Oleh : Eni Purwasih, S.Psi., M.Psi. (Aktivis Dakwah Siyasih)
Sejatinya perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan, yang memiliki tugas utama mengajar, meneliti untuk menciptakan inovasi teknologi, dan mengabdi kepada masyarakat dengan mentransfer hasil penelitian untuk kemajuan bersama. Sebagaimana tertuang dalam Tri Dharma perguruan tinggi.
Adanya wacana mengenai perguruan tinggi akan diberikan hak untuk mengelola tambang sepertinya bersebrangan dengan Tri Dharma perguruan tinggi. Ide ini mencuat dengan adanya pembahasan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara. Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan memberikan usulan agar pengelolaan tambang dapat dilakukan oleh UMKM dan perguruan tinggi. (VOI.id, 20/01/2025).
Meskipun masih wacana, kebijakan tersebut sudah menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan tersebut di antaranya Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) dan Forum Rektor Indonesia. Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia, Didin Muhafidin menilai langkah ini sangat positif, karena dapat meningkatkan pendapatan lembaga, dan mengurangi beban mahasiswa dalam membayar SPP atau biaya operasional lainnya. Dengan catatan perguruan tinggi tersebut sudah memiliki status badan hukum (BHP) dan unit usaha sendiri.
Di samping itu, suara penolakan juga datang dari berbagai kalangan, di antaranya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melalui Deputi Eksternal Eksekutif Nasional, Mukri Friatna mendesak agar usulan tersebut dihapuskan dalam revisi UU Minerba. Begitupun Alfarhat Kasman dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), mengatakan bahwa usulan tersebut merupakan bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan akademisi, baik dosen maupun mahasiswa. Karena pemerintah membebankan tanggung jawab finansial kepada kampus begitu saja. (Kompas.com, 25/01/2025).
BEM Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto juga menyampaikan bahwa fokus perguruan tinggi adalah mendidik dan mengajar, bukan terlibat dalam aktivitas bisnis seperti pengelolaan tambang. Ia juga mengkhawatirkan dengan pemberian izin usaha tambang pada kampus akan memberangus pemikiran kritis perguruan tinggi itu sendiri. Hal senada disampaikan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid. Ia melihat dampak kebijakan tersebut adalah hilangnya integritas akademik dan suara kritis kampus ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan wewenang, serta melencengnya kampus dari visi misinya sebagai lembaga pendidikan. (CNNIndonesia, 25/01/2025).
Kampus Bukan Korporasi Tambang
Usulan pemerintah memberikan kepengolahan tambang bagi perguruan tinggi merupakan kebijakan yang berbahaya. Alih-alih mampu memperkuat pendidikan dan memberdayakan masyarakat, usulan ini justru mengancam independensi akademik dan menciptakan konflik kepentingan. Kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak-dampak negatif yang sangat besar sebagaimana telah disampaikan para tokoh.
Jika penguasa tetap memberikan hak pengolahan tambang pada perguruan tinggi, maka hal pertama yang sangat dikhawatirkan adalah terjadinya konflik horizontal antara korporasi dengan masyarakat setempat. Aktivitas tambang dapat merugikan masyarakat setempat. Kedua, menurunnya kepercayaan masyarakat pada perguruan tinggi. Kampus akan kehilangan identitasnya sebagai lembaga pendidikan, karena adanya disorientasi pendidikan dari mencetak intelektual cerdas dan kritis menjadi intelektual bermental bisnis dengan mengejar profit semata. Ketiga, menggerus daya kritis mahasiswa, karena perguruan tinggi telah mendapat “reward” berupa pengelolaan tambang.
Sistem Kapitalis Menyebabkan Disfungsi Negara, Islam Kafah Solusinya
Pemberian izin pengelolahan tambang oleh perguruan tinggi merupakan gambaran peran negara tidak berfungsi dengan baik. Negara telah lalai menjadi pengurus dan pelayan rakyat termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan yang merupakan hak dasar seluruh lapisan masyarakat. Seharusnya negara menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayaan pendidikan, bukan malah melepaskan tanggung jawab dengan membiarkan perguruan tinggi mencari pembiayaannya sendiri. Dari sini tampak bahwa penguasa yang menerapkan sekuler kapitalisme, sudah pasti melahirkan kebijakan kapitalistik juga, salah satunya mengubah orientasi kampus sebagai lembaga pendidikan menjadi orientasi bisnis yang menghasilkan keuntungan.
Hal ini berbeda dalam pandangan Islam, di mana pendidikan bukanlah komoditas yang dapat dikomersilkan untuk menghasilkan materi sebagaimana konsep kapitalisme. Pendidikan merupakan gerbang utama untuk menciptakan generasi unggul, beriman dan berkualitas demi mewujudkan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi. Sebagaimana, Syekh Abu Yasin rahimahullah, dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah hlm.87 menjelaskan bahwa “Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang sistematis setelah sekolah. Tujuan pendidikan tinggi adalah penanaman dan pendalaman kepribadian Islam secara intensif pada diri mahasiswa perguruan tinggi, bagi yang telah sempurna pembinaannya di jenjang pendidikan sekolah. Peningkatan kualitas kepribadian ini ditujukan agar para mahasiswa bisa menjadi pemimpin dalam memantau permasalahan-permasalahan krusial bagi umat, termasuk kemampuan mengatasinya yaitu dengan Islam meskipun risiko hidup atau mati.
Berkaitan dengan adanya wacana menyerahkan izin usaha tambang kepada perguruan tinggi jelas dapat menjerumuskan umat pada keharaman. Sebab tambang merupakan hak milik umum yang tidak boleh diserahkan penguasaan dan pengelolaannya kepada pihak manapun kecuali negara. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah hlm. 92-93 menerangkan bahwa barang tambang yang jumlahnya banyak dan tidak terbatas tergolong pemilikan umum bagi seluruh kaum muslim sehingga tidak boleh dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang tertentu. Serta dilarang memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya. Melainkan membiarkan saja sebagai milik umum bagi seluruh kaum muslim dan mereka berserikat atas harta tersebut sampai negara mengelolahnya. Sebab hanya Negara yang wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, meleburnya, menjualnya atas nama kaum muslim, dan menyimpan hasil penjualannya pada baitul mal kaum muslim.
Sebagaimana diriwayatkan dari Abidh bin Hamal al-Mazaniy, “Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis, ‘Apakah Anda mengetahui apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah Anda berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda, ‘(Kalau begitu) tarik kembali darinya.’” (HR Tirmidzi).
Demikian Islam memberikan aturan yang menyeluruh perihal paradigma pendidikan hingga tata cara mengatur tambang sebagai harta milik umum. Hanya penerapan sistem Islam kafah yang mampu menghilangkan ketidakadilan dan kesenjangan di tengah-tengah masyarakat.
wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar