Oleh: Mami Erni (Lisma Bali)
Misteri pagar bambu yang terbentang sepanjang -+30km tepatnya berlokasi di sejumlah desa dan kecamatan Tangerang. Jika dirinci, pagar laut itu membentang di 3 desa Kecamatan Kronjo, 3 desa Kecamatan Kemiri, 4 desa Kecamatan Mauk, 1 desa masing-masing di Kecamatan Sukadiri, Pakuhaji, serta 2 desa Kecamatan Teluknaga.
Ternyata pihak swastalah yang menjadi dalang dari pembangunan pagar bambu tersebut. Luar biasanya, pagar bambu itu menjadi tanda pengkavlingan dan memiliki HGB (Hak Guna Pakai) sebagai bukti sertifikat kepemilikan hak guna. Proyek pagar bambu ini tentu bertujuan untuk membatasi pergerakan nelayan. Pagar laut juga digunakan untuk menciptakan tanah timbul di kawasan pesisir agar selanjutnya dapat disertifikatkan dan dibangun properti.
Luar biasanya lagi, pagar laut yang jelas-jelas merugikan nelayan, melanggar kedaulatan negara, dibuat secara ilegal, disebut belum memenuhi unsur pidana. Kalau rakyat kecil yang salah sedikit saja, bahkan yang tak salah, langsung ditangkap. Tidak jarang, terjadi kasus polisi salah tangkap. Hingga muncul adagium "tangkap dulu, bukti belakangan".
Tapi begitu menghadapi pagar laut PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim, polisi tak bernyali. Yang berjuang dengan mengedarkan berita perjuangan, malah dibungkam. Pemerintah telah melakukan pembongkaran terhadap pagar laut ini, namun tindakan ini tidak bisa disebut sebagai sebuah prestasi. Mengingat kasus pagar laut ini sebenarnya mengkonfirmasi negara telah kalah melawan oligarki. Memberi apresiasi setidaknya karena negara mulai hadir kembali di tengah-tengah rakyat, meski dalam peran yang kecil. Yakni hak dan kepemilikan bersama.
Kasus pagar laut PIK-2 ini sebenarnya tak akan menjadi masalah jika negara sejak awal hadir melindungi rakyatnya. Kenapa TNI AL, Polri, KKP, BPN, bisa kecolongan pagar laut? Kenapa bisa terbit sertifikat di atas laut? Sudah jelas, peristiwa ini membuktikan adanya kolusi dan korupsi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif, mulai di tingkat desa, kecamatan, Pemda hingga kementerian dan lembaga.
Jika pemerintah serius, semestinya proyek PIK-2 ini segera dihentikan. Lagipula, masalah pagar laut yang mengonfirmasi adanya perampasan wilayah kedaulatan laut ini adalah kezaliman proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony di wilayah daratan. Karena proses perampasan tanah ini terjadi di darat dan di laut. Semestinya, negara segera bertindak. Pecat seluruh pejabat yang terlibat. Pidanakan seluruh pejabat yang ikut berperan menjual kedaulatan negara dan zalim kepada rakyat nya.
Melihat kondisi ini sangat wajar bila masyarakat menanyakan peran negara dalam menjaga kedaulatan negara dan kepentingan rakyatnya. Dalam Islam kepemilikan ada 3, milik pribadi, milik umum, dan milik negara. Laut yang pada dasarnya adalah milik umum ingin dikuasai oleh individu, dan hal ini malah mendapat perlindungan dari pemerintah. Ini menjadi akar dari berbagai masalah yang terjadi, para penguasa sudah tidak mementingkan atau memprioritaskan rakyatnya. Mereka berlomba-lomba mencari kekayaan dan kepuasan diri dengan memanfaatkan pangkat dan jabatan.
Masalah yang terjadi di atas itu baru sebagian kecil saja. Masih banyak lagi kezaliman-kezaliman yang telah dilakukan para penguasa terhadap rakyatnya. Dalam Islam, kawasan laut adalah milik umum sehingga tidak boleh dikuasai oleh perorangan atau perusahaan swasta. Laut adalah area yang dibutuhkan oleh banyak orang seperti untuk mencari hasil laut, pelayaran, untuk kapal penumpang, dan kapal perdagangan. Islam menjanjikan keadilan dan keamanan. Islam telah menata kepemilikan dengan adil dan seksama yang berasal dari Zat Yang Maha Adil. Islam juga membangun sistem ekonomi berasaskan iman dan takwa yang bertujuan menciptakan keberkahan bagi kaum muslim.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar