Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengakui kerap mendapat pertanyaan soal siapa sosok pemilik pagar laut sepanjang lebih dari 30 km di perairan Tangerang. Kepolisian saat ini masih melakukan penyidikan atas keberadaan pagar laut tersebut. Pihaknya telah mengantongi sosok yang mendalangi pagar laut. Hanya, dia tak mengungkapkannya lantaran masih perlu klarifikasi.
"Ya, memang tuntutan dari masyarakat inginnya hari ini diusut, disegel, besok juga langsung ketahuan, tapi tidak mudah juga karena kami mendapat beberapa petunjuk," kata Trenggono dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
"Tapi tentu kan juga harus dipanggil, ditanya, apakah yang bersangkutan betul melakukan itu dan seterusnya," sambungnya. Menurut dia, permintaan keterangan itu menjadi bagian penting, apalagi KKP memiliki keterbatasan dalam pengawasan ruang laut.
Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan menilai tidak ada semangat penegakan hukum terhadap aktor di balik pagar laut yang ditunjukkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Dia heran Trenggono hanya mengutarakan tugas dan wewenang KKP sebatas administrasi. Dia mempertanyakan peran penyidik KKP. "Pak Menteri menjelaskan hanya di dalam aspek administrasi. Saya konfirmasi ke senior, di sana kan ada penyidik. Lalu untuk apa penyidik kalau tidak ada tindakan hukum?" ujar Daniel.
Dia meminta Menteri Trenggono mengungkap dan menindak aktor di balik pagar laut yang berdiri sepanjang 30 km di perairan Tangerang. "Jadi sesuai arahan dari pimpinan dan kita semua agar pemerintah dan termasuk dalam hal ini KKP segera mengungkap secara clear secara jelas bukan hanya membongkar tetapi juga melakukan tindakan hukum agar masyarakat meyakini Indonesia adalah negara hukum," kata Daniel. (SINDOnews, 24/1/2025).
Eks Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai masalah pemagaran laut yang terjadi di perairan Tangerang, Banten erat kaitannya dengan status PSN (Proyek Strategis Nasional) yang diberikan kepada PIK 2. Said Didu menjelaskan sebuah proyek ketika masuk daftar PSN akan banyak mendapatkan fasilitas kemudahan yang diberikan negara. Bahkan risiko politik, sosial, dan ekonomi yang ada dalam proses pengerjaan PSN bisa ditanggung oleh negara.
"PSN itu memberikan keistimewaan, bahwa ada apabila terjadi risiko politik pun itu ditanggung negara. Risiko hukum, maka negara harus membela, risiko sosial misal ada warga yang protes, negara yang harus bayar, bukan pengembang," kata Said Didu pada Jumat (24/1/2025).
Laut Tangerang Dulunya Sawah, Dibeli Zaman Soeharto Sehingga, dengan fasilitas dan jaminan dari negara terhadap PSN yang diberikan PIK 2 bukan tidak mungkin apabila pengembang bisa semakin masif untuk melakukan percepatan untuk menyelesaikan proyek yang telah terjamin negara.
"Dulu (sebelum PSN) itu kan PIK 1, PIK 2 Kosambi, PIK 3 Teluk Naga. Tapi pada saat Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa PIK 2 itu menjadi PSN, maka semua plang PIK ikut diubah menjadi PIK 1," kata Said Didu.
"Saya pikir PSN PIK 2 ini memanfaatkan celah hukum yang ada. Mereka berhasil melakukan itu. Seluruh pembebasan lahan dilakukan dengan menyatakan ini PSN. Nah termasuk pemagar laut yang belakangan terjadi sangat masif dilakukan," tambahnya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sendiri telah mengungkapkan bahwa terdapat Sertipikat Hak Guna Bangunan dan Hak Milik di atas kawasan pagar laut. Setidaknya ada 263 bidang yang punya sertifikasi HGB dan Hak milik. Terdiri dari 234 bidang Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, 9 bidang atas nama perseorangan.
Said Didu menyebut, pengembang PIK 2 memanfaatkan celah regulasi yang ada dalam Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Pada pasal 1 disebut istilah tanah musnah, yaitu tanah yang sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam dan tidak dapat diidentifikasi lagi sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Ketentuan Tanah Musnah ini yang dikatakan Said Didu sebagai dalil pengambilan laut di pesisir Tangerang. Sebab klausul peristiwa alam sendiri termasuk salah satunya adalah fenomena abrasi pantai.
"Kelihatannya celah ini mau digunakan untuk mengambil laut," kata Said Didu. Pada ayat (3) pasal 66 dijelaskan, sebelum ditetapkan sebagai Tanah Musnah, pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan prioritas untuk melakukan rekonstruktur atau reklamasi atas pemanfaatan Tanah. Beleid selanjutnya, Jika dalam hal rekonstruksi atau reklamasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau pihak lain dalam hal ini swasta, maka pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan bantuan dana kerohiman.
"Saya yakin ini melanggar atau men-torpedo regulasi, yang biasa men-torpedo regulasi adalah penguasa. Jadi saya pikir PIK 2 sudah bisa memerintah penguasa untuk melakukan apa yang dia inginkan," pungkas Said. (SINDOnews, 24/1/2025).
Memang benar, saat ini penguasa sebenarnya adalah pengusaha. Sistem demokrasi kapitalisme meniscayakan hal demikian sebab mahalnya biaya untuk meraih tampuk kekuasaan menjadikan banyak calon penguasa menghamba kepada pengusaha akibatnya ketika kekuasaan telah diraih, berlakulah politik balas budi berupa berbagai kebijakan regulasi yang menguntungkan pengusaha.
Ketidakberdayaan sistem ekonomi Kapitalisme dari sisi penguasa juga telah menjadikan penguasa hanya sebagai regulator dalam mengelola SDA menjadikan negara miskin dan hanya mengandalkan pajak yang terbukti memalak rakyat. Maka wajar jika pada akhirnya negara menjual berbagai aset negara termasuk laut.
Sementara kekuasaan telah kehilangan saudara kembarnya. Ya, agama yang menjadi saudara kembar kekuasaan telah dipisahkan oleh sistem kapitalisme yang kejamnya melebihi ibu tiri dalam sinetron televisi. Padahal dengan bersatunya kekuasaan dan agama akan mengokohkan persatuan umat. Sejarah telah membuktikan betapa dengan dua kekuatan saudara kembar (agama dan kekuasaan) dapat menyatukan dua per tiga dunia selama lebih dari 13 abad dalam naungan penuh rahmat-Nya.
Terlepas dari siapa yang mengeluarkan SHGB, ada kewajiban yang terbengkalai dari ulama sebagai pewaris para nabi yaitu menunaikan amar makruf nahi mungkar terhadap penguasa sebagai mahkota kewajiban. Para ulama dan penyampai Islam, baik laki-laki dan perempuan, adalah pemelihara dan penjaga warisan para nabi, yakni wahyu atau risalah, Al-Quran dan Sunnah. Dengan kata lain, peran utama ulama sebagai pewaris para nabi adalah menjaga agama Allah SWT. dari kebengkokan dan penyimpangan.
Jika kita saksikan dan rasakan hari ini, kezaliman yang dilakukan penguasa atas rakyatnya sudah sedemikian parah, tetapi para ulama cenderung diam. Padahal ada tugas dan kewajiban yang langsung diperintahkan Allah SWT. dalam Al-Quran، yaitu amar makruf dan nahi mungkar, menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran. Tugas ini sangat mulia karena mengajak, menyuruh, dan menunjukkan satu kebaikan.
Allah SWT berfirman:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung“. (QS. Ali-Imran: 104).
Kita umat muslim akan menjadi "Khaira ummah" (umat terbaik) asal mau berdakwah dan beramar makruf nahi mungkar. Dan jangan sebaliknya, menjadi umat yang terburuk yang tidak mau tahu dengan berbagai pelanggaran syariat dilingkungannya masing-masing.
Sabda Rasulullah Saw.:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. (HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa amar makruf nahi mungkar itu hukumnya wajib. Kalau dilaksanakan akan mendapat pahala dan manfaatnya besar sekali. Dan jika ditinggalkan sangatlah besar dosa dan efeknya.
Jangan sampai ulama hanya rajin berwirid baca tasbih di masjid tapi tak peduli dengan kondisi masyarakat dan negara yang tengah terjadi. Jangan sampai pula menjadi setan bisu karena diamnya dari kebenaran. Akankah menunggu azab Allah SWT. turun dikarekan pengabaian, apatis, dan acuh tak acuh dalam perkara perkara ini?
Nabi Muhammad Saw. bersabda,
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian bersunguh-sungguh menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, atau Allah akan menimpakan siksaan kepada kalian dari sisi-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya tetapi Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR. At-Turmudzi 2169).
Hadis tersebut menjelaskan, apabila amar makruf nahi mungkar tidak ditegakkan, maka doa pun tidak dikabulkan. Walaupun di dalamnya terdapat orang yang saleh dan taat yang selalu berdoa kepada Rabb-Nya, walaupun di dalamnya ada orang yang selalu shalat, infak, shadaqoh, puasa, tapi kalau dia mendiamkan kemaksiatan maka tunggulah adzab-Nya!
Ulama adalah orang yang fakih dalam masalah halal-haram. Ia adalah rujukan dan tempat menimba ilmu sekaligus guru yang bertugas membina umat agar selalu berjalan di atas tuntunan Allah SWT. dan Rasul-Nya. Dalam konteks ini, peran sentralnya adalah mendidik umat dengan akidah dan syariat Islam. Dengan begitu, umat memiliki kepribadian Islam yang kuat; mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.
Ulama juga harus mampu menjelaskan kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur kepada umat Islam. Ia juga harus bisa mengungkap makar jahat di balik semua sepak terjang kaum kafir dan antek-anteknya. Hal ini bertujuan agar umat terjauhkan dari kejahatan musuh-musuh Islam.
Pada dasarnya, para ulama bertugas membimbing umat agar selalu berjalan di atas jalan lurus. Ia pun bertugas menjaga umat dari segala tindak kejahatan, pembodohan, dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan antek-anteknya; melalui gagasan, keyakinan, dan sistem hukum yang bertentangan dengan Islam. Semua tugas ini mengharuskan ulama untuk selalu menjaga kesucian agamanya dari semua kotoran.
Para ulama adalah pembimbing, pembina, dan penjaga umat, serta memberi petunjuk dan menerangi umat sehingga umat tertunjuki pada jalan yang benar. Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan ulama di muka bumi laksana bintang-bintang yang ada di langit yang menerangi gelapnya bumi dan laut. Apabila padam cahayanya, maka jalan akan kabur.” (HR. Ahmad). Juga sabdanya, “Ulama adalah pelita dunia. Ulama adalah pelita alam.” (HR. Abu Daud, Nasa’i, dan Baihaqi).
Seorang ulama harus memiliki visi politis-ideologis yang kuat, hingga apa yang disampaikannya ke tengah-tengah umat tidak hanya beranjak dari tinjauan normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada konteks ideologis-politis. Dengan demikian, risalah Islam yang disampaikannya akan mampu menjaga umat Islam dari kebinasaan dan kehancuran, bukan malah menjadi sebab malapetaka bagi kaum Muslim. Rasulullah Saw. bersabda, “Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah, serta orang yang berdiri di hadapan seorang penguasa yang zalim, lalu menasihatinya, kemudian ia dibunuh.”
Imam Al-Ghazali menyatakan, “Dahulu tradisi para ulama mengoreksi dan menjaga penguasa untuk menerapkan hukum Allah Taala. Mereka mengikhlaskan niat. Pernyataannya pun membekas dihati. Namun, sekarang terdapat penguasa yang zalim namun para ulama hanya diam. Andaikan mereka bicara, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa akibat kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapa pun yang digenggam cinta dunia niscaya tidak akan mampu menguasai kerikilnya, apalagi untuk mengingatkan para penguasa dan para pembesar.” (Ihya ‘Ulumuddin, Juz 7, hlm. 92).
Pada masa keemasan Islam, umat Islam, baik pada masa sahabat, tabiin, maupun tabiut tabiin tidak terlalu sulit menemukan sosok ulama dan penyampai risalah Islam sejati. Di antara masa itu, ada empat imam yang pendapatnya menjadi rujukan bagi ulama-ulama selanjutnya, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Pendapat dan pemikiran empat ulama ini paling banyak memberikan pengaruh kepada kaum muslim. Tidak hanya itu, mereka juga meletakkan dasar-dasar istinbat dan memformulasikan berbagai disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi generasi Islam berikutnya.
Tidak hanya di bidang keilmuan belaka, ulama dan penyampai ajaran Islam dahulu juga menjadi garda terdepan dalam melakukan aktivitas dakwah dan mengoreksi para penguasa. Imam Ahmad bin Hanbal, misalnya, pernah disiksa dan diasingkan pada masa Khalifah Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim, dan Al-Watsiq karena penentangan beliau terhadap gagasan kemakhlukan Al-Quran.
Imam Ibnu Taimiyah turut berjuang bersama kaum muslim melawan tentara Mongol. Beliau juga terkenal sebagai ulama yang berani mengoreksi penguasa hingga akhirnya dijebloskan di penjara Damaskus. Masa berikutnya, kaum muslim juga dianugerahi Allah SWT. seorang ulama besar yang mampu menangkis pemikiran filsafat Yunani, beliau adalah Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali.
Belum terlambat untuk menghentikan semua ini. Yang harus dihancurkan pertama kali adalah sistem kapitalisme agar dua saudara kembar dapat kembali berfungsi saling menjaga dan menguatkan. Kemudian menggantinya dengan sistem Islam. Sebab hanya dengan sistem Islam, ulama dan penguasa dapat bekerjasama dalam meraih Ridha Allah SWT. Dengan kiprah politik ulama yang andal, maka rakyat akan terbina dengan baik, serta akan memiliki kesadaran politik Islam yang tinggi. Dengan demikian ulama dan juga umat akan meraih kemuliaan di dunia dan akhirat.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar