Daya Beli Menurun, Paylater Menjerat: Buah Pahit Kapitalisme Sekuler yang Terus Dipertahankan


Oleh: Noura 

Lebaran 2025 telah berlalu, namun bukan kegembiraan yang tertinggal bagi sebagian masyarakat, melainkan kekhawatiran yang kian membayangi. Di Tanah Abang, pusat grosir terbesar se-Asia Tenggara, para pedagang mengeluhkan menurunnya daya beli. Fenomena serupa terjadi di berbagai wilayah lainnya di Indonesia. Bukan hanya sektor perdagangan, namun juga pariwisata dan konsumsi rumah tangga mengalami kelesuan.

Laporan dari berbagai media menunjukkan bahwa lesunya daya beli ini disebabkan oleh kombinasi banyak faktor; pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus terjadi, kenaikan harga kebutuhan pokok, dan tingginya beban utang masyarakat. Tak bisa dipungkiri, kondisi ekonomi global yang masih belum stabil turut memperparah situasi ini. Namun di balik semua itu, ada satu benang merah yang tak boleh diabaikan, yakni sistem sekuler kapitalisme yang menjadi akar persoalan.


Paylater dan Konsumerisme, Simbiosis Kapitalisme

Ketika masyarakat dililit kebutuhan namun tak punya cukup pemasukan, maka utang menjadi jalan pintas. Di sinilah layanan paylater menawarkan "kemudahan", yakni membeli sekarang dan bayar nanti. Di satu sisi, sistem ini tampak membantu, namun di sisi lain, ia menyimpan jerat yang dalam.

Data OJK menunjukkan bahwa total utang paylater masyarakat Indonesia telah menembus Rp 21,98 triliun per Februari 2025. Angka ini mencerminkan betapa konsumsi masyarakat kini didorong oleh utang, bukan oleh kemampuan nyata. Sayangnya, tak banyak yang menyadari bahwa sistem paylater ini pada dasarnya berbasis riba, yang dalam Islam hukumnya haram.

Lebih dari sekadar masalah teknis finansial, fenomena ini adalah cermin dari budaya konsumtif yang dipelihara dalam sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Gaya hidup hedonistik dikampanyekan secara masif, dan kesuksesan diukur dari apa yang dimiliki, bukan dari siapa diri kita atau seberapa bermanfaat kita bagi orang lain.

Dalam konteks inilah, paylater bukan hanya alat transaksi, melainkan instrumen yang memperkuat jeratan konsumerisme. Semakin banyak orang berutang demi memenuhi gaya hidup, semakin kokoh pula dominasi sistem kapitalisme dalam mengatur kehidupan manusia.


Sistem Sekuler: Jauh dari Solusi, Dekat dengan Malapetaka

Sistem kapitalisme tidak hanya membuka jalan bagi budaya konsumtif dan riba, namun juga menjauhkan nilai-nilai spiritual dari kehidupan. Dalam sistem ini, agama dijauhkan dari pengaturan ekonomi. Akibatnya, aspek halal dan haram diabaikan. Sistem sekuler menciptakan masyarakat yang 'merdeka' dari aturan Tuhan, tapi justru terjerat oleh sistem buatan manusia yang tidak adil dan eksploitatif.

Pemerintah dalam sistem ini tidak berfungsi sebagai pelindung rakyat, melainkan sekadar fasilitator pasar. Tidak ada keberpihakan nyata pada masyarakat kecil, karena yang diprioritaskan adalah pertumbuhan ekonomi, bukan kesejahteraan individu.


Islam Kaffah: Jalan Menuju Kesejahteraan dan Berkah

Berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler, Islam sebagai sistem hidup yang paripurna mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Dalam Islam, riba diharamkan secara tegas, karena ia merusak tatanan sosial dan memperlebar kesenjangan. Sistem ekonomi Islam dibangun di atas asas keadilan, distribusi kekayaan yang merata, dan pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu.

Islam tidak akan membiarkan rakyat bergantung pada utang ribawi untuk bertahan hidup. Negara, dalam sistem Islam, bertanggung jawab penuh memastikan kebutuhan pokok rakyat—pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan—terpenuhi dengan mekanisme yang adil.

Sistem Islam juga menumbuhkan keimanan dan ketakwaan masyarakat. Dalam masyarakat Islam, kebahagiaan tidak diukur dari jumlah barang yang dimiliki, tapi dari sejauh mana seseorang mendapatkan rida Allah. Inilah yang menjadi benteng kokoh melawan arus konsumerisme.


Saatnya Kembali pada Solusi Hakiki

Lesunya daya beli, menjamurnya utang paylater, dan memburuknya kondisi sosial-ekonomi rakyat bukan sekadar gejala ekonomi, tapi buah pahit dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Selama sistem ini terus dipertahankan, penderitaan akan terus berulang dalam siklus yang memenjarakan.

Sudah saatnya umat Islam membuka mata dan kembali pada sistem hidup yang diturunkan oleh Allah SWT. Islam kaffah bukan sekadar pilihan, tapi satu-satunya solusi hakiki untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil, dan penuh berkah.

Khilafah, sebagai institusi pelaksana syariah Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu menutup celah kezaliman ekonomi, meniadakan riba, dan membebaskan manusia dari perbudakan utang. Hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh, kesejahteraan sejati dapat terwujud.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar