Menggalang Kekuatan Global untuk Membebaskan Palestina


Oleh: Noura 

Lebih dari 30 warga Palestina gugur dalam satu malam akibat serangan brutal Zionis Israel di Gaza. Di Lebanon dan Yaman, korban jiwa pun berjatuhan akibat agresi yang sama biadabnya. Dunia mengecam, tapi Israel bergeming. Sementara itu, dua juta warga Gaza bertahan hidup dalam kondisi mencekam, menggantungkan nasib pada bantuan yang semakin langka. Bahkan, sebagian terpaksa memakan daging kura-kura demi bertahan hidup.

Penderitaan Palestina tak lagi bisa digambarkan dengan kata-kata. Mereka bukan hanya dibunuh secara fisik, tetapi juga dimatikan harapannya, dihancurkan martabatnya. Ironisnya, tragedi kemanusiaan ini justru dihadapi dengan kekagetan musiman dan kecaman kosong. Tidak ada intervensi militer. Tidak ada pengerahan kekuatan. Hanya pernyataan belasungkawa, lalu dilupakan.

Lebih ironis lagi, mayoritas pemimpin negeri-negeri Muslim masih memosisikan diri sebagai penonton. Mereka cukup dengan menyampaikan duka dan memohon bantuan kemanusiaan dari negara-negara Barat. Tidak ada langkah nyata untuk menyelamatkan Palestina, apalagi memobilisasi kekuatan umat secara militer.

Padahal, dalam Islam, persaudaraan bukan sekadar slogan. Allah menegaskan bahwa kaum Muslim itu bersaudara (QS Al-Hujurat: 10). Rasulullah saw. menggambarkan umat sebagai satu tubuh; bila satu bagian terluka, seluruh tubuh merasakannya. Maka pertanyaannya, jika Gaza hancur dan kita tidak merasa apa-apa, bagian manakah dari tubuh umat ini yang sebenarnya masih hidup?

Sesungguhnya, yang membuat umat Islam tak kunjung bersatu bukanlah kelemahan fisik atau kurangnya jumlah, tetapi karena umat masih terpecah oleh sekat-sekat nasionalisme—warisan kolonial yang mematikan kesadaran akan satu identitas umat. Inilah yang membuat jihad tak pernah terorganisir, dan penjajahan terus berlangsung.

Hari ini, seruan jihad untuk membebaskan Palestina mulai terdengar dari berbagai penjuru. Namun seruan ini perlu arah dan kepemimpinan. Tidak cukup hanya dengan gerakan emosional atau solidaritas sesaat. Umat Islam membutuhkan struktur global yang mampu mengoordinasikan kekuatan—dan itu hanya bisa terwujud melalui institusi Khilafah Islamiyah.

Khilafah bukan sekadar romantisme sejarah, tapi kebutuhan riil bagi umat. Ia adalah institusi politik yang menyatukan negeri-negeri Muslim, mengonsolidasikan kekuatan militer, dan menjadi perisai umat sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Sesungguhnya Imam (pemimpin) itu adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung." (HR Muslim).

Khilafah akan menjadikan persoalan Palestina sebagai urusan umat secara total, bukan beban rakyat Gaza semata. Dan inilah saatnya, umat Islam di seluruh dunia menyuarakan tuntutan yang sama; penguasa Muslim harus bergerak, jihad harus ditegakkan, dan Khilafah harus kembali ditegakkan sebagai kepemimpinan global umat.

Tanpa itu semua, Palestina akan terus menjadi ladang pembantaian. Dan umat akan terus menjadi penonton dalam tragedi yang tiada akhir.

Sudah saatnya kita berhenti berharap pada dunia yang tuli. Saatnya kita galang kekuatan umat, dan ambil peran nyata dalam membebaskan Palestina—bukan hanya dari penjajahan, tapi dari keterpecahan yang selama ini mengikat kita.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar