Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Guru Besar ITB Brian Yuliarto menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek). Brian menggantikan Satryo Soemantri Brodjonegoro. Pelantikan digelar di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/2/2025). Pelantikan Brian ini berdasarkan Keppres nomor XXVIP tahun 2025 tentang pemberhentian dan pengangkatan menteri negara Kabinet Merah Putih periode tahun 2024-2029.
Sebagai informasi, ini merupakan pertama kalinya Prabowo Subianto melakukan reshuffle kabinet sejak resmi menjabat sebagai Presiden 20 Oktober 2024 lalu. Satryo Soemantri Brodjonegoro juga merupakan menteri pertama yang direshuffle oleh Prabowo dalam Kabinet Merah Putih.
Untuk diketahui, Satryo memang beberapa kali menimbulkan kontroversi sejak dilantik sebagai Menteri. Setidaknya ada tiga kontroversi yang pernah ditimbulkan Satryo yakni terkait demonstrasi pegawai Kemendiktisaintek, rekaman suara diduga Menteri Satryo marah-marah ke pegawai, hingga pernyataan beasiswa KIP terkena dampak efisiensi anggaran. (detikNews, 19/2/2025).
Hanya saja, akankah perombakan kabinet mampu menjawab permasalahan negeri? Ataukah berpotensi malah membuat gaduh? Perombakan kabinet menteri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah kabinet. Pengamat politik Gde Siriana dalam teropongsenayan.com (02/07/2020) dengan tegas menyatakan bahwa reshuffle kabinet tidak akan ada perbaikan. Ia menyatakan bahwa sejarah masa lalu menjadi cerminan. Beliau menyebutkan kalau di periode pertama, Presiden Jokowi melakukan dua kali reshuffle besar, yaitu pada tahun 2015 dan 2016. Namun, bisa dilihat alih-alih memperbaiki kondisi ekonomi, reshuffle kabinet pada saat itu tidak memperbaiki kondisi pemerintahan Indonesia sama sekali.
Bahkan isu reshuffle di tengah masyarakat awam ditanggapi dengan santai, "Ganti aja [menterinya], toh enggak ada pengaruhnya buat saya. Dulu pak SBY [Susilo Bambang Yudhoyono] juga pernah ganti menteri. Jokowi juga. Sekarang juga mau ganti, karena kerjanya enggak bener. Kayak bakal bener aja nanti," demikianlah komentar keumuman mereka. Sepertinya reshuffle tidak akan banyak berdampak dalam kinerja. Maka tepatlah jika beberapa waktu lalu ada netizen viral memakai kaos bertuliskan, tetaplah menjadi pejabat walau tidak berguna.
Sejatinya, permasalahan yang timbul di negeri ini memang tak lepas dari dua hal, pertama siapa pemimpinnya, dan kedua, apa sistem yang digunakan. Terlebih tentang sistem yang dipilih untuk diterapkan dalam sebuah negara. Jika yang dipakai tetap sistem demokrasi kapitalisme dan hanya ganti personil saja, permasalahan itu akan tetap ada. Karena akar masalah adalah cacatnya sistem yang diterapkan.
Hal di atas seharusnya mampu menyadarkan umat Islam, bahwa masuk ke dalam demokrasi bukan jalan perubahan hakiki. Justru, setelah masuk ke sistem bukan suara rakyat yang didengar, melainkan kepentingan golongan. Inilah penipuan yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan sistem demokrasi kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam adalah agama yang lengkap. Tak hanya tentang ibadah ritual, Islam juga memiliki aturan yang komprehensif untuk mengatur sebuah negara. Sistem pemerintahan di dalam Islam disebut sebagai khilafah. Begitulah yang pernah Nabi Muhammad Saw. contohkan dan wariskan kepada umatnya. Namun, saat ini umat Islam belum banyak yang menyadarinya. Banyak umat Islam memimpin negaranya menggunakan sistem warisan penjajah, yaitu demokrasi kapitalisme.
Pada pengantar buku negara khilafah (sistem pemerintahan dan administrasi), dijelaskan bahwa sistem pemerintahan Islam berbeda dengan seluruh bentuk sistem pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia, baik dari segi asas yang mendasarinya, dari segi pemikiran, pemahaman, maqoyis (standar), dan hukum-hukum untuk mengatur berbagai urusan,dari segi konstitusi dan undang-undang yang dilegalisasi untuk diimplementasikan dan diterapkan ataupun dari segi bentuknya yang mencerminkan daulah islam sekaligus membedakannya dengan bentuk pemerintahan yang lain.
Sistem pemerintahan Islam bukanlah sistem kerajaan karena dalam sistem pemerintahan islam tidak mengenal pewarisan kekuasaan dengan putra mahkota. Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem kekaisaran (imperium), yang memiliki ciri memberikan keistimewaan dalam pemerintahan pusat dalam hal pemerintahan, harta maupun perekonomian. Berbeda perlakuan terhadap wilayah-wilayah imperium. Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi yang memiliki ciri wilayah-wilayah yang terpisah satu sama lain memiliki kemerdekaan sendiri dan mereka dipersatukan dalam masalah pemerintahan (hukum) yang bersifat umum. Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem republik yang kemudian menjadikan kedaulatan dan kekuasaan ada di tangan rakyat.
Dalam sistem pemerintahan Islam, segala permasalahan yang ada di dalam negeri diselesaikan berdasarkan tuntunan Al Qur'an dan sunnah. Dalam sistem pemerintahan Islam, tidak bisa dipungkiri bahwa perombakan kabinet (reshuffle) dimungkinkan terjadi pada pejabat dalam sistem pemerintahan Islam. Dalam kitab negara khilafah (sistem pemerintahan dan administrasi) menuliskan sub bab tertentu dalam berbagai pembahasan semisal dengan tema pengangkatan dan pemecatan muawin dan pengangkatan dan pemberhentian qadhi mazalim.
Pada sub tema pengangkatan dan pemberhentian muawin, dalam kitab tersebut dituliskan bahwa muawin diangkat dan diberhentikan oleh perintah khalifah. Pada saat khalifah meninggal maka jabatan muawin berakhir, tugas-tugasnya tidak berlanjut kecuali pada saat amir sementara saja. Muawin bisa melanjutkan tugas-tugasnya tatkala diangkat lagi oleh khalifah yang baru. Dalam kitab tersebut juga dijelaskan bahwa jika muawin dipindahtugaskan dari posisi ke posisi lain maka tanpa memerlukan pengangkatan yang baru tetapi cukup dengan pengangkatan awal.
Dalam kitab tersebut menariknya disampaikan pula bahwa muawin khususnya muawin tafwidh (pembantu dalam pemerintahan) sebagai pembantu khalifah memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti: laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil, mampu dan termasuk orang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan semua tugas yang diwakilkan. Dengan demikian, jika di tengah jalan terjadi hal-hal yang dapat menghilangkan terpenuhinya syarat tersebut, maka khalifah bisa memberhentikannya.
Dengan demikian, pergantian pejabat semisal muawin pada sistem pemerintahan Islam dimungkinkan terjadi. Asasnya adalah hak khalifah yang memberhentikannnya tentu dipandang dengan kaidah syariah yaitu hilangnya syarat yang menjadi kelayakannya menjadi pejabat. Bukan karena tidak sejalan dengan kemauan penguasa atau ada pesanan dari oligarki yang mendanainya sebagai balas jasa. Bukan pula hanya sekedar pencitraan sebagai pemimpin populis otoriter.
Dalam kitab As-Siyâsah asy-Syar’iyyah, Imam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa kekuasaan itu memiliki dua kriteria utama, yaitu kekuatan (al-quwwah) dan amanah (al-amanah). Yang dimaksud dengan al-quwwah adalah kapabilitas dalam semua urusan, baik dalam urusan peperangan, urusan pemerintahan (yang terwujud pada kapasitas ilmu dan keadilan), serta kemampuan dalam menerapkan syariat. Adapun amanah, direfleksikan pada takut kepada Allah SWT., tidak menjual ayat-ayat-Nya dengan harga murah, dan tidak pernah gentar terhadap manusia.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyyah Islamiyyah Juz 2 menyatakan bahwa seorang pemimpin atau aparat negara harus memiliki tiga kriteria penting, yaitu al-quwwah (kekuatan), at-taqwa (ketakwaan), dan al-rifq bi ar-ra’iyyah (lembut terhadap rakyatnya).
Pejabat negara harus memiliki quwwatu syakhshiyyah (kekuatan kepribadian), yaitu kekuatan ‘aqliyah dan kekuatan nafsiah. Seorang pemimpin selain harus memiliki kekuatan akal yang memadai, ia juga memiliki pola sikap kejiwaan yang baik, yakni sabar, tidak emosional, dan tergesa-gesa. Ini semua akan menjadikannya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan syariah Islam, mampu melahirkan kebijakan-kebijakan cerdas, dan bijaksana yang mampu melindungi dan menyejahterakan rakyatnya.
Dijelaskan dalam sebuah hadis dari Abu Dzar ra., ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw.,‘Wahai Rasulullah, mengapa Anda tidak mempekerjakan saya?’ Mendengar pertanyaan itu, beliau Saw. menepuk-nepuk dua pundak Abu Dzar, kemudian bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, engkau adalah orang yang lemah, sementara tanggung jawab itu amanat. Dan kelak pada Hari Kiamat [menjadi sebab] kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan benar dan melaksanakannya dalam kebenaran.’” (HR. Muslim).
Tidak dimungkiri bahwa dalam kekuatan syahsiah terdapat potensi bagi timbulnya hegemoni dan tirani, maka penguasa harus memiliki sebuah sifat yang melindunginya dari kejahatan tirani. Karena itu seorang pemimpin harus memiliki sifat at-taqwa (ketakwaan) dalam dirinya sendiri maupun dalam kepemimpinannya terhadap umat. Pemimpin yang bertakwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Pemimpin seperti ini cenderung untuk tidak menyimpang dari aturan Allah Taala. Ia selalu berjalan lurus sesuai dengan syariat Islam dan berusaha sekuat tenaga untuk menerapkan hukum-hukum Allah Taala. Ia sadar bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Akhir kelak.
Dalam hadis lain, Sulaiman bin Buraidah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata, “Dahulu, jika Rasulullah saw. mengangkat seorang pemimpin atas pasukan atau sariyyah (detasemen), beliau berpesan kepadanya dengan ketakwaan kepada Allah Swt. dalam dirinya sendiri, dan agar ia memperlakukan kaum muslim yang bersamanya dengan baik.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Sedangkan ar-rifq adalah lembut terhadap rakyatnya menjadikan pemimpin akan makin dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Aisyah ra. berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. berdoa di rumah ini, ‘Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia membebaninya, maka bebanilah dirinya. Siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurus urusan umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya.’” (HR. Muslim).
Alangkah sempurnanya aturan Allah SWT. Alangkah detailnya teladan Rasulullah Saw. sebagai petunjuk menuju negara yang selamat dan sejahtera, di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu mari bersama-sama kita campakkan sistem rusak demokrasi kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam dengan cara mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar