Stop Hedon dan Flexing di Hari Fitri!


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Kekhusukan ibadah di bulan Ramadhan mulai terusik oleh kecemasan tidak bisa merayakan hari raya dengan sukacita versi kapitalisme. Ya, sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses. Betapa tidak? Banyak umat Islam terjebak berbagai ritual unfaedah. Yang seharusnya banyak-banyak itikaf di masjid-masjid, ini malah berdesak-desakan di pusat perbelanjaan. Ikhtilat pula! Yang seharusnya tadarusan, mengkhatamkan Al-Quran, ini malah browsing dan berselancar di media sosial, belanja online bahkan banyak yang terjebak riba akibat transaksi "bayar nanti". Yang seharusnya ngejar pahala untuk bekal di akhirat, ini malah ngejar diskon demi flexing di hari raya. Astaghfirullah!

Next, janji ah. Tahun depan jangan gitu lagi. Cukup sampai Ramadhan tahun ini saja. Ramadhan tahun depan (semoga Allah SWT. mempertemukan kita dengan Ramadhan berikutnya) kita kudu lebih baik, Ok! Catet nih di kalender handphone, kalau perlu pasang spanduk terus tempel deh di dinding rumah, hehe! 

Sesungguhnya Islam telah memiliki aturan terperinci tentang bagaimana seorang muslim seharusnya membelanjakan hartanya. Sebagai din yang sempurna, Islam mengatur tentang cara mengembangkan harta sekaligus cara membelanjakannya. Islam menetapkan metode pembelanjaan harta sekaligus menentukan tata caranya. 

Dalam Islam, siapa pun berhak memiliki harta asalkan diperoleh secara halal. Hanya saja, tidak serta-merta dibiarkan bebas mengelola dan membelanjakan harta, sekalipun harta itu secara hukum sah merupakan miliknya. Melainkan Islam telah mengaturnya secara terperinci.

Islam telah melarang seseorang bertindak israf (boros/berlebihan) dan tabzir (menyia-nyiakan harta) ketika membelanjakan harta, sekaligus melarang seseorang bersikap taqtir (kikir). Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Furqan ayat 67:
وَا لَّذِيْنَ اِذَاۤ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَا نَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَا مًا
“Mereka yang jika mengeluarkan harta, tidak bertindak israf ataupun kikir (taqtir), pengeluarannya ada di tengah-tengah yang demikian.” 

Begitupun dalam QS. Al-A’raf ayat 31 Allah SWT. berfirman:
يٰبَنِيْۤ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَا شْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا ۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Israf dalam pengertian syarak bermakna ‘mengeluarkan harta dalam perkara yang haram atau kemaksiatan, atau bukan di jalan yang hak, sekalipun yang dikeluarkan jumlahnya hanya sedikit’. Sedangkan taqtir (kikir terhadap diri sendiri) bermakna ‘menahan diri dari kenikmatan yang dibolehkan syarak’. (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam). Keduanya merupakan perkara yang dicela oleh Allah Taala.

Selain israf dan taqtir, Islam juga melarang kaum muslim berfoya-foya atau menghambur-hamburkan harta. Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Waqi’ah ayat 41—45, 
وَاَ صْحٰبُ الشِّمَا لِ ۙ مَاۤ اَصْحٰبُ الشِّمَا لِ 
فِيْ سَمُوْمٍ وَّحَمِيْمٍ 
وَّظِلٍّ مِّنْ يَّحْمُوْمٍ 
لَّا بَا رِدٍ وَّلَا كَرِيْمٍ
اِنَّهُمْ كَا نُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَ 
“Golongan kiri , siapakah golongan kiri itu? Dalam (siksaan) angin yang amat panas. Dan air panas yang mendidih dalam naungan asap hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup berfoya-foya atau bermewah-mewah.”

Islam juga tidak menganjurkan untuk menyia-nyiakan harta (idha’atul maal), yaitu menafkahkan harta pada barang-barang yang sesungguhnya tidak kita perlu sehingga akhirnya barang tersebut tidak terpakai, bahkan akhirnya terbuang. Rasulullah Saw. bersabda, “… dimakruhkan atas kamu banyak bicara dan bertanya (tentang hal-hal yang sifatnya khayalan) serta menyia-nyiakan harta.” 

Imam At-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Amr ra. yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah suka untuk melihat tanda-tanda kenikmatan-Nya pada hamba-Nya.” Bahwa Allah suka jika hamba-Nya menikmati nikmat dari Allah sekaligus merasakan rezeki-Nya yang baik-baik yang telah Allah anugerahkan kepadanya oleh Sang Pencipta alam semesta ini. Akan tetapi, Allah membenci banyaknya kenikmatan yang mengakibatkan lahirnya sikap arogan, sombong, dan membangkang, yaitu ketika terjadi tindakan berfoya-foya.

Memang bukan hal yang mudah untuk mengelola pembelanjaan keluarga, terutama saat Idulfitri hari ini, karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat negeri ini. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi iman, kita harus berusaha keras agar tidak terjebak lagi pada situasi seperti ini di tahun-tahun berikutnya. Dan jangan salah guys, upaya kita ini juga termasuk ibadah loh yang besar pahalanya sebab usaha kita untuk semakin taat syariat.

Kuy ah, hal pertama yang harus kita lakukan adalah meluruskan niat. Ketika kita membelanjakan harta untuk kebutuhan apa pun, baik hal mubah, sunah, ataupun wajib, semua semata-mata karena mengharapkan rida Allah SWT. dan dalam rangka mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya. Dengan demikian, setiap keluarga muslim harus terus belajar sehingga paham tentang tata cara pembelanjaan yang Allah tetapkan. Harus selalu kita ingat bahwa setiap harta yang dimiliki dan dibelanjakan, kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT.

Kemudian, kita kudu membelanjakan harta hanya dalam perkara-perkara yang disyariatkan. Sudah seyogianya keluarga muslim membelanjakan harta untuk perkara mubah atau ketaatan, bukan di jalan yang Allah haramkan. Penting pula sesuai skala prioritas sebagaimana tuntunan syariat. Antara lain, mendahulukan kebutuhan yang wajib, seperti kebutuhan pokok, daripada yang sunah atau mubah.

Wajib diingat pula untuk tidak besar pasak daripada tiang. Islam telah memberikan tanggung jawab kepada ayah untuk mencari nafkah yang halal bagi anggota keluarganya. Sementara itu, ibu bertugas membantu ayah mengatur pendapatan dan tidak boleh membebaninya di luar kemampuannya. Seorang ibu harus dapat mengatur pengeluaran rumah tangganya seefisien mungkin, sesuai kebutuhan sehingga terhindar dari idhaa’atul maal. Abu Bakar ra. pernah berkata, “Aku membenci penghuni rumah tangga yang membelanjakan atau menghabiskan bekal untuk beberapa hari dalam satu hari saja.”

Lebih bagus lagi kalau kita bisa menyisihkan untuk ditabung dan bersedekah. Merupakan hal yang baik jika ibu bisa menyisihkan uang yang diberi ayah untuk ditabung dan bersedekah. Rasulullah Saw. bersabda, “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan dengan pertengahan dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari ia miskin dan membutuhkannya.” (HR. Ahmad).

Bismillah kita bisa! Agar lebih konsisten dan selalu ada yang mengingatkan, mari kita mulai dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis, sebab hanya kelompok ini yang mengajarkan Islam secara terperinci tanpa ditutup-tutupi termasuk hal pengelolaan harta menjelang hari raya. Jangan lupa juga dengan dibarengi upaya menghilang kikir kita kepada ilmu dengan cara berdakwah membangun kesadaran masyarakat dengan Islam kaffah dan berupaya menegakkannya dalam wadah Khilafah Islamiah.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar