Oleh : Lindawati (Lisma Bali)
Permasalahan gas LPG 3 kg sampai saat ini belum menemukan titik terang. Selalu ada peraturan baru yang sifatnya memberatkan rakyat. Begitulah kebijakan yang dihasilkan dari sistem sekuler liberal. SDA seperti gas LPG yang sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat, saat ini untuk mendapatkannya sangat sulit. Masyarakat harus mengantri panjang. Bahkan agen gas pun harus berebut jatah karena tak boleh menjual eceran.
Meskipun ada penyediaan dan penyaluran, baik yang bersubsidi maupun yang tidak bersubsidi, tetap saja menguntungkan segelintir pihak tertentu saja bukan masyarakat umum. Dengan banyaknya aturan yang ditetapkan, justru tidak menuntaskan permasalahan kelangkaan gas LPG. Selalu ada oknum yang melakukan pelanggaran sehingga terjadi suap menyuap atas kasus seperti ini.
Lihat saja antrian masyarakat yang menunggu hanya untuk sebuah tabung gas, hingga nyawa pun jadi taruhan. Astaghfirullah. Miris memang keadaan saat ini. Rakyat telah dibutakan oleh aturan-aturan pemerintah, seperti apapun penderitaan yang mereka alami, masih saja menaruh harapan pada pemerintah.
Negara dalam hal ini (penguasa) yang seharusnya menerapkan hukum yang bisa membuat jera si pelaku, seakan-akan tidak mampu menyelesaikan problem ini. Karena didukung oleh para cukong-cukong pemilik modal. Ketidakamanahan, dan asas manfaat selalu menjadi warna-warni dalam sistem kapitalis sekuler. Maka tidak heran jika ada problematika masyarakat solusinya seperti tambal sulam. Selesai masalah satu, muncul masalah baru. Inilah Negara Ruwetnesia bukan Indonesia.
Dalam Islam, SDA diatur oleh negara dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat. Tentu sangat bertolak dengan keadaan saat ini dimana SDA bisa menjadi milik individu asalkan ada asas manfaat di dalamnya. SDA yang seharusnya milik umum menjadi milik perorangan. Milik para cukong oligarki yang berkuasa di negeri kapitalis. Jadi LPG yang seharusnya gratis malah diperjualbelikan, kalaupun ada LPG bersubsidi itupun hanya 3 kg. Di samping itu, d tabung gasnya ada tulisan "khusus warga miskin". Dalam Islam, SDA bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan antara kaya dan miskin.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar