Oleh : Wina Apriani
Berbicara problem pendidikan yang terjadi di negeri saat ini rasanya tidak akan pernah ada habisnya apalagi pendidikan saat ini menganut sistem sekuler yang hanya mementingkan kepentingan semata. Termasuk sektor pendidikan juga tak luput banyak problem dari mulai kurikulum guru termasuk sekolah sendiri akibatnya pemerintah sendiri akan mengusulkan untuk membangun beberapa sekolah rakyat tak ketinggalan di kota Sumedang ada dua kecamatan ujungjaya dan Jatinangor yang akan membangun sekolah rakyat. Seperti yang disampaikan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat (Pemdaprov Jabar) akan membangun Sekolah Rakyat ditiga lokasi yang berada di kawasan Ujung Jaya dan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, serta kawasan Gedebage, Kota Bandung.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menegaskan bahwa kehadiran Sekolah Rakyat merupakan langkah strategis dalam mempercepat pengentasan kemiskinan melalui sektor pendidikan. "Kita akan bikin Sekolah Rakyat di sana. Kami mohon tiap kabupaten/kota segera mengusulkan. Diharapkan secepatnya,” ujar Herman.
Ia juga menekankan bahwa peserta Sekolah Rakyat berasal dari daerah setempat. Oleh karena itu, jika anggaran daerah tidak mencukupi, maka biaya akan ditanggung oleh Pemerintah Pusat.
Hingga saat ini, sudah ada sembilan pemerintah daerah yang menindaklanjuti program ini dan mengajukan lokasi untuk pembangunan Sekolah Rakyat. Kesembilan daerah tersebut adalah Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar.
“Saya mohon kepada 18 kabupaten dan kota lainnya agar secepatnya menindaklanjuti dan mengajukan lahan atau bangunan untuk berdirinya Sekolah Rakyat ini,” kata Herman.
Lebih lanjut, Herman menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini, karena pembangunan Sekolah Rakyat akan didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat melalui kementerian dan lembaga terkait dengan anggaran kurang lebih Rp100 miliar per unit.
“Ini kesempatan besar karena Sekolah Rakyat akan didukung oleh Pemerintah Pusat. Anak-anak dari keluarga miskin atau miskin ekstrem mulai dari tingkat SD, SMP, hingga SMA akan mendapatkan pendidikan secara gratis dan didukung penuh oleh pemerintah dari A sampai Z. Ini luar biasa,” ungkapnya.
Sebelumnya terkait sekolah rakyat Pemerintah Presiden Prabowo membahas rencana mendirikan sekolah rakyat yang diperuntukkan untuk anak-anak kurang mampu dan terkategori miskin ekstrem. Sekolah ini akan berada di bawah kewenangan Kementerian Sosial. Sekolah rakyat akan berbentuk sekolah asrama (boarding school) sehingga gizi siswa dapat terjamin dan biayanya pun gratis.
Hal itu disampaikan oleh Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar setelah mengikuti rapat terbatas tentang pemberdayaan masyarakat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (3-1-2025). Ia mengatakan bahwa sekolah rakyat masih diuji coba di tiga titik wilayah di Jabodetabek. Belum diketahui secara pasti perihal jenjang pendidikan apa saja yang akan dibangun sekolah rakyat.
Tidak habis pikir dengan apa yang di pikirkan pemerintah padahal sekolah rakyat akan menimbulkan Pendidikan Berkasta, yang membangun sekolah rakyat dengan tujuan menghapus kemiskinan sepintas memang bagus. Namun, rencana sekolah rakyat untuk keluarga miskin justru meningkatkan tendensi sekolah berkasta, yakni sekolah khusus keluarga kaya dan rakyat miskin. Sedangkan pendidikan adalah hak setiap anak didik, tidak memandang dia kaya ataupun miskin. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini rakyat haruslah mendapat perlakuan, pelayanan, dan fasilitas yang sama.
Sekolah rakyat seharusnya mengakomodasi semua lapisan masyarakat. Kata “rakyat” janganlah tersemat hanya pada kelompok masyarakat yang kurang mampu dan miskin. Seakan-akan ketika kita menyebut rakyat maka sudah mengarah bahwa yang dimaksud ialah orang miskin dan kaum papa.
Pendidikan berkasta sangat mungkin bisa terjadi dalam sistem pendidikan kapitalistik, yakni menjadikan sektor pendidikan sebagai peluang bisnis untuk menjadi lumbung uang. Tatkala layanan publik seperti sektor pendidikan menjadi ladang bisnis, saat itulah pendidikan menjadi layanan mahal alias berbayar. Kalaulah pendidikan dibuat gratis, biasanya layanan yang diberikan ala kadarnya dengan fasilitas seadanya. Inilah realitas pendidikan dalam sistem kapitalisme saat ini. Pendidikan berkasta muncul karena sekat-sekat sosial yang dibentuk sejak awal sistem ini diterapkan. Kesenjangan sosial antara kaya dan miskin hampir terjadi di semua lini, bukan hanya sektor pendidikan.
Alih alih mengambil solusi mendasar dengan mengubah sistem yang bermasalah, negara justru mengambil solusi tambal sulam yang mencederai rasa keadilan masyarakat. Bahkan, solusi yang diberikan justru mempertegas sekat sosial yang terjadi di sistem kapitalisme, yakni menempatkan masyarakat miskin sebagai beban yang hanya diberi layanan minimal.
Sistem Kapitalisme yang Problematik
Pelayanan dan perhatian minim negara terhadap pendidikan bisa kita lihat secara kasat mata. Sebagai contoh, kesenjangan fasilitas, sarana, dan prasarana sekolah sangat terlihat di sekolah berbayar dan tidak berbayar. Pada sekolah berbayar, infrastruktur memadai. Sedangkan di sekolah gratis, infrastruktur sekolah adakalanya terbengkalai dan tidak terurus. Ini menimpa banyak sekolah negeri, terutama yang berada di wilayah terpencil dan terluar termasuk di sumedang sendiri masih banyak bangunan sekolah yang sudah tidak layak yaitu Bangunan sekolah yang rusak dan tidak layak digunakan untuk tempat belajar, kerap muncul di pemberitaan. Banyak siswa yang harus belajar dan mencari ilmu dalam kondisi memprihatinkan.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Pendidikan, pada 2024 dana alokasi khusus pendidikan untuk memenuhi kebutuhan fasilitas pendidikan mencapai Rp576,6 triliun yang meliputi: (1) Rp336,6 triliun untuk penambahan perpustakaan dan laboratorium (23,4% laboratorium SD—SMA/SMK rusak sedang hingga berat; 77.377 SD—SMA/SMK tidak memiliki perpustakaan); (2) Rp124,8 triliun untuk rehabilitasi, yakni 26,1% ruang SD—SMA/SMK negeri dan swasta rusak sedang hingga berat; (3) Rp58,6 triliun untuk kebutuhan peralatan sekolah; (4) Rp51,5 triliun untuk penyediaan ruang kelas baru; (5) Rp5,1 triliun untuk pembangunan sekolah baru, yakni sebanyak 1.841 kecamatan tidak punya SMA/SMK dan 44 kabupaten/ kota tidak punya SLB.
Namun, realitasnya alokasi dana fisik pendidikan hanya mencapai Rp15,8 triliun atau 2,4% dari total dana fasilitas pendidikan. Jumlah DAK tersebut disalurkan ke 32 provinsi dan 506 kota/ kabupaten. Dari aspek penyediaan fasilitas atau sarana dan prasarana sekolah, sudah terlihat minimnya perhatian dan kepedulian negara terhadap pendidikan dan generasi.
Menurut keterangan Kemenkeu RI (24-12-2024), anggaran pendidikan pada 2025 dialokasikan sebesar Rp724,3 T. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan merenovasi kurang lebih 10.000 sekolah rusak di seluruh Indonesia dengan prioritas kerusakan karena bencana alam.
Sejak 2009, Indonesia telah mengalokasikan 20% dari APBN untuk anggaran pendidikan, tetapi realisasinya masih jauh dari harapan. Anggaran pendidikan yang bernilai jumbo terkadang tidak terserap dengan baik karena buruknya pelayanan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Bahkan, yang banyak terjadi justru penyelewangan dana pendidikan. Ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi di dunia pendidikan. Ini karena sistem dan model kepemimpinan kapitalisme tidak menjadikan pelayanan kepada rakyat sebagai tugas pokok yang harus dijalankan penguasa dan jajaran di bawahnya. Sistem ini juga menghasilkan praktik pengelolaan anggaran yang korup.
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2023 terjadi 59 kasus korupsi di sektor pendidikan dengan 130 orang tersangka. Menurut ICW, klasifikasi pertama korupsi di sektor pendidikan yakni penyelewengan anggaran program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), hibah/bansos, dana bantuan mahasiswa, dan Program Indonesia Pintar (PIP). Sepanjang 2016—2021, terdapat 240 korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum.
Sistem sekuler kapitalisme saat ini yang diemban oleh negeri kita hanya akan menghasilkan kepemimpinan yang problematik. Pengurusan negara terhadap rakyat sangat minim, seperti serapan anggaran pendidikan yang tidak maksimal, kurikulum pendidikan yang belum membentuk generasi berkarakter mulia, dan segudang masalah pendidikan lainnya yang disebabkan adanya pengabaian negara dalam mengurus generasi dan kebutuhan mereka, padahal pendidikan adalah mercusuar peradaban. Tidak patut negara hanya melakukan pemenuhan kebutuhan dan pelayanan secara minimal.
Dalam Pandangan Sistem Islam
Kunci lahirnya generasi unggul adalah pendidikan. Orientasi pendidikan dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari paradigma Islam. Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak semua individu. Negara harus memenuhi kebutuhan tersebut dengan pelayanan yang maksimal. Rasulullah saw bersabda, “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Negara akan memberikan layanan pendidikan dengan fasilitas terbaik berlandaskan pada prinsip-prinsip berikut:
Pertama, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiah) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Metode pendidikan dirancang untuk·merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut dilarang (Syekh Abu Yasin, Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah, hlm. 8).
Strategi pendidikan Islam bertujuan membentuk pola pikir dan pola sikap Islam. Seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan disusun atas dasar strategi tersebut. Dengan demikian, Islam melahirkan generasi berkualitas dari sisi kekuatan iman dan kemampuan akademik, yakni memadukan iman, takwa, dan ilmu pengetahuan dalam satu paket lengkap kurikulum berasas akidah Islam.
Kedua, seluruh pembiayaan pendidikan dalam sistem diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum). Seluruh pemasukan Negara islam, baik yang dimasukkan di dalam pos fai dan kharaj maupun milkiyyah ‘amah boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Jika harta di baitulmal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, Negara lah meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.
Dengan kata lain, pemberiannya diberikan untuk barang, bukan sebagai nilai pengganti harta-harta yang telah dihasilkan. Hal itu adalah semacam jalan, air, bangunan masjid, sekolah, rumah sakit, dan masalah-masalah lainnya yang adanya dianggap sebagai masalah yang urgen, yaitu umat akan mengalami penderitaan apabila masalah-masalah tersebut tidak ada. Hak mendapatkan pemberian untuk keperluan ini tidak ditentukan berdasarkan adanya harta tersebut. Pemberian tersebut merupakan hak yang bersifat paten, baik pada saat harta tersebut ada maupun tidak. Apabila di dalam baitulmal ada harta, wajib disalurkan untuk hal-hal tersebut. Apabila di dalam baitulmal tidak ada harta, kewajibannya berpindah kepada umat sehingga harta tersebut bisa dikumpulkan dari umat secukupnya untuk memenuhi pengeluaran-pengeluaran yang paten tersebut. Setelah itu, pemberian tersebut diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran tadi melalui baitulmal.”
Ketiga, akses pendidikan gratis dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat Negara Khilafah . Islam tidak akan membiarkan peluang kebodohan berkembang di kalangan umat Islam hanya karena terhalang biaya pendidikan. Oleh karena itu, Negara Khilafah memberikan pendidikan bebas biaya untuk membuka pintu seluas-luasnya bagi seluruh rakyat agar dapat mengenyam pendidikan sesuai bidang yang mereka minati. Tidak heran, selama belasan abad Sistem Islam tegak, sistem pendidikan Islam dapat menghasilkan ilmuwan dan cendekiawan yang ahli dalam beragam disiplin ilmu dan berbagai bidang.
Sebutlah Imam Syafi’i. Beliau tidak hanya ahli usul fikih, tetapi juga fakih dalam ilmu astronomi. Ada pula Ibnu Khaldun, bapak pendiri historiografi, sosiologi, dan ekonomi. Beliau pun hafal Al-Qur’an sejak usia dini.
Keempat, negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya di samping gedung-gedung sekolah dan universitas untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang pengetahuan, seperti fikih, usul fikih, hadis, dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, dan penemuan-penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di tengah-tengah umat sekelompok besar mujtahid dan para penemu. (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam)
Itulah di antara fungsi pokok Sistem Islam sebagai penyelenggara dan penanggung jawab atas pendidikan bagi seluruh rakyat. Kapitalisme menghasilkan pendidikan berkasta, sedangkan Islam mewujudkan pendidikan merata dan berkualitas di semua jenjang pendidikan. Tidak ada perbedaan fasilitas, baik di tingkat desa, kota, daerah terpencil, atau wilayah yang sulit dijangkau. Negara menyediakan infrastruktur publik yang memungkinkan seluruh rakyat dapat mengakses pendidikan dengan mudah dan nyaman. Sudah saatnya Masyarakat bersama sama mewujudkan sistem Islam di muka bumi ini Wallahu alam bi ash shawab []
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar