Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Baru-baru ini ramai di media sosial X tentang #IndonesiaGelap, ini adalah sebuah gerakan sebagai bentuk protes yang dipelopori oleh mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia sebagai respons terhadap berbagai kebijakan kontroversial yang dikeluarkan pemerintah. Gerakan ini dimulai pada 17 Februari 2025 dan telah menyebar ke berbagai kota di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, dan lainnya. Puncaknya adalah digelarnya aksi demo di berbagai daerah, pada Jumat (21/2) dari mulai Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Makassar.
Demonstrasi #IndonesiaGelap adalah aksi protes yang dilakukan oleh mahasiswa dan aktivis terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, terutama terkait Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang berfokus pada efisiensi anggaran negara. Demonstran menilai kebijakan ini dapat berdampak buruk pada sektor pendidikan, kesejahteraan sosial, dan layanan publik. Berikut adalah beberapa poin utama tuntutan mereka:
1. Mendesak pencabutan atau peninjauan ulang Inpres 1/2025 karena dianggap berpotensi merugikan rakyat.
2. Menolak pemotongan anggaran pendidikan yang dikhawatirkan akan mengurangi kualitas pendidikan dan akses beasiswa.
3. Menuntut transparansi pengelolaan anggaran negara agar kebijakan fiskal tidak merugikan rakyat kecil.
4. Mengkritisi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar tidak menjadi alat politik dan tetap memberi manfaat nyata.
5. Menolak kebijakan yang dianggap menguntungkan oligarki terutama di sektor ekonomi dan sumber daya alam.
6. Mendesak pemerintah untuk lebih mendengar aspirasi rakyat dalam proses pembuatan kebijakan.
Secara umum, aksi ini mencerminkan kekhawatiran mahasiswa terhadap masa depan bangsa, terutama terkait kesejahteraan sosial dan pendidikan. Dalam Islam, protes terhadap penguasa memiliki prinsip yang jelas, yaitu menegakkan amar ma'ruf nahi munkar (memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran). Jika kebijakan pemerintah menindas rakyat atau merugikan kepentingan umum, Islam membolehkan rakyat untuk menegurnya, baik secara lisan maupun aksi kolektif yang damai.
Sesungguhnya persoalan yang mendasar di negeri ini bukanlah itu semua. Itu semua sebenarnya hanya akibat dari masalah sesungguhnya yang ada, misalnya mencabut keppres tentang efisiensi. Dan, bukan kali pertama mahasiswa berunjuk rasa. Sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya, kericuhan terhadap ketidakadilan adilan yang dirasakan masyarakat termasuk mahasiswa terjadi. Solusi ganti rezim ternyata tidak membawa perubahan yang signifikan. Alih-alih lebih baik, nyatanya malah makin buruk.
Saatnya aksi ditujukan bukan hanya ganti rezim, melainkan ganti sistem. Sistem yang mampu mengganti kegelapan menjadi terang benderang. Dialah sistem Islam. Di dalam Al-Quran istilah kegelapan/dzulumat sudah lama dipakai. Seperti firman Allah SWT.:
الر Ùƒِتَابٌ Ø£َÙ†ْزَÙ„ْÙ†َاهُ Ø¥ِÙ„َÙŠْÙƒَ Ù„ِتُØ®ْرِجَ النَّاسَ Ù…ِÙ†َ الظُّÙ„ُÙ…َاتِ Ø¥ِÙ„َÙ‰ النُّورِ بِØ¥ِØ°ْÙ†ِ رَبِّÙ‡ِÙ…ْ Ø¥ِÙ„َÙ‰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْØَÙ…ِيدِ
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim: 1).
Terdapat tujuh kali pengulangan kalimat serupa dalam Al-Quran. Menurut As-Sa’di dalam tafsirnya kegelapan disana adalah kebodohan, kekufuran, ahlak buruk, dan berbagai kemaksiatan. Ternyata semua itu akan Allah SWT. hilangkan dengan diturunkan Al-Quran. Artinya, berbagai kegelapan dalam kehidupan manusia hanya bisa lenyap berganti cahaya/An-Nur dengan hidup melaksanakan Islam.
Sistem Islam telah terbukti selama 13 abad mampu memberikan kesejahteraan bagi dua pertiga dunia. Sistem Islam yang meniadakan kesenjangan status sosial. Sistem Islam yang mencerdaskan generasi menjadikan generasi pemimpin peradaban sepanjang masa. Sistem Islam yang menggratiskan pendidikan bagi semua kalangan. Sistem Islam yang menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak dengan gaji yang layak bagi semua para pencari nafkah. Sistem Islam yang begitu memuliakan perempuan.
Efisiensi sebenarnya dapat dilakukan seperti yang dilakukan sekarang ini mengurangi pengeluaran yang benar-benar tidak bersinggungan langsung dengan kesejahteraan rakyat, misalnya mengurangi perjalanan dinas, rapat di hotel mewah, tunjangan mewah bagi pejabat, dll. Cara selanjutnya adalah dengan benar-benar menegakkan hukum terhadap koruptor sehingga mereka tidak terpikirkan untuk mengulanginya dan menjadi pencegah bagi yang lain agar tidak melakukan hal yang sama (korupsi). Kemudian, negara dapat meningkatkan pemasukan melalui pengelolaan SDA secara mandiri tanpa campur tangan swasta, asing, atau aseng. Kalaupun melibatkan ketiganya, itu hanya sebatas mempekerjakan. Bukan mengambil alih pengelolaan apalagi memanfaatkan secara mutlak oleh perseorangan atau kelompok tertentu.
Rasulullah Saw.bersabda, “Pemimpin yang terbaik adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Dan pemimpin yang paling buruk adalah yang kalian benci dan mereka membenci kalian.” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa jika rakyat membenci pemimpin karena kebijakannya yang zalim, maka ada masalah dalam kepemimpinan tersebut.
Rasulullah Saw. juga bersabda, “Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi). Jika kebijakan merugikan rakyat, umat Islam berhak menyuarakan kebenaran. Namun, Islam melarang demonstrasi yang berujung pada kekacauan, anarki, atau pertumpahan darah. Aksi harus tetap dalam koridor damai dan sesuai dengan kaidah syariah.
Jika kebijakan serupa terjadi dalam sistem Khilafah Islamiyah, maka responsnya akan berbeda dari sistem demokrasi. Berikut adalah beberapa kebijakan yang kemungkinan akan diambil dalam menyikapi tuntutan rakyat:
1. Transparansi anggaran secara syariah. Dalam Islam, Baitul Mal (kas negara) harus dikelola dengan transparan dan sesuai dengan syariat. Tidak boleh ada pemotongan anggaran untuk pendidikan dan kebutuhan dasar rakyat karena Islam memandang pendidikan sebagai hak setiap individu yang harus ditanggung oleh negara.
2. Pendidikan gratis yang dijamin negara. Dalam Khilafah, pendidikan bukan sekadar kebijakan, tetapi kewajiban negara. Pemimpin tidak akan mengurangi anggaran pendidikan, justru memastikan seluruh rakyat mendapatkan pendidikan berkualitas secara gratis.
3. Kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. Islam melarang penguasa mengambil kebijakan yang merugikan rakyat demi kepentingan elit atau oligarki. Dalam sistem Islam, pemimpin bertanggung jawab langsung kepada rakyat dan wajib memastikan kesejahteraan mereka.
4. Mekanisme syura (musyawarah) untuk aspirasi rakyat. Dalam sistem Khilafah, rakyat memiliki wadah resmi untuk menyampaikan kritik kepada penguasa melalui Majelis Ummah (Dewan Rakyat). Pemimpin wajib menerima kritik yang membangun dan tidak boleh mengabaikan tuntutan rakyat.
5. Hukuman bagi pejabat korup dan penguasa yang menyalahgunakan jabatan. Dalam Khilafah, jika ada pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan atau membuat kebijakan yang merugikan rakyat, mereka bisa diberhentikan dan dihukum sesuai dengan hukum syariah. Khalifah harus mempertanggungjawabkan kebijakannya bukan hanya kepada rakyat, tetapi juga kepada Allah SWT.
Dalam menghadapi kemungkaran tersebut, Rasulullah saw. telah memerintahkan untuk melakukan perubahan. Ini sebagaimana sabda beliau, “Siapa saja yang melihat kemungkaran, ia wajib mengubah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka wajib dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka wajib dengan hatinya. Itu merupakan selemah-lemah iman.” (HR Muslim).
Arah perubahan tersebut telah digariskan oleh Allah Taala dalam QS Ali Imran ayat 104, “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Di dalam ayat ini Allah menekankan kewajiban keberadaan segolongan kaum muslim yang menyeru kepada Islam, mengajak kepada ketaatan, dan melarang kemaksiatan (Tafsir al-Madinah al-Munawwarah, Markaz Ta’zhim al-Qur’an). Sedangkan maksud dari menyeru kepada kebajikan adalah menyeru kepada pokok-pokok agama Islam, cabang-cabang, dan syariat-syariatnya (Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir As-Sa’di).
Maksud menyuruh berbuat yang makruf adalah menyuruh pada semua ucapan atau perbuatan yang harus dikatakan atau diperbuat sesuai nas-nas syariat Islam, doktrin-doktrinnya secara umum, dan ruhnya (Abdul Qadir Audah, At-Tasyrî’ al-Jinâ’î al-Islâmî Muqâran[an] bi al-Qânûn al-Wadh’î). Definisi mencegah kemungkaran (al-munkar) adalah mencegah semua yang dilarang dalam syariat (Imam al-Ghazali, Ihyâ` ‘Ulûm ad-Dîn).
Dengan demikian, ayat ini mewajibkan adanya sebuah kelompok (jemaah) di dalam umat Islam yang menyeru kepada Islam dan mengajak kepada syariat Islam kaffah. Inilah yang harus diwujudkan oleh para mahasiswa, yaitu hendaklah para mahasiswa bergabung di dalam jemaah dakwah Islam yang berjuang mewujudkan tegaknya syariat Islam kafah. Meski berbeda kampus dan asal daerah, para mahasiswa harus bersatu di atas akidah Islam dan mengarahkan perjuangan pada satu tuntutan, yaitu mewujudkan kehidupan Islam dengan penerapan syariat Islam kaffah.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar