Siswa Dilecehkan : Sisi Lain Dunia Pendidikan


Oleh : Ummu Faruqq

Pelecehan seksual dalam dunia pendidikan masih terus terjadi. Bukan hanya satu dua, melainkan tak terhitung lagi jumlahnya. Fenomena ini layaknya gunung es, yang hanya nampak bagian kecilnya (bagian ujungnya), sedangkan bagian besarnya tak nampak. Terlampau banyak kasus-kasus yang tidak nampak, tidak dilaporkan, atau bahkan disembunyikan, oleh para korban, pelaku, ataupun lingkungannya. Jikalau kasus-kasus tersebut diungkap, terlampau banyak pula yang tidak ditangani dengan maksimal oleh para pihak yang berwenang, sehingga tidak memberikan efek jera kepada para pelakunya.
 
Beberapa kasus pelecehan yang nampak dipermukaan adalah pelecehan yang dilakukan oleh seorang Guru Olahraga SD di NTT kepada 8 muridnya. Hal itu terjadi pula kepada 40 Siswi SMK di Kalideres yang dilecehkan pula oleh Gurunya. Pelecehan di dunia pendidikan nampak biasa terjadi, pelecehan ini biasanya dilakukan Guru kepada muridnya dengan pemaksaan, ancaman pengurangan nilai, ataupun iming-iming upah. Korban pelecehan mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Korban yang telah dilecehkan tak banyak yang berani melaporkan permasalahan yang dialaminya, entah alasan malu ataupun takut dengan ancaman yang dilakukan oleh para pelaku. Pelecehan yang terjadi pun bermacam, mulai dari verbal, sentuhan fisik, atau bahkan ada yang sampai pada perzinahan.
 
Meskipun berbagai peraturan dan Undang-Undang telah diluncurkan oleh Pemerintah, seperti dengan disahkannya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), namun hal itu tidaklah cukup. Faktanya, angka kekerasan pada anak terus mengalami peningkatan. Menurut laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), pada tahun 2021 kasus kekerasan seksual pada anak tercatat 4.162 kasus, dan mengalami peningkatan pada tahun 2022 sebanyak 9.588 kasus.


Penyebab Maraknya Pelecehan Seksual

Banyaknya kasus yang terus berulang, tak layak rasanya jika disebut kesalahan pada oknum semata. Namun hal ini disebabkan oleh adanya kondisi dan iklim kehidupan sekuler liberal yang memang mendukung tindakan haram tersebut. Guru yang seharusnya menjadi panutan dan teladan yang baik, namun justru melakukan pelecehan seksual kepada muridnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya;

Pertama, tontonan media yang liberal. Media hari ini begitu menyeramkan, berbagai macam tontonan berbau ponografi, dengan mudah di akses oleh siapapun, bahkan oleh orang-orang yang awalnya tidak berniat menyaksikan adegan terebut. Iklan-iklan yang sebenarnya tidak diinginkan tayang di beranda handphone kita, dengan terpaksa kita menyaksikannya. Mirisnya, iklan-iklan tersebut banyak yang tidak menutup aurat, atau bahkan menampilkan adegan yang tidak senonoh. Bukan hanya iklan, banyak pula situs-situs tak senonoh yang dapat diakses oleh siapapun. Hal ini didukung pula dengan adanya media sosial yang dengannya kita dapat menemukan dengan bebas dan mudah apapun yang dicari. Media sosial menjadi perantara yang hebat dalam menyalurkan trend music, film, ataupun fashion. Trend music dan film yang selalu mengarah pada percintaan atau bahkan perzinahan menjadikan para penikmatnya melegalkan hal tersebut. Fashion pun demikian, trend fashion yang mayoritas tidak sesuai syara, selalu diikuti tanpa mempertimbangkan bagaimana syariat memandang. Media hari ini benar-benar liberal, tidak terbendung, dan begitu menyesatkan jika kita tidak menyaring dan hanya mengikuti arus yang ada.

Kedua, lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan yang ada pada hari ini begitu liberal, baik antara sesama murid, murid dengan guru, ataupun guru dengan guru. Tidak ada batasan syari yang jelas dalam mengaturnya, semuanya bebas asalkan tidak ada yang keberatan. Dengan mudah kita jumpai hari ini, para perempuan atau laki-laki yang tidak menutup auratnya, berduaan laki-laki dan perempuan, atau ramai ramai bercampur baur antara laki-laki dan perempuan. Hingga akhirnya banyak muncul fenomena pacaran antara sesama murid, murid dengan guru, ataupun guru dengan guru. Banyak yang berakhir dengan pacaran, atau bahkan sampai perzinahan. Semua hal tersebut dianggap biasa dan tidak menimbulkan kemudharatan.

Ketiga, sistem pendidikan yang sekuler sehingga tidak bisa mewujudkan pribadi yang mulia. Sistem pendidikan hari ini berkiblat pada sistem pendidikan barat, yang mana tujuan utamanya adalah menghasilkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi kebutuhan industri. Ketika tujuan utamanya demikian, maka kurikulum yang dijalankan pun akan searah dengan tujuan tersebut. Hal ini tentu mempengaruhi orientasi belajar siswa, tujuan utama siswa sekolah adalah untuk mendapatkan nilai yang bagus, ijazah, setelah lulus mendapatkan pekerjaan yang nyaman dan gaji yang tinggi. Maka jelas, pendidikan hari ini tujuannya adalah sebatas materi semata, akhlak dan kepribadian mulia bukanlah tujuan utama dalam pendidikan hari ini. Hal ini sangat berbeda dengan tujuan pendidikan dalam islam.


Mekanisme Islam dalam Mencegah Pelecehan Seksual

Hal ini tentu berbeda dengan Islam, Islam memiliki mekanisme khusus dan menyeluruh untuk mencegah pelecehan seksual. Berikut adalah beberapa mekanisme untuk mencegah pelecehan seksual dalam Islam;

Pertama, melakukan penerapan sistem pendidikan Islam. Tujuan sistem pendidikan dalam Islam adalah menghasilkan manusia yang berkepribadian Islam, yaitu memiliki pola fikir dan jiwa islam, serta mempersiapkan para ilmuwan dan cendekiawan muslim yang ahli dalam setiap aspek kehidupan, baik ilmu keislaman maupun bidang sains. Sungguh berbeda jauh dengan tujuan dalam pendidikan hari ini. Tingginya tujuan sistem pendidikan dalam Islam mengharuskan dalam proses dan kurikulum yang diampu harus sesuai dengan standar Islam. Haram hukumnya melakukan perbuatan kecurangan, mencontek, atau hal lain yang tidak sesuai dengan hukum syara. Pendidikan dalam Islam bersifat gratis, sehingga setiap siswa dan orang tua tidak terbebani dengan biaya pendidikan. Hal ini juga tidak membuat siswa dan orang tua bermindset setelah lulus harus mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi untuk mengembalikan modal selama masa pendidikan. Siswa, guru, dan orang tua hanya akan berfokus pada kualitas manusia yang dihasilkan agar menjadi manusia berakhlak mulia yang bersyakhsiyah Islam.

Kedua, menerapkan sistem pergaulan dalam Islam. Islam sangat kompleks dalam mengatur sistem pergaulan, mulai dari perintah menjaga pandangan, menutup aurat, larangan khalwat ikhtilat, larangan tabaruj, dan melarang keras mendekati zina. Maka tidak akan di temukan dalam lingkungan pendidikan siwa atau guru yang membuka aurat ataupun tabaruj, tidak akan pula ditemukan orang yang melakukan khalwat ataupun ikhtilat, karena semuanya tersistem dalam menjaga lingkungan agar tetap kondusif dan sesuai syariat Islam.

Ketiga, media yang Islami akan menutup segala celah pelecehan seksual. Media memiliki peran yang sangat penting dalam menghantarkan seseorang melakukan pelecehan seksual. Media dalam Islam akan terhindar dari segala hal yang berbau pornografi, sehingga tidak akan lagi ditemui tayangan yang membuka aurat, atau film tak layak yang justru semakin memacu gharizah nau’ dalam diri setiap manusia. Tidak akan pula ditemui musik-musik yang melenakan hingga memicu khayalan pada diri setiap pemudanya. Segala celah yang mengarahkan pada jalan membangkitkan naluri seksual diluar pernikahan akan ditutup rapat rapat oleh negara. Hal ini turut didukung dengan masyarakat yang ber amar maruf nahi mungkar dalam setiap melihat kemungkaran yang ada. Sehingga dalam sistem Islam, setiap individu tidak berjuang sendirian untuk melakukan ketaatan, melainkan bersinergi antara peran lingkungan dan negara.

Keempat, penerapan sistem sanksi yang tegas. Ketika seluruh elemen bersinergi, yaitu individu yang bertakwa, masyarakat yang amar maruf nahi munkar, dan negara yang memberikan iklim ketakwaan, tetapi masih saja ada yang melakukan perzinahan ataupun kekerasan seksual, maka negara berperan dan bertindak tegas terhadap hal yang demikian. Sistem sanksi dalam Islam memberikan efek jera, sehingga setiap orang yang melihat sanksi tersebut akan takut untuk melakukan pelanggaran yang serupa. Sanksi bagi pelaku pelecehan seksual sangat berat, termasuk untuk pimpinan sekolah, bisa berupa jilid, rajam sampai mati, atau takzir (sanksi berat dari negara-penj.) sehingga menimbulkan efek jera bagi pelakunya.

Demikianlah langkah konkret Islam dalam mengatasi pelecahan seksual yang hari ini tiada kunjung usai, yaitu dengan perpaduan sempurna antara ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek yang dilakukan oleh negara. Ketiganya berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. Negara berperan penting dalam menjaga rakyatnya, agar rakyat tidak berdiri sendiri dalam menjaga dirinya.

Sumber data:
https://emedia.dpr.go.id/2023/06/05/desakan-puan-soal-penerbitan-aturan-teknis-uu-tpks-perlu-segera-direspons-pemerintah/





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar