Oleh : Fara Melyanda (Ibu Pembelajar)
Setiap menjelang Ramadan, masyarakat sering dihadapkan pada kenaikan harga kebutuhan pokok yang menjadi beban tersendiri. Kenaikan harga bahan pangan seperti telur, daging, cabai, dan minyak goreng kerap terjadi menjelang Ramadan. Fenomena ini seolah menjadi siklus yang terus berulang setiap tahun. Apa penyebab di balik pola tersebut?"
Badan Pusat Statistik (BPS) memperingatkan potensi kenaikan harga komoditas pangan seperti telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng menjelang Ramadan 2025, akibat lonjakan permintaan selama bulan puasa dan Idul Fitri (www.rubicnews.com, 7/2/2025).
Kenaikan harga-harga menjelang ramadan terus berulang. Hal ini menunjukkan adanya kendala dalam distribusi barang, sehingga berpotensi menimbulkan kelangkaan dan memicu kenaikan harga. Meningkatnya jumlah permintaan menjadi alasan yang berulang bagi kenaikan harga bahan makanan pokok jelang ramadan.
Padahal, diakui atau tidak, terdapat persoalan lain yang memengaruhi kenaikan harga di tengah daya beli masyarakat yang semakin menurun, seperti jaminan kelangsungan produksi barang kebutuhan dan masalah pada rantai pasok (seperti mafia impor, kartel, monopoli, hingga praktik penimbunan).
Alih-alih meringankan beban pengeluaran masyarakat, pemerintah justru mengambil kebijakan menaikkan harga beberapa komoditas pangan. Kebijakan ini semakin memperberat beban hidup masyarakat, terutama di tengah meningkatnya jumlah rakyat miskin yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Langkah tersebut dinilai kurang bijak dan berpotensi memperdalam ketimpangan sosial serta menambah angka kemiskinan.
Derita masyarakat saat ini merupakan akibat penerapan kapitalisme, di mana negara hanya berperan sebagai regulator tanpa menjamin kesejahteraan rakyat. Rakyat dipaksa bertahan sendiri berdasarkan prinsip survival of the fittest-siapa yang kuat, dialah yang bertahan. Akibatnya, kemiskinan dan penderitaan rakyat makin parah.
Hal ini berbanding terbalik dengan sistem Islam, yang menempatkan ketersediaan pangan dan distribusi merata sebagai tanggung jawab negara. Islam memastikan tidak ada penimbunan, kecurangan, atau permainan harga, sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan harga yang terjangkau.
Negara akan meningkatkan produksi untuk mengatasi masalah kelangkaan serta melakukan pemantauan dan pengendalian harga komoditas sesuai dengan ketentuan syariah. Sistem ekonomi Islam meniscayakan adanya pengaturan yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan rakyat dengan harga terjangkau dan mudah diakses.
Kewajiban mengurus umat telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dengan memanfaatkan harta yang diperoleh negara pada masa itu. Beliau memberikan jaminan hidup bagi ahlus-suffah yang tinggal di Masjid Nabawi, serta menjadikan dirinya sebagai penjamin bagi kaum Mukmin yang meninggal dalam keadaan memiliki utang atau tanggungan keluarga.
Islam memberikan peringatan keras kepada para pemimpin yang lalai memenuhi kebutuhan rakyatnya, apalagi yang dengan sengaja merampas atau menghalangi hak-hak mereka. Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah besar yang harus dijalankan dengan keadilan dan tanggung jawab.Sabda Rasulullah saw.: "Tidak seorang pemimpin pun yang menutup pintunya dari orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya." (HR at-Tirmidzi).
Karena itu, sudah saatnya umat menerapkan syariah Islam sebagai solusi menyeluruh. Hal ini merupakan tuntutan keimanan, karena orang yang beriman dituntut untuk taat pada hukum-hukum Allah. Terlebih lagi, syariah Islam mengandung aturan-aturan yang memberikan jaminan atas kesejahteraan masyarakat. Sejumlah hukum Islam, jika diterapkan dengan benar, akan memastikan terpenuhinya kebutuhan setiap individu secara adil dan merata.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar