Oleh : Noura (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Kasus bullying terus mencuat meski berbagai upaya pencegahan dilakukan. Sejumlah sekolah di Balikpapan, seperti SMA 1 dan SMA 2, telah menggelar sosialisasi anti-bullying. Sayangnya, insiden perundungan masih sering terjadi, bahkan semakin variatif bentuknya. Hal ini mengindikasikan bahwa edukasi saja tidak cukup.
Bullying bukan sekadar tindakan individu, melainkan cerminan dari masalah yang lebih besar—persoalan sistemik yang memungkinkan perilaku ini terus berulang. Faktor sosial, budaya, dan kebijakan turut berkontribusi dalam membentuk lingkungan yang rentan terhadap praktik bullying.
Faktor utama yang membuat bullying tetap eksis adalah sistem yang tidak memiliki fondasi kuat dalam mencegah dan menangani masalah ini. Selama akar persoalan tidak disentuh, maka bullying akan tetap menjadi fenomena yang berulang.
Generasi saat ini hidup dalam sistem sekuler yang menyingkirkan nilai agama dari kehidupan. Dalam sekularisme, perilaku manusia lebih banyak didorong oleh hawa nafsu dan kepentingan pribadi, bukan oleh standar yang sesuai dengan aturan Tuhan. Akibatnya, bullying menjadi bagian dari dinamika sosial yang dianggap wajar. Tanpa landasan agama yang kokoh, empati dan kepedulian terhadap sesama menjadi lemah. Disamping itu, sistem pendidikan saat ini lebih berorientasi pada akademik dan kompetisi, bukan pada pembentukan karakter. Kurikulum belum secara sistematis membangun kesadaran bahwa bullying adalah bentuk kezaliman yang harus dicegah. Tidak ada mekanisme pencegahan yang benar-benar efektif, sehingga bullying terus terjadi meskipun ada sosialisasi di sekolah.
Keluarga adalah lingkungan pertama yang seharusnya membentuk karakter anak. Namun, dalam sistem saat ini, banyak keluarga yang tidak memiliki dasar pondasi yang kuat dalam mendidik anak. Tanpa pendidikan berbasis akidah Islam, anak tumbuh dengan referensi Islam yang lemah, sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan yang toxic.
Begitupun dengan masyarakat saat ini banyak yang permisif terhadap bullying. Budaya perundungan sering dijadikan hiburan, baik di lingkungan sekolah maupun di media sosial. Tanpa ada kesadaran kolektif untuk mencegah, bullying justru berkembang menjadi sesuatu yang dianggap normal.
Negara seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjaga generasi. Namun, dalam realitasnya, negara justru memfasilitasi kondisi yang memungkinkan bullying berkembang. Perangkat hukum yang lemah menyebabkan banyak kasus bullying tidak mendapatkan sanksi tegas, sehingga pelaku tidak merasa jera. Media dan tontonan yang tidak mendidik yang mengandung kekerasan dan perundungan dibiarkan begitu saja tanpa kontrol.
Islam memiliki sistem yang mampu mencegah bullying secara efektif, karena Islam tidak hanya berbicara tentang individu, tetapi juga tentang sistem yang membentuk perilaku masyarakat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim."QS. Al-Hujurat[49]:11
Rasulullah ﷺ bersabda: "Seorang Muslim adalah orang yang orang lain selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya."(HR Imam Bukhari, Muslim)
Bullying sering terjadi melalui kata-kata kasar (verbal bullying) atau tindakan fisik. Hadits ini menegaskan bahwa seorang muslim sejati tidak boleh menyakiti orang lain dengan perkataan atau perbuatannya.
Dalam Islam, segala bentuk kezaliman tidak dibiarkan begitu saja. Bullying yang menyebabkan kerugian fisik maupun mental harus mendapatkan sanksi yang jelas dan tegas, agar tidak ada celah bagi pelaku untuk mengulangi perbuatannya.
Pendidikan Islam mencetak generasi yang berkarakter kuat. Islam tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyyah). Generasi dididik untuk memiliki empati, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap sesama. Islam juga mengatur agar keluarga, masyarakat, dan negara memiliki peran dalam membentuk generasi yang berakhlak. Pertama, keluarga menanamkan pendidikan berbasis akidah Islam sejak dini. Kedua, masyarakat tidak permisif terhadap perilaku bullying dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Ketiga, negara menerapkan kebijakan pendidikan yang benar, menegakkan hukum dengan tegas, serta mengontrol media agar tidak menjadi sarana penyebaran budaya kekerasan.
Kesimpulan
Selama sekularisme masih menjadi dasar kehidupan, bullying akan terus terjadi. Edukasi dan sosialisasi tidak akan cukup jika sistem yang ada justru memfasilitasi perundungan. Islam menawarkan solusi sistemik yang mampu mencegah dan mengatasi bullying secara tuntas. Saatnya berpikir lebih dalam: Apakah kita akan terus menghadapi masalah yang sama, ataukah kita berani mengambil solusi yang lebih fundamental?
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar