Perubahan PPDB Menjadi SPMB, Apakah Cukup Menjadi Solusi Kesenjangan Pendidikan?


Oleh : Manta

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada 2025. Perubahan sistem ini dilakukan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan pada sistem pendidikan sebelumnya. Dalihnya menciptakan sistem penerimaan siswa yang lebih transparan, objektif, akuntabilitas tinggi, serta lebih inklusif bagi semua calon siswa. Pasalnya, diketahui bahwa pejabat dan birokrat di Indonesia kerap merombak sistem atau istilah birokrasi untuk kosmetik belaka tanpa perubahan substansial. Berbagai inovasi baru dalam sistem SPMB tersebut tentu diharapkan mampu berjalan sesuai dengan niatannya. 

Pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan, mengapresiasi upaya Mendikdasmen, Abdul Mu’ti, yang berniat memperbaiki sistem penerimaan siswa baru. Namun, dia menekankan bahwa jangan sampai ia hanya sekadar ganti istilah, dari zonasi menjadi domisili. Pemerintah harus serius memperbaiki teknis, prosedur, dan sistem penerimaan siswa secara keseluruhan.

Penerimaan siswa yang selalu muncul setiaap tahun sebenarnya tidaklah cukup hanya diperbaiki dengan inovasi Mekanisme yanga ada. Pemerintah perlu melakukan pembenahan yang lebih tegas dan mengakar untuk menutup celah kecurangan dan praktik malaadministrasi dalam sistem Kapitalisme.

Dalam sistem Kapitalisme, Pendidikan tak mudah tersentuh oleh seluruh rakyat begitu saja. Biaya yang dikeluarkan setiap individu akan berdampak terhadap kualitas Pendidikan yang didapatkan. Sungguh miris, bagi Masyarakat yang tidak memiliki biaya cukup, maka ia akan menempuh Pendidikan di ranah yang sederhana baik dari segi tempat maupun fasilitas. Tak jarang, banyak Masyarakat yang bahkan tak melanjutkan Pendidikan hanya karena terhalang biaya. Tak hanya itu, kurikulum Pendidikan yang disusun juga berkiblat pada sistem barat, sehingga mulai dari proses penerimaan dan proses pembelajarannya tak sesuai dengan hukum syara’. 

Dalam Islam, seluruh aspek kehidupan diatur berlandaskan hukum syara’ termasuk Mekanisme penerimaan murid baru. Dalam sistem islam, peneglompokkan jenjang sekolah didasarkan pada fakta anak didik apakah dia seorang anak kecil atau sudah baligh. Pengelompokkan ini berdasarkan hukum syara’ terkait perbedaan taklif atau beban hukum usia anak-anak atau balik.

Ada tiga kriteria orang yang tidak terkena beban syara' berdasarkan hadis Rasulullah saw., dari Aisyah, dari Nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda, “Diangkat pena (tidak dikenakan dosa) atas tiga kelompok: orang tidur hingga bangun, anak kecil hingga mimpi basah, dan orang gila hingga berakal.”(HR Ahmad, Addarimi, dan Ibnu Khuzaimah).

Jenjang sekolah dibedakan menjadi 3 tingkatan, antara lain : ibtidaiyah (usia 6-10 tahun), mutawasithah (Usia 10-14 tahun), tsanawiyah (usia 14 tahun sampai jenjang sekolah berakhir). Jika siswa telah genap 10 tahun, maka akan dipindahkan ke jenjang kedua tanpa mempertimbangkan prestasi belajarnya. Adapun siswa yang telah baligh, akan dipindahkan ke jenjang tsanawiyah. Anak-anak akan mendapat Pendidikan sesuai dengan usia mereka hingga siap menjalankan alur kehidupan sesuai dengan yang Allah perintahkan. Dengan ini, akan terbentuk generasi gemilang pembela islam dan para calon pemimpin peradaban. Dalam menjalankan proses Pendidikan di dalam Islam, juga akan diperhatikan kemampuan individual para siswa. Ini dimaksudkan mengefisiensi waktu belajar yang mereka miliki. Untuk pelaksanaan Pendidikan di desa terpencil, negara dengan sistem Islam akan membangun kompleks sekolah “Sekolah umum” di antara pedesaan. Negara juga akan menyediakan sarana transportasi antar jemput bagi para siswa yang beroperasi dari rumah ke rumah. Pendidikan dengan Mekanisme tersebut, dan diatur dengan sistem Islam, diperuntukan Masyarakat secara gratis, sebab Pendidikan merupakan kebutuhan dasar public yang wajib ditanggung oleh negara.
 
Refrensi :
https://tirto.id/jangan-hanya-ganti-nama-spmb-harus-adil-tutup-praktik-culas-g7Tb
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c9qjx09lqdxo




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar