Oleh : Lisa Agustin (Aktivis Muslimah)
Tahun ajaran 2023/2024 akan berakhir, bersiap menyambut tahun ajaran baru 2024/2025. Namun sayang, ada ribuan lulusan SD di Balikpapan tahun ini menghadapi tantangan besar. Yaitu tidak tersedianya cukup kursi sekolah lanjutan tingkat SMP Negeri.
Dari sekitar 16 ribu siswa yang lulus, hanya 6 ribu yang akan tertampung di SMP Negeri. Sisanya -sekitar 9 ribu anak- terpaksa mencari sekolah swasta atau alternatif lain untuk melanjutkan pendidikannya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Balikpapan, Aminuddin, menyebut situasi ini sebagai cerminan darurat akses pendidikan yang perlu ditangani secara serius dan berkelanjutan. Sebagai langkah awal, Aminuddin mengusulkan adanya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah swasta, agar para siswa tetap mendapat layanan pendidikan yang setara.
Tak hanya pemerintah, Aminuddin juga menekankan pentingnya keterlibatan sektor swasta. Dengan banyaknya perusahaan besar yang beroperasi di Balikpapan, ia menilai potensi CSR sangat besar untuk mendukung pembangunan fasilitas pendidikan seperti ruang kelas dan laboratorium. (balpos.com, 14/04/2025)
Sungguh disayangkan Kota Balikpapan yang terkenal kaya akan sumber daya alam, namun kekayaan yang dimiliki tidak berbanding lurus dengan kecukupan fasilitas pendidikan yang memadai bagi masyarakatnya. Apa kabar dengan wilayah yang miskin sumberdaya alam dan jauh dari akses kemajuan teknologi?
Tersebar
Kasus kurangnya fasilitas pendidikan berupa gedung sekolah sesungguhnya tidak hanya terjadi di Balikpapan, tetapi hampir tersebar di semua wilayah di Indonesia. Dikutip dari laman CNBC Indonesia, menurut data BPS melalui CEIC berdasarkan perbandingan tahun ajaran 2021/2022 untuk jenjang SD sebanyak 60,60 %; jenjang SMP 53,30%; jenjang SMA 45,03% yang mengalami kerusakan ruang kelas.
Sedangkan menurut data dari Kemendikbudristek bahwa ruang kelas yang rusak di sekolah negeri seluruh Indonesia bertambah 26% atau 250.000 unit dalam satu tahun terakhir. Data ini membuktikan, minimnya akses lanjutan pendidikan dan menggambarkan bahwa negara telah mengesampingkan pendidikan bagi rakyatnya.
Sistem Kapitalistik
Hal ini menjadi wajar dalam sistem kehidupan kapitalistik, sebab sistem ini membuat negara (penguasa) tidak menjadi penjamin terpenuhi pendidikan rakyat. Sistem pendidikan kapitalistik menjadikan peran negara dalam mengurusi urusan rakyatnya “setengah hati” karena berhitung bagaikan bisnis untung dan rugi.
Bahkan untuk menyiapkan fasilitas pendidikan saja penguasa berwatak kapitalistik menginginkan keterlibatan pihak swasta agar ikut serta dalam menyediakan pendidikan bagi masyarakat. Padahal terpenuhinya pendidikan merupakan tanggung jawab utama negara bukan swasta apalagi perusahaan.
Sistem kehidupan kapitalistik juga yang membuat dana pendidikan terbatas sehingga sarana prasarana minim seadanya. Padahal penting juga diperhatikan kualitas guru, kualitas pelajar, kurikulum dsb. Tidak hanya darurat akses pendidikan tapi juga gambaran kompleks dan buramnya pendidikan saat ini.
Terbatasnya dana pendidikan disebabkan pendapatan negara yang bergantung kepada pemasukan pajak dan hutang. Negeri ini sumber daya alamnya sangat kaya, namun sayangnya malah diberikan kepada swasta (asing). Sehingga merekalah yang mendapatkan keuntungannya, sedangkan rakyat dibebani pajak.
Sistem Islam
Sungguh berbeda dengan sistem kehidupan Islam. Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan pokok rakyat yang wajib dijamin oleh negara. Sehingga seorang pemimpin akan menetapkan kebijakan layanan pendidikan harus diberikan secara gratis. Mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi ditanggung negara melalui baitulmal.
Rasulullah ï·º bersabda, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Seorang penguasa tidak boleh berlepas tangan dalam urusan pendidikan, sehingga tidak akan menyerahkan urusan pendidikan kepada swasta atau perusahaan. Sebab pendidikan merupakan kebutuhan primer yang harus dinikmati oleh seluruh rakyat. Seluruh rakyat berhak mendapatkan pendidikan gratis, berkualitas, dan merata.
Di dalam Islam, para pemangku jabatan juga akan menjalankan amanahnya dengan penuh rasa tanggung jawab dan ketundukan terhadap hukum syarak. Gedung sekolah yang dibangun akan dirawat dan dipelihara dengan baik. Jika ada anggaran dana untuk pembangunan, tidak dikorupsi karena kesadaran atas pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak di yaumil akhir.
Negara Islam (khilafah) wajib menyediakan anggaran besar untuk pendidikan tanpa bergantung pada utang luar negeri ataupun swasta. Seluruh pemasukan negara, baik yang dimasukkan di dalam pos fai dan kharaj maupun pos milkiyyah ‘amah, yaitu SDA, termasuk pertambangan, dapat diambil untuk membiayai sektor pendidikan.
Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Jika harta di baitulmal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, kewajiban pembiayaan tersebut dibebankan kepada kaum muslim hingga terpenuhi. Ini karena hak mendapatkan layanan pendidikan tidak ditentukan berdasarkan ada tidaknya harta, tetapi kewajiban negara atas kemaslahatan yang harus dipenuhinya kepada rakyat (Disarikan dari kitab Nizham al-Iqtishadiy fil Islam hlm. 537-538 yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah)
Kesimpulan
Ketika negara terus abai terhadap kurangnya fasilitas pendidikan, artinya negara sedang menyiapkan masa depan gelap bagi generasi. Pendidikan adalah alat membangun peradaban. Peradaban emas berawal dari keseriusan penguasa dalam mengedepankan sektor pendidikan terbaik bagi rakyatnya.
Oleh sebab itu hanya Islam sebagai way of life, yang akan mampu menyelesaikan karut marut dunia pendidikan akibat penerapan sistem kapitalistik hari ini. Saatnya pendidikan dikelola dengan paradigma ibadah dan pelayanan, bukan komoditas dan investasi. Wallahu a'lam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar