Oleh : Sri Yulia Sulistyorini, S. Si (Pendidik Generasi)
Generasi remaja saat ini menghadapi tantangan yang kompleks dalam kehidupan mereka. Salah satu yang paling mencolok adalah krisis mental yang semakin meningkat, yang dipicu oleh berbagai faktor eksternal seperti tekanan sosial, kecanduan teknologi, dan perubahan budaya yang cepat. Dalam era globalisasi ini, remaja terpapar pada berbagai informasi yang seringkali membingungkan, menciptakan perasaan cemas dan kurangnya identitas diri. Krisis mental ini tidak hanya berdampak pada kesehatan psikologis, tetapi juga memengaruhi kemampuan mereka dalam membangun masa depan yang sehat dan produktif. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menggali lebih dalam tantangan mental yang dihadapi oleh remaja, serta menawarkan solusi berbasis ajaran Islam yang dapat menjadi jalan keluar untuk pemulihan dan penguatan identitas diri yang lebih kokoh.
Sekitar 15,5 juta remaja di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, yang mencakup hampir 35% dari total remaja di tanah air. Menghadapi masalah tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berusaha untuk menangani masalah ini dengan program Generasi Berencana (GenRe), yang bertujuan untuk memberikan kesiapan dalam berkeluarga, pendidikan, dan karier kepada para remaja. (Tempo, 15 Februari 2025). Sementara itu, menurut Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Isyana Bagoes Oka, menyoroti urgensi penanganan kesehatan mental serta meningkatnya fenomena childfree di kalangan generasi muda. Ia menekankan pentingnya membangun karakter dan kualitas generasi muda untuk memanfaatkan bonus demografi demi kemajuan bangsa. (Disway.id, 16 Februari 2025)
Penyebab Gangguan Mental Remaja
Berdasarkan survei kesehatan mental remaja 2024, sekitar 15,5 juta atau 34,9% remaja Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental. Tekanan akademik yang tinggi, tuntutan sosial yang semakin kompleks, eksposur media digital yang intens, dan dinamika keluarga yang tidak stabil menjadi faktor-faktor utama yang memicu permasalahan ini. Remaja yang berada di masa transisi ini sering kali terjebak dalam ekspektasi yang saling bertolak belakang, sehingga menimbulkan krisis identitas dan kecemasan yang mendalam, ditambah dengan kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar yang dapat membantu mereka mengelola beban emosional.
Seringkali mereka mencari solusi instan terkait masalah yang dihadapinya. Alih-alih menyelesaikan masalah, solusi yang mereka ambil justru makin menjerumuskan mereka pada keterpurukan, baik ekonomi, mental, dan spiritual. Mereka semakin hilang kendali dan bertindak semaunya. Nasihat orang tua, guru, atau masyarakat tak lagi digubris, yang penting mereka enjoy dan bisa bertindak sesukanya, seperti terlibat gang remaja yang berujung pada tawuran, minum minuman keras, bahkan berani bertindak kekerasan. Hal ini semakin membuat resah orang tua dan masayarakat.
Pendapat Pakar Pendidikan
Para pakar pendidikan anak menyarankan integrasi pendidikan kesehatan mental di sekolah melalui program konseling, pelatihan kecerdasan emosional, dan intervensi dini. Peran aktif guru dan orang tua dalam menciptakan lingkungan yang suportif serta penyediaan aktivitas ekstrakurikuler yang seimbang sangat penting untuk membantu remaja mengembangkan strategi coping yang efektif dalam menghadapi tekanan dan krisis identitas.
Sebagai contoh, pendapat dari Prof. Dr. Fitriani, pakar pendidikan anak dari Universitas Pendidikan Indonesia, yang pernah dipresentasikan dalam simposium nasional "Pendidikan Karakter di Era Digital" tahun 2022. Dalam presentasinya, beliau menekankan bahwa intervensi dini melalui program konseling dan pelatihan kecerdasan emosional di sekolah dapat secara signifikan membantu mengurangi tingkat kecemasan dan depresi di kalangan remaja. Pendekatan holistik ini, yang melibatkan peran aktif guru, orang tua, dan tenaga profesional kesehatan mental, didukung oleh berbagai studi yang menunjukkan peningkatan kesejahteraan emosional remaja ketika mendapatkan dukungan yang terintegrasi di lingkungan sekolah.
Namun, hal ini tentu tidak serta merta dapat diterapkan dan mudah dilaksanakan di sekolah atau lembaga pendidikan. Kendala utama dalam penerapan strategi coping yang efektif bagi remaja antara lain adalah kurangnya pemahaman tentang pentingnya pengelolaan stres dan keterbatasan akses ke sumber daya dukungan mental, seperti program konseling di sekolah. Selain itu, stigma sosial yang masih melekat membuat remaja enggan untuk mencari bantuan atau berdiskusi tentang masalah mentalnya, sehingga mempersulit upaya pencegahan dan penanganan dini. Di sisi lain, dalam konteks penerapan solusi Islami, tantangannya terletak pada integrasi nilai-nilai keislaman secara menyeluruh (Islam kaffah) dalam sistem pendidikan dan lingkungan keluarga, yang seringkali menghadapi kesenjangan antara praktik keagamaan tradisional dan tuntutan kehidupan modern yang cepat berubah.
Solusi Islam atas Pemasalahan Gangguan Mental Remaja
Solusi Islam atas pemasalahan gangguan mental remaja melibatkan pendekatan yang menyeluruh dengan mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari, pendidikan, dan dukungan keluarga. Penguatan spiritual melalui ibadah rutin seperti shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an diyakini dapat membantu menenangkan hati dan mengurangi kecemasan, sebagaimana tertuang dalam QS. Ar-Ra’d ayat 28. Nilai-nilai seperti sabar, tawakal, dan ukhuwah Islamiyah mendorong remaja untuk membangun identitas diri yang kokoh serta menemukan makna hidup yang lebih mendalam. Selain itu, peran negara sangat penting dengan menyediakan pendidikan perspektif Islam kaffah melalui kurikulum yang terintegrasi, sehingga remaja tidak hanya mendapatkan pengetahuan akademis, tetapi juga pembinaan karakter, moral, dan spiritual yang komprehensif.
Di lingkungan komunitas, peran masjid dan tokoh agama sangat strategis dalam mendukung kesehatan mental remaja. Kegiatan keagamaan seperti pengajian, diskusi kelompok, dan mentoring oleh para ustadz tidak hanya memperkuat iman, tetapi juga menyediakan ruang untuk berbagi pengalaman dan solusi terhadap masalah emosional. Pendekatan komunitas ini mendorong terbentuknya jaringan sosial yang saling mendukung, sehingga remaja merasa lebih terhubung dan memiliki tempat untuk mencari pertolongan serta berbagi cerita dalam menghadapi tekanan kehidupan modern.
Pemerintah diharapkan untuk lebih proaktif dalam mengimplementasikan program-program yang mengintegrasikan nilai-nilai Islami dalam pendidikan dan kesehatan mental. Hal ini dapat diwujudkan melalui penyediaan fasilitas konseling yang bekerja sama dengan lembaga keagamaan, pelatihan bagi tenaga pendidik untuk memasukkan pendidikan karakter Islami ke dalam kurikulum, serta dukungan kebijakan publik yang memprioritaskan kesejahteraan mental remaja. Insentif dan subsidi bagi sekolah yang menerapkan pendidikan perspektif Islam kaffah juga menjadi langkah strategis dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung pembentukan mental dan spiritual remaja.
Pendekatan integratif yang menggabungkan penguatan spiritual, dukungan komunitas, dan intervensi pemerintah diharapkan mampu memberikan dampak positif dalam mengatasi gangguan mental remaja. Sinergi antara nilai-nilai keislaman, strategi pendidikan modern, dan kebijakan negara dapat membekali remaja dengan ketahanan mental yang lebih baik untuk menghadapi dinamika dan tantangan zaman. Dengan penerapan solusi ini, diharapkan generasi muda tidak hanya pulih secara mental, tetapi juga tumbuh menjadi individu yang matang, berintegritas, dan siap berkontribusi positif bagi kemajuan negeri.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 2-5 dijelaskan, bahwa Al-Qur'an merupakan petunjuk yang jelas bagi orang-orang yang bertakwa. Ayat-ayat ini mengandung makna bahwa ketika petunjuk Ilahi dijadikan pedoman dalam kehidupan, maka individu maupun masyarakat akan merasakan keberkahan dan ketenteraman. Penerapan aturan Islam dalam kehidupan diyakini dapat menciptakan tatanan sosial yang adil, damai, dan penuh berkah, karena semua aspek kehidupan diatur berdasarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Allah.
Konsep keberkahan tersebut semakin jelas jika suatu negeri menerapkan pendidikan perspektif Islam kaffah, di mana nilai-nilai keislaman diserap secara menyeluruh dalam setiap lini kehidupan. Ketika pemerintah dan masyarakat berupaya mewujudkan tata kelola yang berpijak pada ajaran Islam, maka tercipta lingkungan yang kondusif untuk pengembangan karakter, moral, dan spiritual. Hal ini tidak hanya memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan mental dan sosial penduduk, tetapi juga membawa keberkahan dalam bentuk kemakmuran dan kestabilan yang abadi, sejalan dengan janji Allah kepada orang-orang yang bertakwa.
Wallahu A’lam Bis-Showwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar