Oleh: Mariam Aprilia
Beberapa hari menjelang bulan Ramadhan, warga +62 dikagetkan dengan kasus pertamax oplosan yang dilakukan oleh pejabat Pertamina itu sendiri. Pertamax dioplos dengan Pertalite, namun harganya mengikuti harga Pertamax.
Fakta awal terungkapnya pertamax oplosan adalah dari keluhan warga. Mereka mengeluh bahwa kualitas BBM pertamina jelek untuk beberapa waktu terakhir. Kemudian dijadikan story di beberapa media sosial, viral, dan akhirnya menjadi bahan perbincangan.
Tidak hanya itu, berlanjut kabar bahwa Dirut Pertamina korupsi besar-besaran. Kasus korupsi Pertamina diduga merugikan negara sekitar Rp968,5 triliun. Kasus ini melibatkan beberapa tersangka, salah satunya Dirut Pertamina Riva Siahaan.
Malaysia menjual pertamax 7.800 per liter, untung 280 triliun. Sementara Indonesia menjual pertamax 12.900 per liter, rugi 968,5 triliun. Itulah potret negara +62. Padahal Indonesia adalah penghasil minyak bumi yang melimpah, hanya saja dia tidak mampu mengolahnya.
Rp968,5 triliun dilenyapkan Pertamina. Rakyat Indonesia dikhianati dalam korupsi paling mengerikan. Bayangkan, kerugian negara mencapai 193 triliun dan akan membengkak menjadi 1.000 triliun. Uang rakyat sebesar itu lenyap, bukan karena bencana alam ataupun pandemi. Akan tetapi karena ulah segelintir orang yang tamak.
Dalam Islam, pengelolaan minyak bumi harus dilakukan secara bijaksana dan bertanggung jawab, serta memaksimalkan penggunaannya untuk kesejahteraan umat manusia. Negara bertanggung jawab untuk mencarikan ahli supaya negara bukan hanya sebagai produsen, tetapi juga distributor dan konsumen. Negara juga menindak tegas siapapun yang menyalahi wewenang yang telah diberikan sehingga tidak ada lagi kasus-kasus penyelewengan kebijakan atau penggelapan dana. Wallahu a'lam bis showab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar