dalam jabatannya.

Kemudian, dalam hal upah. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak untuk para pegawai negara. Seperti sabda Rasulullah SAW: "Siapa saja yang bekerja untuk kami tapi tidak punya rumah, hendaklah ia mengambil rumah. Kalau tidak punya istri hendaklah ia menikah. Kalau tidak punya pembantu dan kendaraan hendaklah ia mengambil pembantu dan kendaraan." (HR.Ahmad) 

Kemudian secara jawadir (penebus dosa bagi pelaku), Islam akan memberikan sanksi yang tegas bagi pegawai negara yang tidak amanah dalam jabatannya seperti korupsi. Dalam kitab Nidzhamul uqubat hal. 78-89, mengatakan bahwa hukuman untuk koruptor masuk kategori ta'zir. Yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.

Bentuk sanksi yang diberikan hakim mulai dari yang paling ringan, yakni nasihat sampai yang paling tegas yaitu hukuman mati. Berat ringannya sanksi ditentukan dari seberapa berat kejahatan yang dilakukan. Sanksi ini merupakan penembus dosa bagi para pelaku kejahatan, agar kelak di akhirat terbebas dari dosa yang sudah diperbuatnya.

Itulah cara syariat Islam menyelesaikan permasalahan korupsi secara mendasar. Jika saja negara mampu menerapkan cara sebagaimana syariat Islam, maka kasus korupsi tidak akan marak terjadi seperti dalam sistem Kapitalisme - demokrasi saat ini yang sudah jelas gagal memberantas korupsi. 

Wallahualam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar