Harga Rumah Melambung, Gaji Stagnan: Masa Depan Gen Z Suram?


Oleh : Silvy Anggra, M.M

Gen Z dan Mimpi yang Kian Jauh

Generasi Z di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memiliki rumah sendiri. Harga properti yang terus naik jauh melampaui pertumbuhan pendapatan, membuat 65% Gen Z pesimistis dapat membeli rumah dalam tiga tahun ke depan (Inventure, 2024). Penyebab utama adalah harga rumah yang tidak terjangkau (80%), pendapatan rendah (45%), dan ketidakpastian pekerjaan (34%) (Antara News, 2025).

Meski pemerintah mendorong kepemilikan rumah, kebijakan yang ada belum efektif mengatasi daya beli yang rendah dan biaya hidup yang tinggi. Program seperti Sejuta Rumah hanya solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar masalah, yaitu ketimpangan antara upah dan harga properti.

Banyak Gen Z juga terjebak dalam "Generasi Sandwich", harus menanggung beban finansial keluarga sambil berjuang memenuhi kebutuhan sendiri. Sekitar 41 juta Gen Z menghadapi kondisi ini (Kumparan, 2025), menjadikan kepemilikan rumah semakin sulit.

Narasi tentang menabung dan mencari penghasilan tambahan tidak cukup menjawab realitas ekonomi yang tidak berpihak pada mereka. Kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, dan inflasi membuat menabung untuk rumah lebih dari sekadar soal kedisiplinan, tetapi juga keterbatasan finansial.

Tanpa kebijakan konkret yang mengendalikan spekulasi tanah, mengontrol harga rumah, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kepemilikan rumah bagi Gen Z akan tetap menjadi impian yang sulit diwujudkan.


Gen Z, Ilusi Kepemilikan Rumah dalam Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme memperlebar kesenjangan ekonomi, membuat kepemilikan rumah bagi Gen Z semakin sulit. Biaya hidup tinggi, gaji di bawah standar, dan harga properti yang terus melambung menjadikan menabung untuk rumah hampir mustahil.

Kebijakan seperti program Sejuta Rumah tidak menyentuh akar masalah. Negara lebih memilih menyerahkan perumahan kepada mekanisme pasar yang dikuasai spekulan dan korporasi besar, alih-alih mengendalikan harga tanah dan properti.

Penelitian dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa kapitalisme dalam penggunaan lahan memperburuk akses masyarakat terhadap hunian (lib.ui.ac.id). Sementara itu, studi dalam Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam mengungkap bahwa pengembang properti jarang menawarkan DP rendah, makin menyulitkan generasi muda untuk memiliki rumah (jurnal.stie-aas.ac.id).

Tanpa regulasi yang membatasi spekulasi dan memastikan harga rumah tetap terjangkau, kepemilikan rumah bagi Gen Z hanya akan menjadi impian. Negara seharusnya aktif mengontrol harga tanah dan menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil, bukan sekadar memberi subsidi yang tidak menyentuh inti permasalahan.


Mekanisme Praktis Pemenuhan Kebutuhan Dasar dalam Islam

1. Kewajiban Bekerja bagi Laki-Laki
Islam mewajibkan laki-laki untuk bekerja dan menafkahi keluarganya. Jika seseorang mampu bekerja, ia harus mencari nafkah yang halal untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Rasulullah ï·º bersabda: "Seseorang tidak memakan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Dawud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja tangannya sendiri." (HR. Bukhari)

2. Peran Negara dalam Menyediakan Lapangan Kerja
Negara bertanggung jawab membuka lapangan kerja, menyediakan modal usaha, dan memberikan akses lahan agar rakyat dapat bekerja dan memenuhi kebutuhannya.
Rasulullah ï·º bersabda: “Imam (pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

3. Kewajiban Keluarga Membantu Anggota yang Tidak Mampu
Jika ada anggota keluarga yang tidak mampu bekerja karena alasan syar'i, kewajiban nafkah beralih kepada kerabatnya yang mampu.
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya..." (QS. Al-Isra: 26)
Rasulullah ï·º bersabda: "Mulailah (berinfak) dari dirimu sendiri, jika ada kelebihan maka untuk keluargamu, jika masih ada kelebihan maka untuk kerabatmu." (HR. Muslim)

4. Tanggung Jawab Negara Jika Keluarga Tidak Bisa Membantu
Jika keluarga tidak mampu, negara harus menanggung kebutuhan dasar warganya melalui baitulmal. Jika dana tidak cukup, negara bisa menarik pajak (dharibah) dari orang kaya secara temporer.
Rasulullah ï·º bersabda: "Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya, dan siapa yang meninggalkan hutang atau keluarga yang lemah (tidak mampu), maka hendaknya datang kepadaku, akulah walinya." (HR. Muslim)

5. Pengaturan Kepemilikan Tanah dalam Islam
Kepemilikan tanah dalam Islam dapat diperoleh melalui ihya’ (menghidupkan tanah mati), tahjir (memagari tanah), dan iqtha’ (pemberian tanah dari negara).
Rasulullah ï·º bersabda: “Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Bukhari)

6. Pengelolaan Tanah Ash-Shawafi oleh Negara
Tanah yang dimiliki negara dari hasil pembebasan atau yang tidak bertuan dikelola untuk kepentingan umat Islam, termasuk membangun rumah bagi rakyat.
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7)

7. Larangan Menelantarkan Tanah
Islam melarang pemilik tanah membiarkannya tidak produktif. Jika tanah dibiarkan terbengkalai selama tiga tahun, negara berhak mengambilnya untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.
Rasulullah ï·º bersabda: "Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya ia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila ia mengabaikannya, maka hendaknya tanah itu diambil." (HR. Bukhari)

8. Pengelolaan Harta Milik Umum
Sumber daya alam seperti tambang, air, dan energi merupakan milik umum yang dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.
Rasulullah ï·º bersabda: "Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud)

9. Transaksi Properti yang Halal dan Bebas Riba
Islam mengharamkan transaksi properti yang mengandung unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan praktik spekulatif yang menyulitkan masyarakat untuk memiliki hunian.
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

10. Jaminan Hunian yang Layak dan Berkeadilan
Islam menjamin bahwa setiap orang berhak atas tempat tinggal yang layak, dengan mempertimbangkan faktor kenyamanan, kesehatan, dan akses terhadap fasilitas umum.
"Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal." (QS. An-Nahl: 80)

Mekanisme ini menunjukkan bahwa Islam memiliki sistem yang komprehensif dalam menjamin kebutuhan dasar rakyatnya, termasuk hunian yang layak bagi semua orang tanpa diskriminasi ekonomi. Tidak kah kita seharusnya melihat solusi atas kerumitan hidup saat ini dengan islam ? ketika islam mampu memberikan jawabannya. Wallahu a’lam bii shawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar