Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Ramadhan berlalu seiring berjalannya waktu. Begitu banyak kisah yang tertoreh melalui hari yang pasti penuh berkah dan pahala berlipat ganda. Hanya saja satu hal yang jangan kita lupa akan pesan Ramadhan sebelum ia pamit pulang. Apakah itu?
Allah SWT. berfirman:
ÙŠٰۤـاَÙŠُّÙ‡َا الَّذِÙŠْÙ†َ اٰÙ…َÙ†ُÙˆْا Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙŠْÚ©ُÙ…ُ الصِّÙŠَا Ù…ُ Ú©َÙ…َا Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙ‰ الَّذِÙŠْÙ†َ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َبْÙ„ِÚ©ُÙ…ْ Ù„َعَÙ„َّÙƒُÙ…ْ تَتَّÙ‚ُÙˆْÙ†َ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah: 183).
Jelas tersirat bahkan tersurat pesannya yang begitu mendalam, yaitu agar kita bertakwa. Sudahkah? Kebanyakan dari kita enjoy, happy, merasa benar-benar dekat dengan Sang Maha Segalanya adalah ketika Ramadhan. Kebanyakan dari kita juga begitu khusuk melakukan berbagai kegiatan ibadah, ya ketika Ramadhan. Kita menjaga makanan dan minuman yang kita konsumsi agar halal dan toyyib. Kita menjaga agar aurat kita senantiasa tertutup. Kita betah menghabiskan waktu di atas sajadah, berlama-lama dzikir, tadarus, bershalawat, doa, dll. Kita mendadak 'alim dan sopan kepada sesama. Mendadak sok perhatian, sok peduli, dll.
Hanya saja semua ikut sirna seiring kepergiannya. Ramadhan pergi tinggalkan malas yang kembali menghantui. Adakah yang merasakan hal yang sama? Betapa tidak? Begitu banyak agenda yang sengaja dibuat untuk mengisi libur Lebaran. Halal bihalal, reunian, arisan, dll. Belum termasuk persiapan yang memakan waktu berhari-hari, nyiapin baju, hidangan, transportasi, dll. Benar-benar menguras waktu, tenaga, dan harta. Lebih berat dari puasa Ramadhan, guys!
Bayangkan, beberes rumah setiap waktu. Pulang tamu yang satu beberes, ada lagi, abis itu beberes lagi. Masak lagi, dandan lagi. Lagi dan lagi. Cape dech! Waktu yang biasa dipakai tadarusan, sekarang malah habis buat ngomongin kesuksesan, ups! Secara gitu, pertanyaannya baku banget. Kepada keluarga yang masih sekolah atau kuliah ditanya kelas berapa atau tingkat berapa, ranking berapa, prestasi apa yang udah diraih. Kepada keluarga yang udah lulus ditanya mau dilanjutkan kemana, masuk ke sekolah atau kampus favorit dong! Ditambah lagi pertanyaan udah kerja dimana, gajinya berapa, kapan nikah. Kepada yang udah nikah, ditanya kapan punya anak, tinggal di rumah sendiri, ngontrak, atau numpang, dll.
Lupa tuh sama tujuan puasa. Lupa sama pesan Ramadhan. Bahwa kita bersama selama sebulan full itu agar kita makin bertakwa. Seharusnya semua amal kebaikan yang mampu kita lakukan di bulan Ramadhan, menjadi habit di bulan-bulan berikutnya. Shalatnya makin khusuk, tadarusnya makin getol, berbuat baiknya juga makin semangat. Harusnya!
Apalagi di bulan Syawal ini ada amalan sunnah yang akan melengkapi pahala puasa Ramadhan kita sehingga seolah-olah kita berpuasa setahun penuh. Ya, puasa Syawal selama 6 hari. Rasulullah Saw. bersabda: "Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim No. 1164).
Penjelasan hadits ini didasarkan pada konsep bahwa satu amal kebajikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat dalam Islam. Maka: Puasa Ramadhan selama 30 hari = 10×30 = 300 hari. Puasa 6 hari di Syawal = 10×6 = 60 hari. Total = 360 hari (setara dengan satu tahun lunar). Sebagaimana dalam shalat fardhu yang disempurnakan dengan shalat sunnah rawatib, puasa 6 hari di Syawal berfungsi sebagai pelengkap bagi kekurangan atau ketidaksempurnaan yang terjadi selama Ramadhan.
Masalahnya, Syawal itu waktunya kumpul-kumpul dengan keluarga, kolega, teman lama, dkk. Masalahnya lagi yang namanya kumpul-kumpul identik dengan acara makan. Kita juga wajib kan menjamu tamu, bahkan kita juga harus menghargai yang punya rumah ketika kita disuguhi hidangan, maka boleh berbuka ketika kita sedang puasa sunnah. Hidangan hari raya juga enak-enak dan spesial, sayang kalau dilewatkan. Ada aja godaannya ketika mau taat, hehe! Alasan!!
Para ulama menyebutkan bahwa ketika seseorang diberikan taufik untuk melanjutkan ibadah setelah Ramadhan, itu adalah tanda bahwa ibadahnya di bulan Ramadhan diterima. Waduh, berarti ibadah kita? Ibn Rajab Al-Hanbali berkata: "Balasan dari amal shalih adalah amal shalih setelahnya. Maka, jika seorang hamba melakukan suatu kebaikan, lalu diikuti dengan kebaikan lain, ini adalah tanda bahwa kebaikan pertama diterima di sisi Allah."
So, apa nih yang bisa kita lakukan agar tidak keterusan malasnya? Yang pertama harus kita lakukan adalah menanamkan pada diri kita bahwa paradigma beramal adalah semata karena Allah SWT. Apa pun yang kita lakukan, kita niatkan untuk mendapat ridha-Nya. Hal yang Allah SWT. ridhai bukan sekadar banyaknya amal, melainkan amal yang ahsan. Ahsanul-amal adalah amal yang dilakukan semata karena Allah SWT. dan sesuai dengan ketentuan syariat. Inilah amal yang Allah SWT. terima dan harus kita jaga agar amal kita selalu berada dalam keikhlasan dan sesuai syariat. Besar atau kecil, sulit atau mudah, semua akan Allah SWT. perhitungkan selama memenuhi ketentuan ini.
Kemudian, kita kudu mengoptimalkan yang fardhu. Perkara-perkara fardu adalah perkara yang Allah SWT. wajibkan atas kaum muslim. Apa itu? Shalat fardhu, menutup aurat, menuntut ilmu, beramal makruf nahi mungkar, dakwah. Di tengah kondisi umat yang terus digempur pemikiran-pemikiran asing yang bertentangan dengan Islam, dakwah menjadi aktivitas yang harus diemban oleh setiap muslim agar kemurnian dan kemuliaan Islam terus terjaga.
Insyaallah, dakwah dalam rangka menegakkan agama Allah, akan menjadi sebuah perjuangan dengan pahala yang besar di sisi-Nya. Dakwah adalah amal yang wajib hukumnya. Oleh karenanya, membaca kitab mempersiapkan materi-materi dakwah atau menulis masalah-masalah agama dalam rangka menyampaikan nasihat kepada umat, juga merupakan aktivitas wajib.
Agar makin afdol tambah tuh dengan amalan sunnah, yaitu puasa sunnah, shalat sunnah, membaca Al-Quran, berzikir, memperbanyak doa, mempelajari tafsir dan kandungan Al-Quran, serta mengkaji tsaqafah-tsaqafah Islam, seperti fikih, hadis, memperbanyak sedekah, meringankan beban orang lain, menyambungkan tali silaturahmi, menyantuni anak yatim dan orang miskin, serta memperbagus akhlak dan menahan diri dari perbuatan-perbuatan keji.
Hanya saja dalam kondisi saat ini hal-hal demikian terasa berat sebab telah menjadi masalah sistemis yang tentu memerlukan solusi sistematis pula. Tidak cukup dengan perubahan intensitas ibadah yang dilakukan individu melainkan harus dilakukan bersama-sama antara individu, masyarakat, dan negara sebagaimana dahulu ketika sistem Islam diterapkan. Betapa terefisiensinya waktu sehingga ibadah dapat dilakukan dengan optimal.
Dari sinilah urgensi mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan melakukan aktifitas dakwah agar suasana kekhusukan dapat kembali tercipta. Agar pesan Ramadhan dapat kita laksanakan. Agar ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Agar kita dapat meraih derajat takwa yang sebenar-benarnya. Mari bersama-sama kita mewujudkannya tanpa nanti tanpa tapi!
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar