Bahagianya Yatim dalam Naungan Khilafah


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Kisah pilu AAP (17), seorang siswa SMA di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang sempat diarak warga karena mencuri pisang, kini berakhir lebih baik. Setelah kejadian tersebut, AAP mendapatkan perhatian dari kepolisian dan kini resmi menjadi anak asuh Polsek Tlogowungu. 

Kapolresta Pati, Kombes Pol Andhika Bayu Adhittama, melalui Kapolsek Tlogowungu, AKP Mujahid, memastikan bahwa AAP akan mendapatkan pendampingan serta penghasilan. 

"Kami ingin membantu mereka keluar dari kesulitan. Atas petunjuk dari Pak Kapolresta Pati, adik AAP kami jadikan anak asuh dan kami bantu sekolahnya. AAP kami beri kesempatan untuk membantu di Polsek agar mendapatkan penghasilan," ujar Mujahid, dikutip dari laman resmi Polresta Pati, Jumat (21/2/2025). 

AAP diketahui tinggal bersama adik serta kakek-neneknya di Desa Rejoagung, Kecamatan Trangkil, Pati. Kehidupan mereka penuh keterbatasan sejak ibu AAP meninggal dunia, sementara sang ayah pergi meninggalkan mereka tanpa nafkah. Kakek AAP hanya bekerja sebagai buruh serabutan dan pencari rumput untuk pakan kambing, sehingga kondisi ekonomi mereka sulit. Karena keterbatasan biaya, AAP terpaksa putus sekolah selama beberapa bulan. 

AAP mencuri empat tandan pisang di kebun milik Kamari (50) di Dukuh Pangonan, Desa Gunungsari. AAP diarak warga menuju kantor desa dan dipaksa bertelanjang dada. Sepanjang perjalanan, ia menjadi tontonan warga, sementara videonya tersebar luas di media sosial. 

Namun, atas dasar kemanusiaan, pihak kepolisian dan pemerintah desa melakukan mediasi antara AAP dan pemilik kebun. Kini, setelah proses pembinaan, AAP mendapatkan kesempatan baru untuk membangun masa depannya. Pihak desa juga turut mengawasi AAP agar tidak mengulangi perbuatannya serta memastikan ia mendapatkan pembinaan yang layak. (KOMPAS online, 23/2/2025).

Demikianlah, kebahagiaan anak yatim pencuri pisang harus ditebus dulu oleh hilangnya harga diri diarak warga, hilangnya waktu untuk mengenyam bangku sekolah, hilangnya kasih sayang orang tua. Entah apa yang terjadi jika kejadiannya tidak viral.

Ditengah gencarnya mega proyek program Makan Bergizi Gratis (MBG) ternyata masih ada anak yang terpaksa mencuri hanya untuk memberi makan adiknya. Dimana selama ini wahai aparat kepolisian? Dimana selama ini wahai aparat desa? Dimana selama ini wahai penguasa negeri? Terus-terusan disibukkan oleh rencana manis berbuah pahit.

Bagaimana tidak pahit, pemangkasan anggaran demi membiayai MBG justru menyebabkan terjadinya ketimpangan anggaran. Ini juga sekaligus menegaskan bahwa MBG adalah program populis yang seolah-olah menunjukkan keberpihakan penguasa kepada rakyat, padahal di sisi lain membuahkan kezaliman kepada rakyat. Program MBG bahkan rawan korupsi karena berurusan dengan dana fantastis. 

Kemarin saja, yang korupsi triliunan hanya dihukum beberapa tahun saja. Meskipun pada akhirnya hukuman diperberat, setelah viral. Lagi-lagi di negeri ini perbaikan dilakukan setelah viral. Jalan rusak bertahun-tahun, baru diperbaiki setelah viral. Koruptor baru mendapatkan hukuman berat setelah viral. Dan kini, perlakuan istimewa yang didapat AAP dan keluarga, juga setelah viral.

Demikianlah akibat dari diterapkannya sistem demokrasi kapitalisme yang melahirkan para penguasa populis otoriter juga masyarakat minim empati. Dalam negara yang menerapkan sistem demokrasi kapitalisme, hukum yang dipakai adalah buatan manusia. 

Maka tak heran jika pencuri pisang diarak warga. Apakah pernah dalam sejarah demokrasi kapitalisme tercatat koruptor ditelanjangi dan diarak masa? Tidak! Dimanakah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu? Hanya tertulis di selembar kertas yang dibacakan ketika upacara. Omong kosong!

Apalagi dia adalah seorang anak yatim. Allah SWT. berfirman:
اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِا لدِّيْنِ 
فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ 
وَ لَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَا مِ الْمِسْكِيْنِ 
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin." (QS. Al-Ma'un: 1-3).

Orang yang menyia-nyiakan anak yatim apalagi dia miskin maka orang tersebut disetarakan dengan orang yang mendustakan agama. Itu menunjukkan betapa tidak terpujinya perbuatan tersebut. Sedangkan dalam hadis Rasulullah Saw. bersabda bahwa jarak antara Rasulullah Saw. dengan anak yatim di surga ibarat telunjuk dan jari tengah yang menandakan betapa dekat dan mulianya kedudukan anak yatim di mata Rasulullah Saw. 

Karena itu pula, maka negara yang menerapkan sistem Islam tidak akan menyia-nyiakan anak yatim. Islam telah mengharuskan negara Islam (Khilafah) menyelenggarakan seluruh urusan umat dan melaksanakan aspek administratif terhadap harta yang masuk ke negara, termasuk juga cara penggunaannya, sehingga memungkinkan bagi negara untuk memelihara urusan umat dan mengemban dakwah.

Dalil-dalil syarak telah menjelaskan sumber-sumber pendapatan harta negara, jenis-jenisnya, cara perolehannya, pihak-pihak yang berhak menerimanya, serta pos-pos pembelanjaannya. Aspek keuangan mempunyai kepentingan yang khusus pada harta dalam Khilafah karena keberadaannya harus terikat dengan hukum syarak. Semuanya direalisasikan dalam rangka mengakomodasi peran negara sebagai pengurus (raa’in) dan pelindung (junnah) bagi rakyatnya.

Rasulullah Saw. bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari). Juga dalam hadis, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu junnah (perisai), (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Islam menggambarkan kedudukan pemimpin seperti penggembala. Penggembala yang baik tentu akan menjaga, merawat, memelihara dan memenuhi hak-hak gembalaannya. Dalam konteks kepemimpinan, ia memiliki segala sifat kebaikan, seperti punya ketakwaan, empati dan kelembutan, sekaligus punya kemampuan (kapabel) mengurus umat. Ia memiliki kepribadian Islam yang tinggi, yakni pola pikir sebagai penguasa/negarawan, sekaligus pola jiwa sebagai hakim yang tegas, tetapi bijaksana.

Kita tidak bisa menghapus sejarah sukses kepemimpinan Islam dalam membawa umat meraih puncak kebaikan dan kesejahteraan. Selama belasan abad, umat Islam hidup di bawah naungan peradaban gilang gemilang. Kesuksesan kepemimpinan Islam ini ditopang oleh kesempurnaan syariat Islam dalam menyolusi seluruh masalah kehidupan. Tidak ada satu aspek pun yang tidak diatur oleh Islam.

Seorang khalifah bertanggung jawab memastikan seluruh rakyatnya untuk mendapat kebaikan, baik di dunia maupun akhirat. Semua sistem kehidupan, mulai sistem ekonomi, yang di antaranya mengatur soal kepemilikan dan keuangan (APBN), sistem pergaulan, sistem hukum dan sanksi, sistem pendidikan, pengaturan jaminan kesehatan, dsb., akan ia tegakkan berdasarkan paradigma Islam dan berbasis keimanan.

Dapat dipastikan, kepemimpinan Islam akan mewujudkan kesejahteraan bagi orang per orang secara merata dan berkeadilan. Di bawah naungannya, kemuliaan akal, jiwa, harta, kehormatan, nasab, agama, bahkan negara benar-benar akan terjaga. Rahmat juga akan mewujud bagi seluruh alam sebagai dampak penerapan aturan Islam.

Tidak akan ditemukan yatim mencuri pisang untuk memberi makan adiknya sebab negara Islam akan menindak seorang ayah yang menelantarkan keluarganya. Negara Islam akan menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak bagi setiap laki-laki dewasa memastikan mendapatkan upah yang layak agar dapat menafkahi keluarganya.

Jika ayahnya tidak mampu memberi nafkah disebabkan sakit atau alasan lain yang dibolehkan oleh hukum syara (cacat, udzur,dll), maka tanggung jawab beralih kepada kerabatnya yang lain. Jika kerabatnya pun memiliki kesulitan yang sama, maka tanggung jawab tersebut beralih kepada negara. Negara lah yang bertanggung jawab menjamin semua kebutuhannya.

Betapa sejahteranya hidup dalam negara yang menerapkan sistem Islam. Indonesia bisa seperti itu asal mau mencampakkan sistem demokrasi kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam. Langkah awal yang bisa kita lakukan sebagai warga negara Indonesia adalah dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya di tengah-tengah masyarakat.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar