Cahaya Islam untuk “Indonesia Gelap”


Oleh: Arina Sayyidatus Syahidah (Penulis & Aktivis Dakwah)

Tagar #IndonesiaGelap muncul sejak awal Februari 2025, mencerminkan keresahan publik terhadap kebijakan pemerintah. Drone Emprit mencatat penyebaran gambar garuda hitam di media sosial sejak 3 Februari, beriringan dengan kebijakan pembatasan distribusi elpiji 3 kg. Tagar ini juga muncul bersama #PeringatanDarurat, menunjukkan semakin meluasnya kekhawatiran masyarakat (tirto.id). Protes kemudian berlanjut ke jalanan. Pada 17 Februari 2025, ribuan mahasiswa dari BEM SI turun ke Patung Kuda, Jakarta Pusat,menuntutperubahan kebijakan. Aksi ini dikawal 1.623 personel gabungan dari kepolisian, TNI, dan Pemprov DKI Jakarta (TangselXpress).

Demonstrasi yang meluas ke berbagai daerah memicu kekhawatiran soal legitimasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sejumlah akademisi menilai aksi ini bisa semakin mengguncang pemerintah jika tidak ada perubahankebijakan. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa Presiden Prabowo menghormati dan menerima tuntutan mahasiswa (BBC Indonesia).

Pada 20 Februari 2025, aksi lanjutan kembali digelar di Patung Kuda, dengan ribuan mahasiswa berorasi. Besarnya gelombang protes ini menunjukkan bahwa ‘Indonesia Gelap’ bukan sekadar tren, tetapi bentuk nyata keresahan publikterhadap arah kebijakan negara (CNN Indonesia).

Gelombang protes ‘Indonesia Gelap’ yang melibatkan mahasiswa di berbagai daerah menunjukkan bahwa keresahan publik terhadap kondisi negara semakin memuncak. Tuntutan yang mereka ajukan kepada pemerintah menjadi bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. Namun, jika dicermati lebih dalam, tuntutan ini belum menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. Bahkan, ada yang mengusulkan kembali pada konsep demokrasi kerakyatan sebagai solusi. Padahal, sistem demokrasi itu sendirilah yang telah berkali-kali gagal mensejahterakan rakyat dan justru menjadi penyebab utama berbagai permasalahan yang ada.

Sejak diterapkan, demokrasi telah menghasilkan kebijakan yang lebih banyak menguntungkan elite politik dan korporasi dibandingkan rakyatnya. Pergantian pemimpin dalam sistem ini tidak pernah benar-benar membawa perubahan mendasar karena akar sistemnya tetap sama yaitu kekuasaan berada di tangan manusia yang mudah dipengaruhi oleh kepentingan tertentu. Akibatnya, kebijakan yang menekan rakyat terus berulang, menciptakan siklus ketidakadilan yang tak kunjung usai. Dalam hal ini, jika solusi yang ditawarkan masih dalam kerangka demokrasi, maka kondisi gelap ini akan terus berlanjut. Mahasiswa dan masyarakat perlu menyadari bahwa selama negeri ini masih berpegang pada sistem yang cacat ini, kebijakan yang menyengsarakan rakyat akan terus bermunculan. Oleh karena itu, bukan sekadar pergantian pemimpin atau perbaikan kebijakan yang dibutuhkan, melainkan perubahan sistem secara menyeluruh. Jika tidak, kekhawatiran akan masa depan Indonesia yang tetap dalam kegelapan bukanlah sekadarkemungkinan, melainkan kepastian.

Mahasiswa sebagai agen perubahan tidak cukup hanya sekadar mengkritik atau turun ke jalan menyuarakan ketidakpuasan. Mereka harus mampu menawarkan solusi yang benar, bukan sekadar solusi yang masih berada dalam lingkup sistem yang telah gagal. Jika demokrasi berulang kali mengecewakan, lalu mengapa masih berharap pada perbaikannya? Solusi yang sejati hanya datang dari Islam, karena sistem Islam bukanlah buatan manusia yang lemah dan terbatas, melainkan aturan dari Allah yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana.

Oleh karena itu, mahasiswa seharusnya tidak hanya bergerak karena dorongan emosi saja, tetapi juga memahami arah perjuangan yang benar. Ghirah perjuangan mereka harus didasarkan pada amar makruf nahi mungkar, yakni mengoreksi penguasa dengan solusi Islam. Menuntut perubahan tanpa membawa solusi yang hakiki hanya akan membuat perjuangan sia-sia. Jika mahasiswa benar-benar menginginkan masa depan yang gemilang bagi bangsa ini, maka mereka harus menyuarakan penerapan Islam secara kaffah sebagai satu-satunya jalan keluar dari keterpurukan.

Hanya dengan penerapan sistem Islam, keadilan dapat ditegakkan, kesejahteraan bisa diraih, dan masyarakat akan keluar dari kondisi ‘gelap’ menuju cahaya yang hakiki. Sistem ini telah terbukti dalam sejarah membawa kegemilangan peradaban, bukan hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh manusia. Oleh sebab itu, sudah saatnya mahasiswa menjadikan Islam sebagai solusi yang mereka perjuangkan, bukan sekadar menjadi alat dalam pusaran sistem yang sudah terbukti berkali-kali gagal.

Untuk mewujudkan perubahan yang hakiki, pemuda, terutama mahasiswa, tidak bisa bergerak sendiri-sendiri. Mereka harus bergabung dengan kelompok dakwah ideologis yang memiliki visi jelas dalam memperjuangkan penerapan Islam secara kaffah. Dengan cara ini, mereka dapat dikader, dibina, dan diarahkan agar perjuangan mereka tidak hanya sekedar reaksi emosional, tetapi berjalan sesuai dengan metode yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam mengubah masyarakat menuju tatanan yang lebih adil dan sejahtera. Rasulullah SAW tidak sekadar mengkritik keadaan tetapi membangun kesadaran politik umat, mengoreksi penguasa, dan menawarkan Islam sebagai solusi sistemik. Demikian pula, mahasiswa harus mengawal perubahan dengan dakwah pemikiran, menyeru masyarakat untuk meninggalkan sistem yang rusak dan kembali pada aturan Allah. Hanya dengan perjuangan yang terorganisir dan berlandaskan metode kenabian, perubahan yang sejati dapat diwujudkan, mengakhiri kegelapan dan menggantinya dengan cahaya Islam yang menerangi seluruh aspek kehidupan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar