Oleh : Nola Aulia
Terhitung sejak 7 oktober 2023 lalu, dunia tak pernah berhenti disuguhkan pemandangan yang terjadi di Palestina. Puluhan ribu korban jiwa termasuk anak-anak dan wanita tak luput diantara korban tersebut, dan lebih dari 100.000 korban terluka parah dari serangan brutal tentara Israel yang keji. Bahkan di tengah - tengah persetujuan genjatan senjata yang diusungkan sebagai solusi untuk menghentikan serangan Israel terhadap Palestina pun tidak menghentikan kekejaman tentara Israel dalam melakukan serangan brutal mereka. Orang tua kehilangan anak mereka dan anak – anak pun kehilangan orang tua mereka, sekitar 17.000 anak kehilangan ornag tua mereka dan menjadikan mereka yatim piatu (internasional.sindonews.com/05/04/2025).
Hal ini menjadikan Palestina, khususnya Gaza mengalami krisis anak yatim terbesar dalam sejarah modern. Di lain sisi, juru bicara sementara Kementerian Luar Negeri Jerman Amelie Titel menyerukan bahwa Jerman sangat mendukung kembalinya genjatan senjata untuk memulihkan kembali keadaan warga Gaza dan mendukung kembalinya semua bantuan kemanusiaan diaktifkan dan dikirim ke Palestina.
Berbeda dari paparan juru bicaranya, Negara Jerman justru memberikan suara menentang resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang menyerukan, antara lain, gencatan senjata di Gaza, pembebasan tahanan Palestina dan Israel, dan pencabutan blokade Israel di daerah kantong yang diduduki itu. Seolah bermuka dua, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada bantuan paling baik untuk Palestina kecuali bersatunya kaum muslimin di seluruh dunia.
Semua fakta ini terjadi di tengah narasi mengenai HAM dan berbagai aturan internasional serta perangkat hukum tentang perlindungan dan pemenuhan hak anak. Kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, aturan-aturan tersebut tak mampu menghentikan apalagi mencegah penderitaan anak-anak Palestina. Tidak satupun peraturan internasional yang mampu menghentikan kekejaman Israel dalam membombardir Palestina, khususnya Gaza di setiap harinya.
Hal ini seharusnya menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa mereka harapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya. Masa depan Gaza/Palestina ada pada tangan mereka sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam atau khilafah yang semestinya sungguh-sungguh mereka perjuangkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa hanya Allah lah yang mampu menjadi penolong, sedangkan negara – negara islam di sekitar Palestina hanya mampu menjadi penonton saja.
Setiap hari nya tidak henti serangan demi serangan, sedangkan umat di luaran sana hanya mampu mendo’akan dan menyebarluaskan berita yang terjadi di Palestina ke khalayak luas yang masih belum tau. Sebagai sesama umat muslim, pertanggung jawaban kita tentang apa yang terjadi di Palestina pasti akan dipertanyakan kelak. Dan memang hanya dengan Sistem Islam lah yang mampu membebaskan Palestina. Persatuan umat muslim di seluruh dunia dalam mewujudkan kembalinya Sistem Islam/Khilafah sangat penting.
Khilafah berfungsi sebagai rain dan junnah, tidak akan pernah membiarkan kezaliman menimpa rakyatnya. Khilafah terbukti selama belasan abad berhasil menjadi benteng pelindung yang aman, dan memberikan support system terbaik bagi tumbuh kembang anak sehingga mereka bisa menjadi generasi cemerlang pembangun peradaban emas dari masa ke masa.
Setiap muslim wajib terlibat dalam memperjuangkan kembalinya khilafah agar mereka punya hujjah/pertanggung jawaban bahwa mereka tidak diam berpangku tangan melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka dibantai oleh zionis dan sekutu-sekutunya. Persoalan anak-anak Gaza akan selesai ketika persoalan Palestina juga terselesaikan secara tuntas. Dan solusi tuntas hanya dapat terwujud dengan jihad dan khilafah.
Tentunya hal ini tidak bisa dilakukan hanya dengan beberapa orang atau kelompok, melainkan harus ada peran negara. Oleh karena itu, setiap lapisan masyarakat muslim utamanya, memiliki tanggung jawab dalam memperjuangkan kembalinya Khilafah supaya Palestina dan juga dunia dapat berdampingan dan hidup dengan damai dalam naungan Khilafah seperti berabad-abad yang lalu.
Wallahu'alam bish-shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar